Jakarta, CNN Indonesia --
Langit Jakarta sudah gelap saat Iqbal (12) dan Rasya (15) duduk di pinggir jalanan, Jatipadang, Jakarta Selatan, Rabu (24/3) malam. Raut lelah terlukis di wajah dua remaja itu, maklum seharian harus menari dengan ondel-ondel yang mereka bawa berkeliling di jalanan.
Di bawah sorot remang lampu jalanan, Iqbal sibuk menghitung hasil mengamen ondel-ondel hari itu saat CNNIndonesia.com temui. Lembar demi lembar ia keluarkan dari ember bekas cat tembok. Malam itu, mereka mengantongi uang receh berjumlah kira-kira Rp50 ribu.
Penghasilan tak seberapa melengkapi gelisah dan kegundahan hari itu, karena dari perbincangan di aplikasi gawai mereka baru tahu bahwa Pemprov DKI kembali menghidupkan wacana lama: melarang ondel-ondel jalanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beruntungnya, hari itu mereka tak berpapasan dengan Satpol PP yang merazia ondel-ondel dan pengamen jalanan.
"Sedih sih, tapi lanjut saja selama enggak ada yang nyetop," ucap Rasya.
Iqbal mengangguk sebagai tanda sepakat dengan tuturan kalimat yang meluncur dari temannya tersebut.
Iqbal dan Rasya mengaku telah mengaspal sebagai pengamen ondel-ondel sejak dua tahun lalu. Mereka mengaku tak dilarang orang tua saat memutuskan membawa ondel-ondel ke jalanan. Bahkan, Rasya menyebut orang tuanya juga melakukan profesi serupa.
Bukan hanya itu, kata Rasya, mereka pun tergabung dalam sanggar seni budaya Betawi. Di masa ramai gelaran atau musim pesta, terkadang ada saja yang menggunakan jasa ondel-ondel dari sanggar yang menaunginya untuk memeriahkan acara.
Semula, Rasya bergabung dengan sanggar seni budaya bernama Sanggar Gotongroyong pada 2016. Di sanggar itu, kecintaan Rasya terhadap ondel-ondel mulai tumbuh.
Tiga tahun berselang, sanggar itu bubar. Rasya dan kawan-kawan kemudian sepakat untuk membangun wadah baru bagi mereka, yang diberi nama Sanggar Bintang Ragunan (SBR).
Ada 13 orang anak yang bergabung dalam sanggar itu. Semuanya aktif menjadikan ondel-ondel sebagai alat untuk mengamen.
 Satpol PP saat melakukan razia pengamen ondel-ondel di Jakarta Timur, Rabu (24/3/2021).(ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah) |
Di sudut lain Jakarta, masih di hari yang sama, Operasi Asih-Asuh Satpol PP di Jakarta Timur menjaring seorang remaja pengamen yang menggunakan kaos bertuliskan salah satu sanggar.
CNNIndonesia.com belum sempat berbincang lebih intens dengan remaja berkaos Sanggar Rifki Betawi dengan dua wajah ondel-ondel itu karena keburu diangkut ke dalam mobil khusus Satpol PP.
"[Tolong] Bilangin emak gua," kata remaja itu ke salah satu temannya yang berada di mulut gang di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Jakarta Timur, Rabu sore.
Satpol PP DKI Jakarta Timur mengerahkan 200 petugas untuk melakukan razia. Hari itu setidaknya ada 13 rombongan ondel-ondel jalanan yang diamankan.
Rasya dan Iqbal--duo ondel-ondel jalanan yang CNNIndonesia.com temui di wilayah Jatipadang, Jakarta Selatan, pada Rabu (24/3) lalu selintas mirip dengan tokoh Tom Sawyer dan Huckleberry Finn dalam buku The Advanture of Tom Sowyer karangan Mark Twain. Keduanya lincah dan berani.
Rasya menceritakan mereka biasa mengaspal selepas waktu zuhur atau asar dengan alat tempur: Ondel-ondel dan gerobak berpengeras suara untuk memutar musik khas Betawi.
Mereka beredar ke berbagai kawasan di Jakarta Selatan. Biasanya, mereka beraksi di wilayah Jakarta Selatan: seputaran jalan Hankam, Ampera raya, Cilandak, sampai Ciganjur.
Saat beraksi, kata salah satu di antara mereka, harus siap dengan segala tantangan, terutama cuaca.
"Kalau panas kegerahan banget. Kalau hujan ya udah keujanan, ondel-ondelnya basah jadi berat. Berasa bawa batu gede," ucap Rasya.
Masalah kedua adalah medan tempur atau jalan. Tak semua jalan yang mereka lewati adalah jalan yang sudah teraspal rapi.
Sering mereka melewati jalanan yang banyak batunya. Sehingga, mereka harus lebih hati-hati lagi.
Tantangannya, di balik kerangka ondel-ondel itu mereka hanya bisa mengintip dan melihat lurus ke depan.
"Sering saya jatuh. Kepala saya ngejeledag kena kayu itu sakit banget," curhat Rasya.
dalam sejarahnya yang mentradisi di Betawi, ondel-ondel memang mengamenJJ Rizal |
Meski sakit, biasanya Rasya tetap melanjutkan aksinya demi mendapatkan uang untuk jajan dan bantu orang tuanya di rumah.
Demi itu juga akhirnya ia punya cara sendiri untuk mendapatkan uang sesuai yang ia targetkan dalam sehari.
"Kalau belum dikasih-kasih uang, lama-lamain aja jogetnya meskipun gerah," ucap dia.
Kini, dari segala nestapa itu, bertambah satu masalah lagi untuk mereka. Masalah itu adalah rencana pelarangan penggunaan ondel-ondel untuk mengamen.
Mereka kadung menyukai ondel-ondel. Mereka merasa berat jika harus beralih ke kostum lain atau menjadi manusia silver.
Meski bakal dilarang Pemprov DKI, Rasya dan Iqbal menyatakan belum menyerah. Mereka kukuh akan terus mengaspal dengan ondel-ondel kesayangan mereka.
"Kita asli orang Betawi ya, suka aja," ucap Rasya.
Pemprov DKI tengah menggodok lagi wacana lama untuk melarang ondel-ondel berkeliaran di jalanan ibu kota RI itu karena dinilai jadi ajang mengamen atau mengemis. Dalam keterangannya, Pemprov menilai penggunaan ondel-ondel untuk mengemis saat ini banyak meresahkan.
"Di satu sisi kita ingin melestarikan budaya bangsa, termasuk budaya Betawi, ondel-ondel. Tapi di sisi lain juga kita ingin dilakukan dengan cara-cara yang lebih baik, lebih bijak ya," kata Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria di Balai Kota Jakarta, Rabu siang.
Namun, wacana kebijakan ini bukan tanpa kritik. Sejarawan JJ Rizal mengatakan tindakan pemerintah melarang ondel-ondel untuk mengamen merupakan bentuk kebijakan tuna budaya.
"Sebab dalam sejarahnya yang mentradisi di Betawi, ondel-ondel memang mengamen," kata Rizal kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat.
Rizal meminta pemerintah memahami ondel-ondel sebagai produk kebudayaan Betawi terlebih dahulu sebelum melarang boneka besar itu di jalanan. Ia juga meminta pemerintah memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ondel-ondel, alih-alih melegitimasi kesalahpahaman publik.