Untuk kali kedua masyarakat Indonesia tak lagi menjalankan tradisi yang mendarah daging selama Ramadhan: berlebaran di kampung halaman. Pada Jumat (26/3) pemerintah secara resmi melarang mudik pada periode 6-17 Mei 2021 untuk mencegah angka penularan Covid-19 kembali menanjak.
Dalam dua pekan terakhir, penularan sebenarnya telah menurun hingga kisaran pertambahan harian di angka 4-6 ribu per-hari. Namun positivity rate masih lebih buruk dari standar WHO yaitu 5 persen. Terakhir, pada Jumat kemarin angka positivity rate Indonesia masih di kisaran 9 persen.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy saat mengumumkan kebijakan larangan mudik menegaskan saat ini angka penularan dan kematian Covid-19 di Indonesia masih tinggi, terutama pasca-libur panjang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Cuti bersama idulfitri satu hari ada, tapi enggak boleh ada aktivitas mudik. Bansos akan diberikan," kata Muhadjir di Jakarta, Jumat (26/3).
Larangan ini sontak menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian mengaku kecewa dengan keputusan tersebut, tapi tak jarang pula yang mendukung kebijakan itu demi menanggulangi penyebaran Covid.
Kedar (36), seorang tukang bajaj saat ditemui di Jalan Kebon Sirih mengaku masygul dengan keputusan pemerintah. Masalahnya, sudah sejak tahun lalu ia tak merayakan lebaran bersama istri dan anaknya yang tinggal di Tegal.
"Saya tahun kemarin udah enggak pulang, masa enggak pulang lagi," kata Kedar.
Tatapan Kedar kemudian sempat kosong saat berbincang dengan CNNIndonesia.com. Ia lalu mengingat anaknya yang berumur 6 tahun serta istrinya yang pada Ramadhan tahun lalu tak ia temui secara langsung.
Lebaran lalu, Kedar memilih ikut aturan pemerintah. Ia khawatir jika kepulangannya justru akan membawa virus bagi mereka.
Namun, sikapnya kini beda. Rasa rindu Kedar tak tertahankan. Ia merasa pertemuan melalui 'video call' tak dapat menggantikan pertemuan secara langsung, apalagi di momen lebaran.
"Enakan di kampung, bercengkerama dengan anak, keluarga, sauadara, silaturahmi. Kalau (lebaran) di Jakarta terasa hampa, mau minta maaf juga susah, kalau minta maaf lewat video call kurang terasa," ujarnya.
![]() Pedagang bakso cuanki, Tatang (44) mengaku sedih apabila tahun ini tak bisa mudik setelah larangan dari pemerintah. |
Hal senada disampaikan Tatang (44) yang sehari-harinya berjualan bakso cuanki. Dia mengaku sedih apabila tahun ini harus mengubur dalam-dalam mimpinya untuk bertemu dengan keluarganya di Garut, Jawa Barat.
"(Lebaran) di sini sedih. Kalau di kampung kan pada ngumpul, ada saudara, anak, istri. Kalau di sini paling sama teman," ujarnya.
Tatang mengaku sudah tak terlalu peduli dengan penyebaran Covid-19. Menurutnya, masalah terpapar Covid atau tidak merupakan takdir dari Tuhan.
Menurutnya, saat ini yang paling ia idamkan adalah bertemu dengan keluarganya. Terlebih, tahun lalu ia juga gagal mudik.
Tatang mengaku tak bisa berbuat banyak jika pada akhirnya larangan mudik itu benar-benar diterapkan pemerintah dengan ketat. Namun begitu, ia meminta pemerintah lebih tegas, karena sebelumnya pemerintah sempat mengizinkan pulang kampung.
"Iya, apa maksudnya gitu? Harus tegas lah, jelas," ungkap Tatang.
![]() Harri (29), meminta pemerintah lebih tegas dalam menerapkan kebijakan larangan mudik untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. |
Harri (29), salah seorang pegawai swasta punya pandangan beda. Ia justru mendukung kebijakan pemerintah karena menurutnya penyebaran Covid masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Tidak hanya itu, menurut dia, presentase warga yang sudah menerima vaksin dan belum belum sebanding. Berdasarkan data, hingga Sabtu ini, baru 3,2 juta masyarakat Indonesia yang menerima dua kali dosis vaksin, sementara yang sudah satu kali suntik berjumlah 7,1 juta. Artinya, baru satu persen dari target vaksinasi.
"Soalnya memang Covid belum selesai ini. Kan presentase yang sudah divaksin dan yang belum perbandingannya masih jomplang. Jumlah yang belum divaksin masih banyak sekali," ujar Harri.
Menurut Harri, selama ini mudik selalu erat dengan kumpul keluarga. Sementara, selama ini, masyarakat harus terus menjaga jarak sebagai salah satu protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Harri mengatakan, dirinya tak ingin egois sekadar untuk mudik bertemu keluarga. Sebab, ia khawatir kepulangannya itu justru membawa virus.
Harri pun meminta pemerintah untuk lebih tegas dalam menerapkan kebijakan larangan mudik. Sekadar pernyataan, kata dia, tidak akan berpengaruh mengantisipasi pergerakan warga ke kampung halaman.
"Harusnya konsistensi larangan keluar masuk daerah jangan parsial pas masa mudik aja. Selagi kondisi belum stabil, harusnya ada larangan keluar-masuk daerah," papar dia.
(dmr/vws)