Kelompok Rentan, Faktor Perempuan Jadi Pelaku Bom Bunuh Diri
Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa membeberkan alasan banyak perempuan terlibat dalam aksi terorisme. Bahkan, para perempuan itu berani menjadi pelaku bom bunuh diri.
Ali mengatakan berdasarkan paparan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ada sejumlah faktor mengapa perempuan belakangan ini turut terlibat dalam aksi terorisme. Pertama, kata dia, karena perempuan merupakan salah satu kelompok rentan.
"Karena perempuan dalam konteks dia sebagai proses kelompok radikal itu memanfaatkan, dia rentan, memang perempuan itu rentan," kata Ali dalam sebuah seminar virtual, Selasa (30/3).
Menurut Ali, kerentanan tersebut dimanfaatkan oleh kelompok radikal dan teroris. Sebab, setelah itu, perempuan akan mudah diindoktrinasi untuk melakukan teror.
Selain itu, Ali menjelaskan bahwa perempuan juga dipilih sebagai martir karena faktor keterpaksaan. Menurutnya, perempuan menerima berbagai desakan, baik dari suami, lingkungan, hingga desakan ekonomi.
"Secara sosiologis, dia (perempuan) adalah yang rentan. Karena yang tahu seluk beluk rumah tangga, punya duit, tidak punya duit adalah perempuan. Sehingga dia cepat untuk frustasi," ujar Ali.
"Secara kultural dia patuh suami, kalau suaminya garis keras, maka istrinya ikut garis keras," imbuhnya melanjutkan.
Tidak hanya itu, menurut Ali, berdasarkan temuan BNPT, secara psikologis, perempuan tidak mudah memfilter terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. Ia juga mengatakan dari temuan BNPT, para perempuan ini juga pihak yang sering melakukan teror di media sosial.
Kemudian, faktor lainnya yakni dari aspek strategis. Menurut Ali, perempuan dipilih karena secara taktis tidak lebih dicurigai.
"Biasanya jarang dicurigai. Apalagi pakai kerudung, wajah enggak ketahuan. Perempuan juga dianggap lebih militan dalam menjalankan aksi. Karena itu yang jadi pengantin-pengantin yang ngebom banyak yang muda dan perempuan," ujarnya.
Sebelumnya, polisi mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan pada Minggu (28/3) adalah pasangan suami istri.
Mereka merupakan bagian kelompok Jamaah Asharut Daulah (JAD) yang pernah melakukan pengeboman di Jolo, Filipina. JAD merupakan kelompok teroris yang berbaiat kepada ISIS.
(dmi/pmg)