Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengatakan terdakwa kasus suap Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Rizal Djalil sempat mengeluhkan masalah yang terjadi dalam proyek tersebut.
Agung menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi meringankan (a de charge) dalam persidangan dengan terdakwa eks Ketua BPK tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (31/3). Menurut Agung, Rizal juga sempat menyampaikan masalah ini kepadanya.
"Ada satu hari beliau emosional, masalah kasus ini, beliau sampaikan kepada kami, beliau bilang 'akan ajukan ke MKKE'. Beliau mengadukan masalah ini ke MKKE, Majelis Kehormatan dan Kode Etik BPK," kata Agung di hadapan majelis hakim tipikor Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurt Agung, Rizal melaporkan hal tersebut lantaran menduga beberapa anak buahnya di BPK itu ikut bermain dalam proyek tersebut. Selain itu, menurut Agung, Rizal juga menganggap ada pihak luar yang mengganggu pemeriksaan di BPK.
Menurutnya, MKKE kemudian melakukan pemeriksaan secara khusus kepada mereka yang teradu, salah satunya Anton Fathoni yang diduga menerima suap dalam proyek ini. Anton Fathoni merupakan salah satu anak buah Rizal Djalil.
"Itu sudah diberikan sanksi disiplin yang paling berat, diberhentikan sebagai pemeriksa. Dari hasil pemeriksaan MKKE kemudian ditindaklanjuti oleh inspektur utama BPK dan Pejabat Pembina Kepegawaian dengan memberhentikan yang bersangkutan sebagai ASN," ujar Agung.
Meskipun demikian, Agung mengaku tidak mengetahui apakah Anton sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait masalah ini.
"Saya dengar KPK lakukan pemeriksaan, tapi sampai hari ini saya belum mendengar yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka," papar Agung.
Jaksa pada KPK sebelumnya mendakwa Rizal menerima Sin$100 ribu atau sekitar Rp1,06 miliar dari Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo. Uang itu diberikan lantaran Rizal telah mengupayakan PT Minarta Dutahutama menjadi pelaksana proyek pembangunan JDU SPAM Hongaria Paket 2 pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Awal tindak pidana korupsi terjadi sekira tahun 2016 di mana Rizal diperkenalkan kepada Leonardo oleh mantan adik iparnya bernama Febi Festia. Saat pertemuan di sebuah hotel di Nusa Dua Bali, Leonardo meminta bantuan Rizal untuk mengerjakan proyek di Kementerian PUPR.
Pada Oktober 2016, Rizal dengan kewenangan yang dimilikinya, memanggil Direktur Pengembangan SPAM PUPR Mochammad Natsir untuk menyampaikan hasil temuan terhadap proyek pembangunan tempat evakuasi sementara di Provinsi Banten.
Pada akhirnya dengan intervensi Rizal, PT Minarta Dutahutama mendapat proyek JDU SPAM IKK Hongaria Paket 2 dengan pagu anggaran Rp75.835.048.000.
Penyerahan uang dari Leonardo kepada Rizal melalui perantara Febi dengan putra Rizal, Dipo Nurhadi Ilham. Uang itu ditukarkan ke dalam mata uang rupiah sebelum sampai ke tangan Rizal.
Sedangkan Febi mendapat bagian dengan menerima uang sebesar US$20 ribu dari Leonardo.
Atas perbuatannya, Rizal didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(dmi/kid)