Lone Wolf, Teroris yang Sulit Dideteksi

CNN Indonesia
Kamis, 01 Apr 2021 15:53 WIB
Pengamat Intelijen dan Keamanan Negara, Stanislaus Riyanta mengatakan pelaku lone wolf tak terafiliasi dengan organisasi apapun dan sulit terdeteksi. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut pelaku penyerangan di Mabes Polri merupakan lone wolf atau bergerak sendiri. Ilustrasi (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyematkan istilah lone wolf kepada terduga teroris berinisial ZA yang menyerang Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3).

Listyo mengatakan ZA yang berusia 25 tahun juga berideologi Negara Islam Irak Suriah (ISIS).

"Dari hasil profiling terhadap dia maka yang bersangkutan itu adalah tersangka atau pelaku lone wolf," kata Listyo kepada wartawan, Rabu (31/3).

Listyo menyebut ZA menyerang Mabes Polri sendiri alias pelaku tunggal. Menurutnya, ZA tak dibantu oleh rekan atau kerabatnya ketika melakukan aksi tersebut.

Pengamat Intelijen dan Keamanan Negara, Stanislaus Riyanta mengatakan pelaku teror lone wolf tak terafiliasi dengan organisasi apapun. Lone wolf, kata Stanlius, selalu bergerak sendiri.

"Lone wolf sendiri yang tidak terafiliasi dengan organisasi. Ada satu sebutan lagi, yakni wolf pack, yakni para lone wolf yang bergabung menjadi satu. Aksi wolf pack pernah ditemukan di Malaysia," katanya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (1/4).

Stanlius menjelaskan istilah lone wolf tersebut banyak digunakan dalam dunia terorisme saat ini. Banyak pula jurnal ilmiah yang menganalisis pergerakan teroris tunggal ini.

Menurutnya, pelaku lone wolf biasanya terpapar ideologi ISIS melalui proses swaradikalisasi. Sumber informasi ini berasal dari medium-medium digital yang mudah diakses seperti internet dan lainnya.

"Pelaku ini mempunyai tujuan pribadi, tujuan ideologi karena keyakinan akan mencapai kemuliaan, surga dengan cara melakukan aksi melawan pihak yang dianggap thaghut atau musuh," ujarnya.

Lebih lanjut, Stanislaus mengatakan fenomena penyerangan tunggal ini sudah dapat diprediksi sejak dua tahun lalu. Sejak saat itu banyak pelaku lone wolf yang menyasar anggota Polri.

Pemikiran-pemikiran kelompok teror seperti ISIS, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) hingga Mujahidin Indonesia Timur (MIT) seringkali menganggap polisi sebagai musuh yang harus diperangi.

Menurut Stanlius, pelaku lone wolf sulit terdeteksi karena tak tergabung dalam suatu jaringan. Ia memprediksi aksi yang dilakukan pelaku tunggal akan menjadi bentuk teror baru di masa mendatang.

"Aksi yang dilakukan oleh keluarga atau pelaku tunggal diperkirakan akan terus menjadi bentuk aksi teror ke depan," katanya.

Di Indonesia sendiri, terjadi beberapa kali aksi teror yang diklaim dilakukan oleh lone wolf. Misalnya, bom di Mal Alam Sutera pada 2015 lalu oleh tersangka Leopard Wisnu Kumala (29).

Leopard tak terkait dengan jaringan teror, namun merakit bom jenis TATP (Triacetone Triperoxide) yang merupakan bahan dengan daya ledak tinggi.

Kemudian, ledakan bom di Pos Polisi Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah pada 2019 lalu. Akibat ledakan itu, pelaku terluka parah namun tak sampai membuat korban jiwa.

Masih di tahun yang sama, seorang teroris lone wolf juga mencoba masuk ke Mapolrestabes Medan, Sumatera Utara. Ia mengaku ingin mengurus SKCK. Beberapa saat kemudian ia melekdakan bom di halaman kantor Mapolrestabes.

Namun, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin tak sepakat apabila teroris disebut bisa tumbuh dan bergerak sendiri atau dikenal dengan istilah lone wolf. Menurutnya, teroris tidak tumbuh dengan sendiri secara otomatis.

"Dia akan tumbuh di tempat yang situasinya mendukung, berkembang karena komunikasi sosial yang khusus dengan orang-orang tertentu. Dia tumbuh karena ada yang membina, bahkan dia punya idola sendiri. Bahwa dia bergerak sendiri, ya ini kebutuhan taktis saja," ujar TB.

(mjo/fra)


[Gambas:Video CNN]
Lihat Semua
SAAT INI
BERITA UTAMA
REKOMENDASI
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TERPOPULER