Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) optimistis program vaksinasi virus corona (SARS-CoV-2) akan rampung dalam 12 bulan. Meskipun, Indonesia diketahui menjadi salah satu yang terdampak embargo vaksin berbagai negara.
Indonesia gagal kedatangan sekitar 10 juta dosis vaksin AstraZeneca melalui skema kerjasama multilateral Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI) COVAX Facility pada periode Maret dan April 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya, target vaksinasi tahap ketiga yang menyasar masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi terancam molor dari target awal. Sedianya, tahapan ketiga itu akan dimulai pada April 2021.
"Tidak ya [perpanjangan target], masih cukup panjang waktunya. Kita lihat perkembangan," kata Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (1/4).
Nadia pun mengaku bakal memenuhi target dan menggenjot laju vaksinasi pada Juli-Desember 2021. Sebab, pada periode itu menurutnya Indonesia akan kedatangan banyak vaksin dari produsen lain seperti Novavax hingga Pfizer.
Sementara untuk menjaga laju vaksinasi tetap normal, dalam April ini capaian vaksinasi yang biasanya dapat mencapai 500 ribu dosis per hari, akan diturunkan menjadi 250-300 ribu dosis vaksin.
"Target awal 15 bulan, tapi Presiden meminta untuk menyelesaikan dalam 12 bulan. Jadi kita tetap plan pada range waktu itu," pungkas Nadia.
 Berikut 7 vaksin Covid-19 yang akan diedarkan di dalam negeri berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan. (CNN Indonesia/Timothy Loen) |
Sementara itu dihubungi terpisah, epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai target vaksinasi rampung dalam 12 bulan merupakan rencana yang tidak realistis dari pemerintah.
Dalam keadaan normal alias lancar tanpa adanya potensi embargo saja, Dicky memperkirakan vaksinasi paling cepat rampung 2-3 tahun. Apalagi kini Indonesia terkena dampak penundaan distribusi vaksin.
Karena itu dia meminta pemerintah merevisi target menyusul kebijakan perpanjangan interval alias jarak waktu antara suntikan dosis pertama vaksin corona dengan suntikan kedua Sinovac yang menyasar usia 18-59 tahun. Interval vaksinasi diperpanjang menjadi 28 hari, sementara jarak penyuntikan dosis pertama dan kedua pada AstraZeneca antara 8-12 pekan.
"Jelas target itu tidak realistis ya. Embargo ini memiliki pesan penting kita harus punya contigency plan," kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (1/4).
Rencana itu kata dia, bisa berupa percepatan dan peningkatan riset dalam negeri. Dicky menyebut, pemerintah akan mampu merampungkan vaksinasi dalam setahun asalkan memiliki vaksin produksi sendiri. Dengan kondisi global yang kini berebutan vaksin, komitmen 426 juta dosis untuk Indonesia pun menurutnya bisa-bisa tak hanya sekali dua kali akan molor.
"Dengan embargo, stok nasional menjadi tidak terpenuhi suplainya dan juga ini yang harus diantisipasi. Kemudian plan lainnya, bahwa kita bisa memilih opsi terpanjang intervalnya, kalau misalnya AstraZeneca tiga bulan boleh itu, ada bukti sainsnya," jelas dia.
Kemudian rencana ketiga, lanjut Dicky, pemerintah bisa menggunakan vaksin jenis berbeda antara suntikan dosis pertama dengan suntikan dosis kedua. Dengan begitu, laju vaksinasi akan tetap normal.
Namun dengan rencana itu, maka pemerintah harus mulai bernegosiasi, memperluas jaringan internasional, dan mulai berkomitmen mendatangkan vaksin dengan produsen lain.
"Saat ini sebetulnya kita punya dasar ilmiah untuk pemberian vaksin kedua berbeda vaksinnya, itu juga terjadi pada vaksin ebola beberapa tahun lalu," terang Dicky.
Lebih lanjut, dia menilai atas kondisi tersebut maka herd immunity atau kekebalan kelompok di Indonesia akan semakin sulit tercapai. Padahal pemerintah menargetkan 181,5 juta penduduk akan divaksinasi guna mencapai target itu.
Namun, sedari awal Dicky juga mengingatkan vaksinasi bukanlah solusi utama mengendalikan pandemi. Sehingga jika target vaksinasi berjalan lamban maka dia meminta pemerintah tetap menambah kapasitas dan strategi tes, telusur, dan tindak lanjut (3T). Sebab, menurutnya 3T Indonesia hingga kini masih belum optimal.
"Proses mengarah ke herd immunity semakin jauh, dan itulah sebabnya vaksin tidak usah dijadikan tujuan utama, karena memang terlalu lama," pungkas Dicky.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui ada potensi kendala dalam laju vaksinasi usai muncul embargo vaksin covid-19 di sejumlah negara. Kondisi itu terjadi menurutnya karena lonjakan kasus covid-19 di beberapa negara.
Kemenkes hingga kini mencatat 8.157.163 orang telah menerima suntikan dosis vaksin corona per Kamis (1/4) Pukul 09.00 WIB. Sementara 3.743.724 orang rampung menerima dua dosis suntikan vaksin.
Itu artinya, baru 4,49 persen vaksinasi dosis pertama dilakukan dari total sasaran vaksinasi 181,5 juta penduduk. Sementara untuk vaksinasi dosis kedua baru 2,06 persen.
Sehingga dapat dikatakan selama kurang lebih tiga bulan vaksinasi berjalan, Indonesia baru mampu menyuntik 2,06 persen sasaran. Sebab Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan seseorang rampung mendapat vaksin Covid-19 setelah menerima suntikan dua dosis.