Kemenkes Ngotot Vaksinasi Rampung Setahun Meski Ada Embargo

CNN Indonesia
Jumat, 02 Apr 2021 15:45 WIB
Kemenkes optimistis vaksinasi tetap bakal rampung setahun meski ada embargo vaksin, tapi epidemiolog mengingatkan target itu tidak realistis dan harus diubah.
Ilustrasi penyuntikan vaksin corona. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)

Sementara itu dihubungi terpisah, epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai target vaksinasi rampung dalam 12 bulan merupakan rencana yang tidak realistis dari pemerintah.

Dalam keadaan normal alias lancar tanpa adanya potensi embargo saja, Dicky memperkirakan vaksinasi paling cepat rampung 2-3 tahun. Apalagi kini Indonesia terkena dampak penundaan distribusi vaksin.

Karena itu dia meminta pemerintah merevisi target menyusul kebijakan perpanjangan interval alias jarak waktu antara suntikan dosis pertama vaksin corona dengan suntikan kedua Sinovac yang menyasar usia 18-59 tahun. Interval vaksinasi diperpanjang menjadi 28 hari, sementara jarak penyuntikan dosis pertama dan kedua pada AstraZeneca antara 8-12 pekan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jelas target itu tidak realistis ya. Embargo ini memiliki pesan penting kita harus punya contigency plan," kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (1/4).

Rencana itu kata dia, bisa berupa percepatan dan peningkatan riset dalam negeri. Dicky menyebut, pemerintah akan mampu merampungkan vaksinasi dalam setahun asalkan memiliki vaksin produksi sendiri. Dengan kondisi global yang kini berebutan vaksin, komitmen 426 juta dosis untuk Indonesia pun menurutnya bisa-bisa tak hanya sekali dua kali akan molor.

"Dengan embargo, stok nasional menjadi tidak terpenuhi suplainya dan juga ini yang harus diantisipasi. Kemudian plan lainnya, bahwa kita bisa memilih opsi terpanjang intervalnya, kalau misalnya AstraZeneca tiga bulan boleh itu, ada bukti sainsnya," jelas dia.

Kemudian rencana ketiga, lanjut Dicky, pemerintah bisa menggunakan vaksin jenis berbeda antara suntikan dosis pertama dengan suntikan dosis kedua. Dengan begitu, laju vaksinasi akan tetap normal.

Namun dengan rencana itu, maka pemerintah harus mulai bernegosiasi, memperluas jaringan internasional, dan mulai berkomitmen mendatangkan vaksin dengan produsen lain.

"Saat ini sebetulnya kita punya dasar ilmiah untuk pemberian vaksin kedua berbeda vaksinnya, itu juga terjadi pada vaksin ebola beberapa tahun lalu," terang Dicky.

Lebih lanjut, dia menilai atas kondisi tersebut maka herd immunity atau kekebalan kelompok di Indonesia akan semakin sulit tercapai. Padahal pemerintah menargetkan 181,5 juta penduduk akan divaksinasi guna mencapai target itu.

Namun, sedari awal Dicky juga mengingatkan vaksinasi bukanlah solusi utama mengendalikan pandemi. Sehingga jika target vaksinasi berjalan lamban maka dia meminta pemerintah tetap menambah kapasitas dan strategi tes, telusur, dan tindak lanjut (3T). Sebab, menurutnya 3T Indonesia hingga kini masih belum optimal.

"Proses mengarah ke herd immunity semakin jauh, dan itulah sebabnya vaksin tidak usah dijadikan tujuan utama, karena memang terlalu lama," pungkas Dicky.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui ada potensi kendala dalam laju vaksinasi usai muncul embargo vaksin covid-19 di sejumlah negara. Kondisi itu terjadi menurutnya karena lonjakan kasus covid-19 di beberapa negara.

Kemenkes hingga kini mencatat 8.157.163 orang telah menerima suntikan dosis vaksin corona per Kamis (1/4) Pukul 09.00 WIB. Sementara 3.743.724 orang rampung menerima dua dosis suntikan vaksin.

Itu artinya, baru 4,49 persen vaksinasi dosis pertama dilakukan dari total sasaran vaksinasi 181,5 juta penduduk. Sementara untuk vaksinasi dosis kedua baru 2,06 persen.

Sehingga dapat dikatakan selama kurang lebih tiga bulan vaksinasi berjalan, Indonesia baru mampu menyuntik 2,06 persen sasaran. Sebab Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan seseorang rampung mendapat vaksin Covid-19 setelah menerima suntikan dua dosis.

(khr/nma)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER