Pelaku penyuntikan filler payudara secara ilegal berinisial SR diketahui mendapat pelatihan dari seseorang berinisial LC yang mengaku sebagai dokter.
SR sendiri telah ditangkap oleh jajaran Polres Metro Jakarta Barat di daerah Pondok Pucung, Tangerang Selatan, Senin (5/4). Sedangkan untuk LC, saat ini masih dalam pengejaran.
Kapolres Metro Jakbar Kombes Ady Wibowo mengatakan SR dan LC ini pertama kali berkenalan pada 10 Oktober 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"SR ini dengan LC melakukan kegiatan secara privat pelatihan tentang filler payudara, itu hanya dilakukan sehari latihan ini, dan SR diberikan sertifikat oleh LC," kata Ady kepada wartawan, Selasa (6/4).
Sertifikat itu yang kemudian dijadikan dasar oleh SR untuk melakukan praktik penyuntikan filler payudara. SR mempromosikan praktiknya itu lewat media sosial di akun Instagram bernama beauty sexi store.
Dalam promosinya itu, SR mematok tarif yang bervariasi. Mulai dari Rp3 juta untuk penyuntikan filler sebanyak 250 cc hingga Rp5 juta untuk 500 cc.
"Dalam praktiknya yang bersangkutan, menurut pengakuannya, ada 15 orang yang sudah dilakukan filler tersebut," ucap Ady.
Dari 15 orang yang melakukan penyuntikan filler payudara itu, dua orang di antaranya adalah CT dan WT. Keduanya menjalani penyuntikan pada 26 Oktober 2020. Kedua korban dan pelaku SR pun bersepakat untuk melakukan penyuntikan itu di sebuah hotel yang berlokasi di Taman Sari, Jakbar.
"Kemudian efek daripada filler tersebut kedua korban ini merasa demam. Badannya tidak enak dan dari payudara bekas suntikan tersebut mengeluarkan cairan nanah," tutur Ady.
Atas dasar itu, kedua korban melaporkan praktik penyuntikan filler itu ke pihak kepolisian pada 7 Januari 2021. Berdasarkan hasil penyelidikan, kata Ady, praktik penyuntikan filler payudara yang dilakukan oleh SR terbilang berbahaya.
Apalagi, SR memperbolehkan pasiennya untuk melakukan penyuntikan sendiri jika dirasa hasilnya dianggap masih kurang.
"SR menyarankan kepada korban kalau memang dirasa kurang besar ukurannya bisa menyuntikkan sendiri. Nah itu sesuatu yang cukup berbahaya karena kegiatan medis ini mestinya dilakukan oleh yang memiliki spesialisasi tersebut," tutur Ady.
Lebih lanjut, Ady juga memastikan bahwa SR tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang kedokteran. SR, kata Ady, justru merupakan seorang sarjana pertanian.
"Tidak ada memiliki latar belakang kedokteran," ujarnya.
Atas perbuatannya, SR dijerat Pasal 77 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan/l atau Pasal 197 dan/atau Pasal 198 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen dan atau Pasal 378 KUHP.
(dis/end)