Jakarta, CNN Indonesia --
Greenpeace Indonesia menuding Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melanggar aturan dalam pelepasan izin kawasan hutan untuk konsesi sawit di wilayah Papua dan Papua Barat.
Temuan itu diungkap dalam laporan bertajuk "Stop Baku Tipu Sisi Gelap Perizinan Tanah Papua" yang diluncurkan Greenpeace Indonesia pada Selasa (6/4).
Dalam laporan itu, Siti disebut melakukan penyimpangan yang sama seperti yang dilakukan menteri sebelumnya dalam pelepasan hutan di Bumi Cendrawasih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sama-sama melanggar peraturan pemerintah tentang prosedur pelepasan kawasan hutan dan perlindungan lahan gambut," tulis laporan tersebut, dikutip CNNIndonesia.com pada Kamis (8/4).
Laporan tersebut mencatat, Siti telah melepas 164.315 hektare kawasan hutan kepada delapan perusahaan dari lima grup di Papua.
Kemudian melepas 104.046 hektare kawasan hutan kepada enam perusahaan dari empat grup di Papua Barat.
Dalam aturan pelepasan kawasan hutan 2016, pelepasan untuk satu grup perusahaan maksimal hanya 60 ribu hektare yang dilakukan secara bertahap.
Pada tahap pertama, pelepasan dilakukan terhadap 20 ribu hektare lahan dan sisanya dilepas lewat proses evaluasi.
Proses evaluasi ini mensyaratkan minimal 50 persen kawasan yang dilepas sudah dikelola dan memiliki Hak Guna Usaha (HGU), 20 persen pengalokasian untuk masyarakat, dan sesuai dengan pola ruang.
Namun pada Juli dan Oktober 2017, Greenpeace mendapati tiga perusahaan, milik sebuah grup, mengajukan pemanfaatan lahan di Kabupaten Mappi, Papua untuk penanaman karet.
KLHK melepas 75.879 hektare kawasan hutan kepada sejumlah perusahaan di grup tersebut. Artinya melebihi batas maksimum pelepasan kawasan hutan ke satu grup perusahaan di satu provinsi.
Greenpeace menyatakan prosedur pelepasan izin tersebut dapat dikategorikan sebagai pengecualian karena salah satu konsesi yang dilepas untuk kegiatan pertanian, bukan perkebunan. Sementara aturan izin berlaku untuk tanaman perkebunan.
Meski begitu, Greenpeace mendapati hingga saat ini tidak ada pembangunan yang terjadi di ketiga konsesi dan lahan tersebut belum memiliki HGU.
Kejadian serupa terulang di tahun 2017 dan 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut menemukan tiga dari enam SK pelepasan kawasan hutan dari KLHK belum memiliki izin lingkungan di Papua Barat.
 Foto: Greenpeace/Ulet Ifansasti Documentation of landcover in PT Dongin Prabhawa oil palm concession, part of the Korindo group. |
CNNIndonesia.com telah berupaya menyampaikan konfirmasi kepada Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Ruandha A. Sugardiman, namun belum mendapat jawaban.
Upaya konfirmasi juga disampaikan ke Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Nunu Anugrah dan Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono. Keduanya belum menjawab.
Konfirmasi terkait penemuan pelanggaran pada SK pelepasan kawasan hutan yang diterbitkan KLHK juga sudah disampaikan kepada Plt. Juru Bicara Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding dan belum mendapat jawaban.
Greenpeace menilai moratorium sawit yang diinisiasi sebagai upaya pembenahan pemberian izin usaha justru dimanfaatkan oleh Siti dalam hal pelepasan kawasan hutan untuk korporasi.
Moratorium kelapa sawit seharusnya digunakan untuk meninjau keputusan izin yang dikeluarkan kepemimpinan sebelumnya dan membatalkan atau menunda proses pengajuan pelepasan hutan terhadap izin yang mencurigakan.
Namun, laporan justru mendapati Siti terus memproses aplikasi pelepasan kawasan hutan yang berasal dari masa jabatan sebelumnya dengan dalih tidak ada pilihan lain.
Greenpeace juga menyoroti perubahan yang beberapa kali dilakukan KLHK terhadap peta hutan primer dan lahan gambut pada moratorium sawit. Mereka menduga peta direvisi atas permintaan korporasi.
"Informasi ini kami peroleh karena antara 2013 dan 2015 KLHK mem-posting tabel semua korespondensi di situsnya," tulis laporan tersebut.
Informasi ini diperoleh karena antara 2013 sampai 2015, KLHK mengungkap daftar perusahaan yang meminta konsesinya dihapus dari peta moratorium.
"Selama kurun waktu tersebut tercatat 11 perusahaan perkebunan dan satu perusahaan kehutanan dengan konsesi di Provinsi Papua telah meminta tanah dalam konsesinya dihapus dari peta moratorium: semua permintaan ini dikabulkan," tuturnya.
Semenjak tahun 2015, KLHK tidak lagi mempublikasi identitas perusahaan yang meminta konsesinya dicabut dari moratorium sawit.
Sementara perubahan izin di hutan alam primer dan lahan gambut masih dilakukan hingga tahun ini. Menurut catatan CNNIndonesia.com, KLHK baru saja merubah luasan pembatasan izin pada Maret lalu.
Langkah ini dikritik Greenpeace karena dikhawatirkan dapat memperparah laju deforestasi.
Analisa Center for International Forestry Research (CIFOR) mencatat 168.471 hektare hutan di Provinsi Papua telah dikonversi menjadi perkebunan sepanjang 2000-2019.
Sementara, Greenpeace mengatakan 80 persen luas Papua masih merupakan hutan alami dengan ekosistem alam yang perlu dilindungi. Hak atas lahan masyarakat adat di Papua juga seyogyanya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
"Mereka kehilangan kendali atas lahan mereka. Kelompok pendatang atau non-Papua juga mendominasi kegiatan ekonomi di Tanah Papua. Sementara itu, masyarakat adat semakin bergantung pada subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat," lanjut laporan tersebut.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan sumber deforestasi tertinggi pada area konsensi di Papua tak terjadi era Menteri LHK Siti Nurbaya.
Dalam laporan tentang deforestasi di tanah Papua pada areal PKH per 15 Februari, Siti mengeluarkan 17 SK PKH seluas 269.132 hektare selama 2015-2019.
Sekitar 12 dari 17 SK PKH tersebut merupakan kelanjutan proses persetujuan prinsip yang diberikan pemerintahan sebelumnya.
Namun, tak dirinci 17 SK PKH itu diberikan kepada siapa saja dan untuk keperluan apa. Laporan tersebut hanya memaparkan penurunan luas tutupan hutan alam pada areal total1 17 SK PKH tersebut.
Secara kumulatif terjadi penurunan luas hutan alam sebesar 1,18 persen atau 2.411 hektare dari total luas hutan alam yang tersebar pada areal total 17 SK PKH selama 2015-2019.