Edhy Prabowo Minta Sidang Kasus Benur Berlangsung Tatap Muka
Terdakwa kasus dugaan korupsi penetapan izin ekspor benih lobster (benur),yang juga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meminta majelis hakim persidangan dapat dilaksanakan secara tatap muka atau offline.
Hal itu disampaikan penasihat hukum Edhy, Soesilo Aribowo, dengan melihat mekanisme sidang kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menghadirkan terdakwa mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara secara langsung di muka persidangan.
"Kami juga sudah membaca SEMA dan MoU Kemenkumham dan sebagainya itu pada prinsipnya sebenarnya tidak ada ketentuan yang mutlak untuk melakukan online," kata Soesilo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/4) malam.
"Oleh karena itu, mengacu kepada perlakuan yang sama dengan perkara yang sama di persidangan, kami mohon dengan sungguh-sungguh perlakuan yang sama. Mohon dipertimbangkan secara mendalam, ini sangat urgent bagi kami dalam melakukan pembelaan," ujarnya menambahkan.
Sementara itu, jaksa penuntut umum masih berpegang pada kebijakan awal dengan tetap melakukan persidangan secara virtual atau online.
"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Rutan terkait persidangan online. Terhadap perkara ini memang kebijakan kami masih diterapkan secara online dan majelis sudah menetapkan juga. Kami tetap dengan usulan pertama," ujar jaksa.
Ketua majelis hakim, Albertus Usada menyatakan pihaknya akan memberikan keputusan setelah mempertimbangkan berbagai hal dalam musyawarah hakim.
"Nanti majelis akan mengkaji lebih jauh. Dengan memperhatikan itu bahwa kembali ke spirit Perma persidangan elektronik, akan diserahkan dan kewenangan penuh dari majelis hakim setelah mempertimbangkan. Semua didasarkan pada rasio legis," kata Albertus.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa menerima suap sebesar US$77 ribu atau sekitar Rp1,12 miliar dan Rp24,62 miliar dari sejumlah perusahaan terkait izin budi daya lobster dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL).
Uang sebesar US$77 ribu diterima Edhy dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito. Sementara uang Rp24,6 miliar diterima dari Suharjito dan para eksportir benih lobster lainnya.
Edhy didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(ryn/fra)