Tanpa Pancasila, PP Standar Nasional Pendidikan Digugat di MA

CNN Indonesia
Selasa, 27 Apr 2021 18:09 WIB
Para penggugat keberatan Pancasila tak masuk kurikulum wajib dalam PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kelompok siswa, mahasiswa, hingga orang tua menggugat PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) di Mahkamah Agung, Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kelompok masyarakat yang terdiri dari siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), mahasiswa hingga orang tua siswa menggugat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) ke Mahkamah Agung (MA).

Para pemohon memberikan kuasa kepada Dr. Husdi Herman, S.H., M.M. Law Office untuk melakukan uji materi atas PP tersebut.

"Permohonan didaftarkan siang ini, kami sudah di MA," ujar kuasa hukum mewakili Dr. Husdi Herman, S.H., M.M. Law Office, Viktor Santoso Tandiasa, kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Selasa (27/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun pemohon masing-masing adalah Sharon Clarins Herman, mahasiswa pascasarjana FH UI (pemohon I); Ronaldo Heinrich Herman, mahasiswa pascasarjana FH UI (pemohon II); Nikita Johanie, mahasiswa S1 FH Universitas Kristen Indonesia (pemohon III).

Kemudian Alvanda Yazari Proklamethia, siswa SMK Yadika 6 (pemohon IV); dan Wisnu Prabawa selaku orang tua siswa SMP Negeri 6 Pondok Gede, Bekasi (pemohon V).

Viktor menjelaskan para pemohon keberatan dengan tidak dimasukkannya Pancasila menjadi kurikulum wajib dalam PP 57/2021.

"Padahal PP ini merupakan peraturan yang mengatur lebih lanjut (rigid) hal-hal yang sudah ataupun belum diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi," kata dia.

Viktor menerangkan dalam Pasal 36 ayat 3 UU 20/2003, Pancasila memang tidak tercantum dalam kurikulum.

Namun, menurut dia, dalam aturan itu memuat frasa 'dengan memperhatikan' yang merupakan frasa terbuka alias bukan pengaturan rigid. Hal ini berbeda dengan pengaturan dalam Pasal 35 ayat (3) UU 12/2012 yang menggunakan frasa 'wajib memuat mata kuliah' yang bersifat perintah.

"Artinya, PP 57/2021 sebagai peraturan perundang-undangan yang menindaklanjuti UU 20/2003 dan UU 12/2012, seharusnya mengatur secara rigid dengan mengatur Pendidikan Pancasila masuk dalam kurikulum wajib," tutur Viktor.

"Karena apabila kita cermati secara sistematis pengaturan dalam UU 20/2003, Pancasila sebagai Dasar Pendidikan Nasional sudah ditegaskan dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 2 UU 20/2003," lanjutnya.

Pemohon, ujar Viktor, meminta MA mengoreksi legalitas norma dalam ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf b PP 57/2021 terhadap frasa 'Pendidikan Kewarganegaraaan' karena bertentangan dengan Pasal 1 angka 2, Pasal 2 UU 20/2003, dan Pasal 2, Pasal 35 ayat (3) UU 12/2012 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila tidak dimaknai 'Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan'.

Selanjutnya, terhadap ketentuan 'Pendidikan Kewarganegaraan' dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b PP 57/2021 bertentangan dengan Pasal 35 ayat (3) UU 12/2012 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila tidak dimaknai 'Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan'.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, diketahui telah mengajukan permintaan revisi PP 57/2021 yang meminta Bahasa Indonesia dan Pancasila masuk kurikulum pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib.

Surat dengan nomor 25059/MPK.A/HK.01.01/2021 disampaikan kepada Presiden Joko Widodo, Jumat (16/4), tak lama usai Nadiem menuai kritik karena menghapus aturan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib di pendidikan tinggi.

(ryn/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER