8 Catatan ICW soal Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Aji

CNN Indonesia
Jumat, 30 Apr 2021 06:13 WIB
Penunjukan Indriyanto Seno Aji menjadi anggota Dewas KPK mengundang kritik dari ICW. Lembaga ini membuat daftar catatan rekam jejak Indriyanto.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik penunjukan Indriyanto Seno Adji sebagai anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggantikan Artidjo Alkostar.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan lembaganya meragukan komitmen dan rekam jejak Indriyanto dalam isu pemberantasan korupsi.

"ICW sedari awal sudah meragukan komitmen pemberantasan korupsinya," ujar Kurnia melalui pesan tertulis, Kamis (29/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kurnia menuturkan setidaknya ada delapan alasan yang melatarbelakangi kesimpulan tersebut. Pertama, Indriyanto dikenal sebagai figur yang cukup intens menggaungkan revisi Undang-undang KPK (UU KPK).

Padahal, menurut Kurnia, revisi tersebut justru jadi salah satu sumber pelemahan lembaga antirasuah.

Kedua, Kurnia menyoroti sikap Indriyanto ketika menjadi panitia seleksi (Pansel) pimpinan KPK. Saat itu, Guru Besar dari Universitas Krisnadwipayana itu mengabaikan pentingnya Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Padahal semestinya, kata Kurnia, Indriyanto memahami LHKPN merupakan standar menilai integritas penyelenggara negara.

Kemudian, Kurnia menganggap Indriyanto acap berseberangan dengan KPK. Hal ini terlihat saat gelombang desakan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pembatalan UU KPK yang disuarakan masyarakat.

"Indriyanto diketahui justru menolak usulan masyarakat itu dengan dalih belum ada kegentingan yang mendesak," ungkap Kurnia.

Kontras, ICW dan lembaga lain yang mendukung KPK termasuk masyarakat akan melakukan aksi. Aksi tersebut  dilakukan di depan Gedung KPK dengan tagline “Kami Tidak Takut. Jakarta, Selasa, 11 April 2017. Intimidasi dan teror yang dilakukan terhadap Novel Baswedan merupakan bentuk pelemahan KPK, intimidasi tersebut bukan yang pertama dilakukan kepada KPK saat menangani kasus besar. CNN Indonesia/Andry NovelinoKontras, ICW dan lembaga lain mendukung KPK mengusung tagline “Kami Tidak Takut" atas intimidasi dan teror ke Novel Baswedan. Jakarta, Selasa, 11 April 2017. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Keempat, Indriyanto disorot karena menganggap Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan tidak diperlukan. Sementara faktanya, menurut Kurnia, penuntasan perkara masih menyisakan tanya.

Kelima, Kurnia mengkritik Indriyanto yang berpendapat bahwa KPK tidak perlu mengambil alih penanganan perkara korupsi Djoko Tjandra. Indriyanto, tutur Kurnia, kala itu mengusulkan agar KPK sebatas melaksanakan koordinasi-supervisi.

"Keenam, pekan lalu Indriyanto juga mengomentari perihal hilangnya nama-nama politisi dalam surat dakwaan bansos. Saat itu, Indriyanto membenarkan langkah KPK tidak memasukkan nama-nama politisi itu," tutur Kurnia.

"Padahal, baik dalam pengakuan saksi di persidangan dan rekonstruksi KPK, telah secara klir menyebutkan bahwa politisi-politisi itu mengambil peran dan memiliki pengetahuan terkait pengadaan paket bansos," lanjutnya.

Alasan berikutnya, Indriyanto disebut cenderung menoleransi pelanggaran etik. Kurnia berujar hal itu terlihat saat yang bersangkutan meloloskan figur pelanggar etik, Firli Bahuri, menjadi pimpinan KPK.

Terakhir, Kurnia berpendapat bahwa Indriyanto memiliki rekam jejak anti-KPK. Itu terlihat saat ia memberikan bantuan hukum terhadap para tersangka kasus korupsi.

Beberapa di antaranya adalah mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh dan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani H Rais.

"Bahkan, selain dua nama itu, ia juga pernah menjadi kuasa hukum mantan Presiden Soeharto," pungkas Kurnia.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Jawaban Indriyanto Tanggapi Kritik

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER