Jokowi dan KPK di Pusaran Debat Muhammadiyah vs Ngabalin

CNN Indonesia
Jumat, 14 Mei 2021 12:02 WIB
Presiden Joko Widodo. (Foto: Biro Pers)
Jakarta, CNN Indonesia --

Salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Muhammadiyah, terlibat adu argumentasi sengit dengan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin. Ini dipicu oleh tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menyebabkan 75 pegawai KPK tak lolos alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Novel Baswedan dan sejumlah Kasatgas KPK yang sedang menggarap kasus besar, masuk daftar 75 pegawai KPK yang gagal TWK. Mereka dikenal bukan hanya sebagai sosok berintegritas dan berdedikasi melainkan juga mumpuni menangani pelbagai kasus korupsi, ada pula yang pernah menerima sejumlah penghargaan tinggi dari pemerintah.

Kritik pun tersorot ke lembaga antirasuah pimpinan Firli Bahuri. Masyarakat sipil menyebut TWK KPK sebagai instrumen melemahkan KPK.

Kritik juga datang dari ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama--melalui Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Lapkesdam PBNU--hingga Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqqodas bahkan langsung menyoroti komitmen Presiden Joko Widodo dalam pemberantasan korupsi.

Menurutnya, kasus 75 pegawai KPK gagal tes TWK menandai puncak dari upaya pelemahan lembaga tersebut, yang nyatanya terjadi di era pemerintahan Jokowi.

Busyro mengatakan KPK telah dilemahkan sejak Jokowi mengirim Surat Presiden ke DPR RI untuk merevisi UU KPK.

"Sejak UU KPK direvisi, dengan UU 19/2019, di tangan Presiden Jokowi lah KPK itu tamat riwayatnya. Jadi bukan dilemahkan, sudah tamat riwayatnya," kata Busyro saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (12/5).

Menurut Busyro, setelah surpres revisi UU KPK, sejumlah peristiwa memperlemah KPK, terjadi secara perlahan. Posisi KPK semakin lemah ketika dipimpin Firli dan terus melemah lewat TWK.

TWK KPK sendiri diatur dalam Peraturan Komisi (Perkom) KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang tata cara pengalihan status pegawai menjadi ASN. Perkom mensyaratkan sejumlah hal dalam alih status pegawai KPK menjadi ASN, salah satunya adalah pegawai KPK tidak terlibat ke dalam kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah.

Pasal 5 ayat (4) perkom itu juga mengatur pelaksanaan tes wawasan kebangsaan sebagai syarat alih status. Tes digelar KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Di sisi lain, Busyro yang juga mantan pimpinan KPK itu menilai TWK tidak sesuai amanat konstitusi dan Pancasila. Tes itu, kata Busyro, juga tidak relevan sebagai syarat alih status pegawai.

"LBH Muhammadiyah dari PP Muhammadiyah sampai wilayah-wilayah sudah resmi akan menjadi kuasa hukum bersama yang lain untuk kuasa hukum 75 orang itu," tuturnya.

"75 orang itu harus dipulihkan kembali. Kalau tidak dilakukan Presiden, maka di era Presiden ini betul-betul remuk," imbuh dia yang juga pernah memimpin Komisi Yudisial sebagai ketua (2005-2010).

Kritik keras Busyro direspons oleh Ngabalin. Dia bilang pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN sudah diatur PP Nomor 41 Tahun 2020. Menurutnya, TWK juga diatur jelas dalam peraturan tersebut.

Ia juga meyakinkan bahwa Presiden Joko Widodo tidak mengintervensi proses TWK. Ngabalin menyebut tudingan-tudingan itu sebagai fitnah terhadap Jokowi.

"Mereka menuduh bahwa proses TWK suatu proses diada-adakan karena di UU tidak ada rujukan pasal dan ayat tentang TWK. Ini orang-orang yang sebetulnya tidak saja tolol, tapi memang cara berpikir terbalik, otak-otak sungsang ini namanya," kata Ngabalin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (12/5).

Istana Bungkam, Status 75 Pegawai KPK Terancam


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :