Perwakilan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi melayangkan keberatan terhadap pimpinan KPK terkait surat keputusan (SK) penonaktifan pegawai yang gagal lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko menjelaskan pihaknya melayangkan keberatan setelah mencermati SK pimpinan nomor 652 tertanggal 7 Mei 2021 tentang hasil asesmen TWK pegawai yang tidak memenuhi syarat.
"Setelah membaca SK 652 dimaksud serta mencermati berbagai ketentuan hukum yang berlaku, dengan ini kami sampaikan keberatan atas SK 652," ujar dia kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Senin (17/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, soal TWK yang menjadi syarat alih status menjadi ASN. Sujanarko mengutip konsiderans huruf a dan b SK 652 yang pada pokoknya menyatakan penetapan hasil asesmen TWK yang tidak memenuhi syarat pengalihan pegawai KPK menjadi ASN didasarkan pada hasil TWK.
Hal itu disampaikan oleh BKN kepada KPK tanggal 27 April 2021. Sementara, dasar hukumnya adalah ketentuan Pasal 5 ayat 4 Peraturan KPK nomor 1/2021.
"Peraturan KPK nomor 1/2021 tidak pernah mensyaratkan kriteria dan menuntut kewajiban hukum pegawai untuk lulus maupun tidak lulus asesmen TWK, demikian pula tidak mengatur konsekuensi apapun dari lulus maupun tidak lulus TWK. Singkatnya, ketentuan Pasal 5 ayat 4 hanya mewajibkan pegawai KPK hadir dan mengikuti TWK," kata dia.
"Dengan demikian, seluruh keputusan dan tindakan administratif yang diterbitkan di luar ketentuan Peraturan KPK 1/2021, termasuk penetapan SK 652 Tahun 2021 tidak berdasarkan hukum," lanjutnya.
Poin keberatan selanjutnya adalah terkait sosialisasi TWK. Para pegawai, tutur Sujanarko, sudah berulang kali menanyakan konsekuensi jika tidak lulus TWK kepada Biro SDM, Kabiro Hukum dan Pimpinan KPK. Saat itu, jawabannya adalah tidak perlu khawatir mengenai asesmen TWK.
"Pernyataan pimpinan KPK, Biro SDM, Kabiro Hukum pada sosialisasi tersebut jelas menegaskan seolah tidak akan ada konsekuensi yang merugikan bagi pegawai," terang Sujanarko.
Poin keberatan berikutnya adalah terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara nomor: 70/PUU-XVII/2019 yang menyatakan pengalihan status menjadi ASN tidak boleh sedikit pun merugikan hak pegawai KPK.
"Pertimbangan hukum yang disampaikan Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari putusannya jelas berlaku mengikat sebagai hukum bagi semua pihak. Dengan demikian, SK 652 yang memerintahkan pegawai KPK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi," tambah Sujanarko.
Terakhir, poin putusan pada SK 652 yang meminta pegawai KPK menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan merupakan prosedur penjatuhan hukuman yang umumnya dikenakan terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin dan etik.
Sujanarko berpendapat perlakuan terhadap pegawai yang tak lolos TWK tidak bisa disamakan dengan pegawai yang melakukan pelanggaran hukum dan etik.
"Berdasarkan pertimbangan dan alasan hukum di atas, kami meminta agar pimpinan segera mencabut SK 652 dimaksud," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah memerintahkan KPK dan sejumlah lembaga berembuk untuk mencari solusi soal TWK ini. Ia juga meminta tes tersebut tak jadi alasan pemecatan pegawai.
(ain/ryn/ain)