Polri menegaskan tak segan melakukan serangkaian upaya penegakan hukum untuk merespons sejumlah konten TikTok terkait Palestina yang diduga memuat unsur dugaan penghinaan.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Ahmad Ramadhan menerangkan bahwa hal tersebut termasuk upaya penangkapan apabila konten yang tersebar berpotensi mengadudomba antarbangsa.
"Kalau yang sifatnya bisa mengadu domba bahkan menciptakan suasana yang bisa menjadikan kegaduhan itu bisa saja direktorat Siber melakukan penangkapan," kata Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (19/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menerangkan bahwa konten-konten yang bersifat ujaran kebencian antar personal yang biasanya tak akan ditindak oleh penyidik.
Hanya saja, kata dia, dalam beberapa kasus video TikTok tentang Palestina itu dapat malah membuat gaduh di tengah masyarakat bahkan sampai mengadu domba.
"Jadi harus dibedakan juga mana yang perlu mana juga yang sifatnya ini membahayakan apalagi mengadu domba bisa menciptakan perpecahan bangsa," tambahnya.
Ramadhan mengingatkan, fungsi Virtual Police atau polisi virtual ialah memberikan edukasi dan peringatan terhadap pemilik akun yang seringkali tak sadar telah memenuhi duga pelanggaran pidana.
Namun, upaya itu tak bisa diterapkan ke seluruh konten yang tersebar di jagat maya. "Virtual police itu sifatnya adalah memberikan peringatan juga memberikan edukasi terhadap postingan yang sifatnya ujaran kebencian," imbuh dia.
Dalam beberapa waktu ini, terjadi sejumlah kasus dugaan penghinaan dan penghasutan terkait situasi Palestina melalui platform TikTok.
Beberapa pembuat konten mengunggah video yang berisikan tarian disertai iringan suara yang memuat narasi dengan kata-kata umpatan dan penghasutan untuk membantai Palestina.
Contoh kasus terjadi di Nusa Tengara Barat (NTB). Seorang petugas kebersihan berinisial HL (23) ditangkap dan menjadi tersangka usai membuat konten serupa terkait penyerangan Palestina.
Delik yang dikenakan terhadap HL adalah pelanggaran Pasal 28 ayat 2 jo 45a (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) soal ujaran kebencian terkait SARA.