Jakarta, CNN Indonesia --
"Pancasila dengan kitab suci Alquran pilih mana?" demikian pertanyaan asesor kepada salah satu pegawai KPK yang mengikuti asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Asesmen tersebut digelar awal sampai akhir Maret 2021. KPK menggandeng BKN dalam melaksanakan proses alih status pegawai menjadi abdi negara. Asesmen dilakukan bertahap di Gedung BKN, Jakarta Timur.
Sebanyak 1.349 pegawai KPK yang mengikuti asesmen. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat dan 75 lainnya tak memenuhi syarat dalam asesmen TWK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BKN melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelejen Strategis (BAIS), Pusat Intelijen AD, hingga Dinas Psikologi AD (PsiAD) dalam menyusun soal hingga penilaian.
Sejumlah pegawai KPK tak tahu jika lembaga itu terlibat dalam asesmen. Mereka juga tak menerima informasi utuh terkait TWK ini saat sosialisasi tes dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri.
Kepala Satgas Pembelajaran Antikorupsi KPK, Hotman Tambunan mengatakan sejumlah pertanyaan pegawai, mulai dari tujuan TWK sampai konsekuensi dari tes tersebut tak dijawab terbuka.
"Waktu itu pimpinan yang memberikan sosialiasi, Bapak Firli Bahuri, sama sekali tidak memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut secara gamblang," kata Hotman kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Hotman mengatakan para pegawai juga mengajukan pertanyaan serupa melalui e-mail kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Lagi-lagi, pegawai tak mendapat penjelasan yang memadai.
 Hotman Tambunan, Kepala Satgas Pembelajaran Antikorupsi KPK yang tidak lolos TWK. Foto: CNN Indonesia/ Tri Wahyuni |
Menurut Hotman, informasi terkait pelaksanaan tes dan segala konsekuensinya seharusnya disampaikan terbuka saat sosialisasi. Ia menilai pelaksanaan tes tersebut tak adil dan cacat karena pimpinan KPK tertutup sejak awal.
"Setidaknya ada dua hal ya kenapa dia cacat. Pertama, dia cacat aspek legalitasnya, aspek hukumnya. Apakah TWK ini sesuai dengan yang diatur dengan peraturan di atasnya, UU 19/2019 dan PP 41/2020 karena di PP dan undang-undang tersebut tidak mensyaratkan adanya TWK. Lagi pula ini alih status, bukan lah seleksi," ujarnya.
"Harusnya tidak ada lagi hal-hal yang bersifat penghambat untuk pegawai menjadi ASN karena sifatnya adalah alih status," kata Hotman yang bergabung dengan KPK sejak 2005. Hotman merupakan salah satu pegawai yang dinyatakan tak lulus dalam TWK.
Asesmen TWK tak ada dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, begitu pula di Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai ASN.
TWK baru diatur dalam dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021. Dalam bab 3 tentang Mekanisme Pengalihan dan Penyesuaian, pasal 5 ayat 4 menyebutkan:
"Selain menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk memenuhi syarat ayat (2) huruf b dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara".
Penyidik KPK Novel Baswedan menyatakan seharusnya tak ada asesmen TWK dalam alih status menjadi ASN ini lantaran dua payung hukum yang lebih tinggi dari Perkom 1/2021 tak mengatur sama sekali.
Sementara itu sebelumnya Ketua BKN Bima Haria Wibisana mengatakan menyebut Indeks Moderasi Beragama (IMB) yang digunakan dalam pelaksanaan asesmen terhadap pegawai KPK ini tak main-main.
Bima menjelaskan serangkaian asesmen yang digunakan terhadap para pegawai lembaga antirasuah tersebut sama dengan tes yang digunakan dalam merekrut prajurit TNI AD.
Menurutnya, tes Indeks Moderasi Beragama (IMB 68) yang dipakai dalam asesmen, hingga kini dinilai sebagai tes wawasan terbaik saat ini.
"Yang memutuskan tim, karena test IMB 68 TNI-AD ini battery test wawasan kebangsaan terbaik yang ada saat ini," kata Bima.
"Semuanya tim asesor yang kompeten dan legitimate dari institusi negara," imbuhnya.
Ketua KPK Filri Bahuri menegaskan TWK ini bukan upaya untuk menyingkirkan pihak-pihak tertentu di KPK.
Tes yang dilakukan dengan instrumen yang sama, waktu pekerjaan sama, pertanyaan sama dan modul sama," kata Firli.
Novel menyebut Firli Bahuri memaksakan pelaksanaan TWK lewat Perkom 1/2021. Mantan anggota Polri itu pun mempertanyakan motif Firli yang ngotot menyisipkan poin tersebut pada akhir pembahasan.
Setelah menelusuri, kata Novel, ternyata TWK dilaksanakan saat proses rekrutmen. Sementara yang pihaknya alami adalah peralihan menjadi abdi negara.
Menurutnya, ada upaya pihak tertentu yang menggiring opini bahwa tes tersebut memiliki dasar hukum. Faktanya, TWK tak tertuang dalam UU KPK maupun PP alih status pegawai KPK menjadi ASN.
"Kalau dikatakan terkait dengan UU ASN, UU ASN itu tidak mengatur soal peralihan, yang ada hanya rekrutmen," ujar Novel kepada CNNIndonesia.com.
Novel mengatakan metodologi dalam TWK ini juga bermasalah. Menurutnya, terdapat kaidah-kaidah dalam setiap pelaksanaan asesmen. Namun, kata dia, TWK tersebut tak memenuhi kaidah asesmen pada umumnya.
Selain itu, kata Novel, soal dan pertanyaan dalam asesmen TWK tersebut juga tak relevan dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Pertanyaan yang diajukan justru lebih ke ranah pribadi.
"Bahkan ada yang mengatakan begini, Pancasila dengan kitab suci Alquran pilih mana? Kan ini pertanyaannya konyol ya. Saya pikir itu membenturkan begitu, tentunya orang-orang yang melakukan itu orang-orang yang tidak berwawasan kebangsaan. Dan itu bahaya," ujarnya
"Jadi ini sudah salah, sudah banyak permasalahan di awal, sepertinya permasalahan itu didesain sedemikian rupa saling berkaitan, secara formal bermasalah, dan ternyata sudah salah, salah, salah, dan salahnya itu juga menentang atau membangkang perintah presiden. komplit lah sudah," kata Novel.
Intelijen Terlibat TWK KPK
Sementara fungsional pada Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Benydictus Siumlala menduga TWK ini digunakan sebagai alat untuk menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang kritis. Beny, sapaan akrabnya, pun mempertanyakan TWK ini asesmen atau bukan.
Menurutnya, asesmen berbeda dengan tes. Asesmen, kata Beny, dipakai untuk memetakan kemampuan dan kekurangan seorang pegawai dengan mengukur kinerja selama dua tahun ke belakang.
Lewat asesmen pula, seseorang bisa diketahui lebih cocok bekerja di bidang apa untuk ke depannya.
"Berbeda dengan tes yang konsekuensi logisnya lulus dan tidak lulus. Jadi, jenis kelamin yang diberikan juga tidak jelas," kata Beny kepada CNNIndonesia.com.
Beny ingat saat sosialisasi asesmen TWK oleh Firli Bahuri bersama kepala biro SDM dan Hukum KPK. Saat itu banyak pertanyaan soal konsekuensi pegawai yang tak lulus dalam TWK.
Menurutnya, sampai akhir sosialisasi tak ada jawaban pasti dari Kabiro SDM, Kabiro Hukum maupun dari Firli Bahuri.
"Kami cuma diberikan jawaban, kira-kira kayak gini, 'kalian ini kan pegawai KPK, masa kayak gitu aja enggak lulus. Kalian kan orang Indonesia juga, harusnya sudah berwawasan kebangsaan. Lalu dikatakan juga, 'Enggak usah takut dulu lah, yang penting belajar dulu. Enggak perlu minder, pasti lulus semua'," kata Beny.
"Itu kemudian memunculkan pertanyaan baru juga bagi kami, kalau lulus semua ngapain dites," ujarnya menambahkan.
Beny juga baru mengetahui ada keterlibatan lembaga lain, seperti BIN dan BAIS setelah tes berlangsung. Ia hanya tahu Dinas Psikologi Angkatan Darat terlibat saat tes tertulis dilaksanakan.
"Jadi, dari lima lembaga yang diajak, tiga itu intelijen semua. Jadi, kami merasa jangan-jangan dianggap sama dengan teroris dan narkoba sampai harus diginikan," katanya.
Selain itu, kata Benny, pihaknya sampai hari ini belum menerima hasil TWK KPK yang sudah diterima pimpinan KPK sejak akhir April 2021. Menurutnya, ini semakin menguatkan tak ada transparansi dalam pelaksanaan alih status menjadi ASN.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan pihaknya tak main-main dalam melaksanakan TWK tersebut. Menurutnya, serangkaian asesmen ini sama dengan tes yang digunakan dalam merekrut prajurit TNI AD.
Bima memastikan tes tersebut diputuskan bersama oleh sejumlah lembaga yang terlibat seperti BNPT, Pusintel AD, DisPsiAD, serta BAIS, dan BIN. Mereka termasuk berperan sebagai asesor.
"BKN enggak main-main melaksanakan TWK ini. Semuanya tim asesor yang kompeten dan legitimate dari institusi negara" ujar Bima lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (27/5).
Meski mendapat kritik dari sejumlah kalangan, termasuk pegawai KPK, pelantikan tetap berjalan pada 1 Juni kemarin. Sebanyak 1.271 pegawai KPK yang lolos TWK dilantik menjadi ASN. Sementara 75 pegawai KPK, termasuk Novel, Hotman, dan Beny tak jelas nasibnya.