Novel menyebut Firli Bahuri memaksakan pelaksanaan TWK lewat Perkom 1/2021. Mantan anggota Polri itu pun mempertanyakan motif Firli yang ngotot menyisipkan poin tersebut pada akhir pembahasan.
Setelah menelusuri, kata Novel, ternyata TWK dilaksanakan saat proses rekrutmen. Sementara yang pihaknya alami adalah peralihan menjadi abdi negara.
Menurutnya, ada upaya pihak tertentu yang menggiring opini bahwa tes tersebut memiliki dasar hukum. Faktanya, TWK tak tertuang dalam UU KPK maupun PP alih status pegawai KPK menjadi ASN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dikatakan terkait dengan UU ASN, UU ASN itu tidak mengatur soal peralihan, yang ada hanya rekrutmen," ujar Novel kepada CNNIndonesia.com.
Novel mengatakan metodologi dalam TWK ini juga bermasalah. Menurutnya, terdapat kaidah-kaidah dalam setiap pelaksanaan asesmen. Namun, kata dia, TWK tersebut tak memenuhi kaidah asesmen pada umumnya.
Selain itu, kata Novel, soal dan pertanyaan dalam asesmen TWK tersebut juga tak relevan dengan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Pertanyaan yang diajukan justru lebih ke ranah pribadi.
"Bahkan ada yang mengatakan begini, Pancasila dengan kitab suci Alquran pilih mana? Kan ini pertanyaannya konyol ya. Saya pikir itu membenturkan begitu, tentunya orang-orang yang melakukan itu orang-orang yang tidak berwawasan kebangsaan. Dan itu bahaya," ujarnya
"Jadi ini sudah salah, sudah banyak permasalahan di awal, sepertinya permasalahan itu didesain sedemikian rupa saling berkaitan, secara formal bermasalah, dan ternyata sudah salah, salah, salah, dan salahnya itu juga menentang atau membangkang perintah presiden. komplit lah sudah," kata Novel.
Sementara fungsional pada Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Benydictus Siumlala menduga TWK ini digunakan sebagai alat untuk menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang kritis. Beny, sapaan akrabnya, pun mempertanyakan TWK ini asesmen atau bukan.
Menurutnya, asesmen berbeda dengan tes. Asesmen, kata Beny, dipakai untuk memetakan kemampuan dan kekurangan seorang pegawai dengan mengukur kinerja selama dua tahun ke belakang.
Lewat asesmen pula, seseorang bisa diketahui lebih cocok bekerja di bidang apa untuk ke depannya.
"Berbeda dengan tes yang konsekuensi logisnya lulus dan tidak lulus. Jadi, jenis kelamin yang diberikan juga tidak jelas," kata Beny kepada CNNIndonesia.com.
Beny ingat saat sosialisasi asesmen TWK oleh Firli Bahuri bersama kepala biro SDM dan Hukum KPK. Saat itu banyak pertanyaan soal konsekuensi pegawai yang tak lulus dalam TWK.
Menurutnya, sampai akhir sosialisasi tak ada jawaban pasti dari Kabiro SDM, Kabiro Hukum maupun dari Firli Bahuri.
"Kami cuma diberikan jawaban, kira-kira kayak gini, 'kalian ini kan pegawai KPK, masa kayak gitu aja enggak lulus. Kalian kan orang Indonesia juga, harusnya sudah berwawasan kebangsaan. Lalu dikatakan juga, 'Enggak usah takut dulu lah, yang penting belajar dulu. Enggak perlu minder, pasti lulus semua'," kata Beny.
"Itu kemudian memunculkan pertanyaan baru juga bagi kami, kalau lulus semua ngapain dites," ujarnya menambahkan.
Beny juga baru mengetahui ada keterlibatan lembaga lain, seperti BIN dan BAIS setelah tes berlangsung. Ia hanya tahu Dinas Psikologi Angkatan Darat terlibat saat tes tertulis dilaksanakan.
"Jadi, dari lima lembaga yang diajak, tiga itu intelijen semua. Jadi, kami merasa jangan-jangan dianggap sama dengan teroris dan narkoba sampai harus diginikan," katanya.
Selain itu, kata Benny, pihaknya sampai hari ini belum menerima hasil TWK KPK yang sudah diterima pimpinan KPK sejak akhir April 2021. Menurutnya, ini semakin menguatkan tak ada transparansi dalam pelaksanaan alih status menjadi ASN.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan pihaknya tak main-main dalam melaksanakan TWK tersebut. Menurutnya, serangkaian asesmen ini sama dengan tes yang digunakan dalam merekrut prajurit TNI AD.
Bima memastikan tes tersebut diputuskan bersama oleh sejumlah lembaga yang terlibat seperti BNPT, Pusintel AD, DisPsiAD, serta BAIS, dan BIN. Mereka termasuk berperan sebagai asesor.
"BKN enggak main-main melaksanakan TWK ini. Semuanya tim asesor yang kompeten dan legitimate dari institusi negara" ujar Bima lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (27/5).
Meski mendapat kritik dari sejumlah kalangan, termasuk pegawai KPK, pelantikan tetap berjalan pada 1 Juni kemarin. Sebanyak 1.271 pegawai KPK yang lolos TWK dilantik menjadi ASN. Sementara 75 pegawai KPK, termasuk Novel, Hotman, dan Beny tak jelas nasibnya.
(tim/fra)