Sementara itu, Kepala Satgas Pembelajaran Antikorupsi KPK, Hotman Tambunan mengatakan pimpinan KPK tak transparan terkait hasil TWK. Menurutnya, setelah sebulan lebih hasil tes diserahkan BKN kepada KPK, pihaknya belum menerima hasil tersebut.
Hotman sama seperti Puput dan Novel yang tak memenuhi syarat untuk menjadi ASN. Ia belum tahu alasan mengapa dirinya dan 74 lainnya tak lulus TWK.
Pimpinan KPK, kata Hotman, juga tak pernah meminta 75 pegawai bertemu untuk menjelaskan hasil tes tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau mereka peduli, harusnya menjelaskan dan bertemu dengan 75 pegawai ini. Pimpinan seperti cuci tangan. Mereka lempar ke BKN dan Menpan," ujar Hotman kepada CNNIndonesia.com.
Hotman juga belum tahu apakah namanya masuk dalam 51 orang yang sudah tak bisa bergabung dengan KPK alias masuk kategori 'merah'. Ia tak mendapat surat apapun usai Wakil Ketua KPK Alexander Marawata mengumumkan 51 pegawai sudah tak bisa dibina dan 24 lainnya masih mungkin menjadi ASN.
Menurutnya, pimpinan KPK sangat tertutup terhadap hasil TWK. Hotman menyebut sebagai lembaga antikorupsi, KPK seharusnya memberikan contoh kepada instansi lain terkait transparansi.
Hotman mengingatkan korupsi terjadi ketika tak ada transparansi dan akuntabilitas. Ia menganggap wajar muncul kecurigaan TWK alih status menjadi ASN ini untuk menyingkirkan orang-orang tertentu.
"Ini tujuannya apa tes TWK ini dan dalam rangka apa? Apakah ini, misalnya, menyasar orang-orang tertentu? Itu jadi muncul kecurigaan-kecurigaan seperti itu karena ketiadaan informasi yang jelas pada pelaksanaan awal TWK ini," ujarnya.
Menurutnya, pengumuman yang telah dilakukan pimpinan KPK bersama BPK telah menyakitkan para pegawai tak lulus TWK. Selain itu, keputusan terkait 51 pegawai tak bisa dibina dan 24 pegawai masih bisa menjadi ASN lewat pendidikan ulang juga sebagai penghinaan.
"Mereka telah memberikan stempel anti-Pancasila, anti Undang-undang Dasar 45, anti-NKRI, anti-Bhineka Tunggal Ika. Itu dasarnya apa? Ini seperti menghidupkan litsus di zaman Orba dengan menggunakan tes wawasan kebangsaan," ujarnya.
Sementara Fungsional pada Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Benydictus Siumlala menyebut TWK hanya akal-akalan menyingkirkan pegawai yang dianggap membahayakan Firli Bahuri.
Pria yang akrab disapa Beny itu menyebut Firli lah yang ngotot untuk menerapkan TWK dalam alih status pegawai KPK menjadi ASN. Alhasil, kata dia, TWK dipakai untuk memecat pegawai yang dianggap berbahaya.
Beny menyebut sebanyak tujuh dari 14 kepala satuan tugas penyidik independen di KPK tak lulus TWK. Menurutnya, kasatgas ini adalah orang-orang yang selama ini menangani kasus korupsi besar.
"Seperti Simulator SIM, rekening gendut, bansos, benur, dan lain-lain. Jadi, memang, saya pribadi menilai enggak salah kalau kami menilai ini memang sudah setting-an, namanya sudah ada. Tinggal caranya apa, akhirnya mereka nemu lah caranya pakai TWK," katanya.
Beny sudah tak percaya perkataan Firli. Menurutnya, segala ucapan Firli yang mengaku akan membantu 75 pegawai KPK hanya omong kosong. Sampai hari ini tak ada tindakan Firli untuk menyelamatkan pihaknya.
"Jadi, ketika dia bilang di media bahwa dia mau menyelematkan 'adik-adik saya', bagi saya omong kosong aja. Karena semua ini dia yang memulai," ujarnya.
Sementara itu Ketua KPK Firli Bahuri membantah TWK tersebut untuk menyingkirkan sejumlah orang.
"Enggak ada upaya menyingkirkan siapapun," ujarnya, Selasa (1/6) usai pelantikan pegawai KPK sebagai ASN.
Firli mengatakan tes dilakukan dengan instrumen, waktu pekerjaan, pertanyaan dan modul yang sama.
"Hasilnya memenuhi syarat 1.271, yang enggak memenuhi 75. Semua dikatakan sesuai syarat dan mekansime dan prosedur," katanya.
(yla/ryn/fra)