Jakarta, CNN Indonesia --
Tri Artining Putri, menjadi salah satu pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Perempuan yang akrab disapa Puput itu mengikuti tes bersama 1.348 pegawai KPK lainnya di Gedung Badan Kepegawaian Negara (BKN), Jakarta Timur, awal Maret 2021 lalu.
Puput saat ini menjabat sebagai spesialis Hubungan Masyarakat Muda di Biro Humas KPK. Namun, ia harus menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan karena dinonaktifkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya, kata Puput, ada sosialisasi yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri bersama jajarannya. Namun, sosialisasi tersebut tak menjawab sejumlah pertanyaan pegawai terkait asesmen TWK ini.
"Intinya kami dibilang enggak usah belajar, enggak usah menghafalkan apapun, istirahat yang cukup, maka akan lulus karena lahir di Indonesia dan tinggal di Indonesia," kata Puput kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Tak beberapa lama usai sosialisasi tersebut, BKN mengirim e-mail kepada seluruh pegawai KPK terkait pelaksanaan TWK. Namun, Biro SDM KPK memberitahu agar tak melakukan pengisian data terlebih dahulu.
Puput heran BKN sudah memiliki e-mail seluruh pegawai KPK, sementara Biro SDM mengatakan belum ada koordinasi lebih lanjut. Tak lama kemudian, Biro SDM baru meminta para pegawai untuk melakukan registrasi.
Para pegawai langsung mengikuti arahan Biro SDM untuk mengisi data diri dan mencetak kartu peserta asesmen TWK KPK. Asesmen ini terdiri dari tes tertulis dan wawancara.
Puput ingat saat sebelum tes rekannya mencari tahu terkait TWK. Saat itu, rekan-rekannya menemukan bahwa TWK ini berisi soal sejarah bangsa, penerapan Pancasila, hingga kehidupan bernegara.
Dari pencarian itu juga diketahui TWK terkait dengan Indeks Moderasi Bernegara (IMB). Saat ditelusuri, model tes IMB ini pernah diikuti oleh Enzo Zenz Allie, calon prajurit TNI AD yang diisukan terkait dengan HTI.
[Gambas:Video CNN]
Puput mengaku sempat enggan mengikuti tes tersebut. Namun, rekannya meminta agar dirinya tetap ikut. Mereka berbondong-bondong datang ke Gedung BKN, Cililitan, Jakarta Timur. Tes tertulis berupa pilihan ganda dan esai dilakukan paling awal.
Para pegawai KPK berada di dalam sebuah ruangan yang cukup besar. Mereka tetap dilarang membawa handphone, buku, dan perlengkapan lainnya. Masing-masing hanya diizinkan membawa pensil. Dalam tes pertama ini, kata Puput, para pengawas memperkenalkan diri berasal dari Angkatan Darat (AD).
Di kertas yang dibagikan juga tertulis Dinas Psikologi AD (PsiAD). Puput baru tahu TWK ini melibatkan institusi militer. Salah satu soal yang mengusik Puput adalah terkait pernyataan, "Semua orang China sama saja".
"Nah waktu selesai tes, pulangnya aku ketemu temanku yang etnis China. Terus aku bilang, dia juga udah selesai. Dia bilang; 'ada gue ya di soal?' gitu loh. Tapi memang itu nempel banget sama teman-teman," ujar Puput.
 Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi Infografis Jejak Pelemahan KPK Era Jokowi |
Selain itu, kata Puput, soal dalam tes esai juga membuatnya bertanya-tanya. Pasalnya, dalam soal ini para peserta dihadapkan pada sejumlah pernyataan terkait kasus Rizieq Shihab, HTI, FPI, DI/TII, PKI, Papua, hingga LGBT.
"Dari hampir 200 soal yang kita kerjain, itu cuma satu pertanyaan soal korupsi tapi itu juga enggak spesifik tapi pertanyaannya itu soal korupsi, kolusi, nepotisme (KKN)," katanya.
Selang beberapa hari kemudian, Puput dan para pegawai KPK lainnya mengikuti tes wawancara. Tes masih berlangsung di Gedung BKN. Namun, kali ini masing-masing pegawai berada di ruang terpisah.
TWK KPK Lecehkan Perempuan....
Puput bercerita para pegawai diminta masuk ke ruangan yang telah ditentukan. Di ruangan itu terdapat satu sampai dua asesor yang mewawancarai pegawai KPK. Para asesor tak ada yang mengenalkan diri.
Menurutnya, karena tes dilakukan bergilir, pegawai KPK ada yang mengetahui lebih awal isi pertanyaan saat wawancara dari pegawai yang lebih dahulu menjalani tes tersebut.
"Rata-rata pada cerita soal ada tuh yang keluar cerita soal dia ditanya soal; kenapa umur di atas 30 belum menikah? terus, masih ada hasrat atau tidak? Lalu dituduh, jangan-jangan LGBT?" ujar Puput.
"Terus ditanya, 'ya udah mau jadi istri kedua saya enggak? Nikah sama saya mau enggak?' Terus di ujungnya dia dengan mudah ngomong; 'eh mbak, jangan diambil hati ya tadi saya cuman bercanda'," katanya menambahkan.
Puput menyebut pertanyaan seperti itu jika dipetakan diterima oleh pegawai yang bekerja di bagian administrasi dan para pegawai tidak tetap. Namun, ia mengaku juga menerima pertanyaan yang tak masuk akal.
"Pertanyaan yang agak aneh ada dua, 'mau terima donor darah dari agama lain atau enggak?' dan ngucapin hari raya ke umat agama lain atau enggak?' Itu yang aku dapat," ujar Puput.
Hal serupa diungkap penyidik KPK Novel Baswedan. Menurutnya, sejumlah pertanyaan saat tes wawancara melecehkan perempuan. Seperti pertanyaan apakah mau melepas jilbab.
Salah seorang asesor bahkan menyatakan apabila tak mau melepas jilbab, pegawai KPK perempuan itu egois dan tak mau memilih kepentingan negara.
"Mana ada kepentingan negara yang harus memerintahkan perempuan membuka jilbab dan tidak ada aturannya, tidak ada yang melarang, dan harusnya diapresiasi karena dalam rangka ketaatan menjalankan ibadahnya," ujar Novel kepada CNNIndonesia.com.
Novel mengatakan pertanyaan-pertanyaan dalam tes ini juga tak meyakinkan. Ia mengaku sudah beberapa kali mengikuti tes serupa, seperti saat masuk Akabri dan menjadi pegawai tetap KPK. Dari tes tersebut, Novel mengaku tak ada masalah.
"Dan kawan-kawan yang lain juga banyak begitu. Terus kemudian ketika distigmakan seolah-olah ada masalah, itu kan justru tuduhan yang serius ya," katanya.
Novel menjadi pegawai tetap KPK setelah memutuskan keluar dari Polri pada 2012 lalu. Ia kini menjadi salah satu pegawai yang tak lolos untuk beralih menjadi ASN. Novel menduga ada upaya sistematis untuk menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas dan bekerja sungguh-sungguh dalam memberantas korupsi.
Penyidik KPK yang kehilangan satu matanya itu tak habis pikir pegawai KPK yang memiliki prestasi seperti mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko juga ikut dicap 'merah'. Menurutnya, Sujanarko merupakan sosok yang dihormati pegiat antikorupsi dalam dan luar negeri.
Selain itu, Sujanarko juga pernah mendapat penghargaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, lewat tes ini Sujanarko dicap tak memiliki wawasan kebangsaan dan anti-Pancasila.
"Oleh karena itu saya dan kawan-kawan melaporkan perilaku-perilaku itu ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, juga ke Ombudsman, akan ditelusuri, Karena orang-orang punya motif seperti itu jangan diberi kesempatan untuk bisa berbuat di kemudian hari, dan tidak boleh juga dimaklumi," ujar Novel.
Cuci Tangan Pimpinan KPK...
Sementara itu, Kepala Satgas Pembelajaran Antikorupsi KPK, Hotman Tambunan mengatakan pimpinan KPK tak transparan terkait hasil TWK. Menurutnya, setelah sebulan lebih hasil tes diserahkan BKN kepada KPK, pihaknya belum menerima hasil tersebut.
Hotman sama seperti Puput dan Novel yang tak memenuhi syarat untuk menjadi ASN. Ia belum tahu alasan mengapa dirinya dan 74 lainnya tak lulus TWK.
Pimpinan KPK, kata Hotman, juga tak pernah meminta 75 pegawai bertemu untuk menjelaskan hasil tes tersebut.
"Kalau mereka peduli, harusnya menjelaskan dan bertemu dengan 75 pegawai ini. Pimpinan seperti cuci tangan. Mereka lempar ke BKN dan Menpan," ujar Hotman kepada CNNIndonesia.com.
Hotman juga belum tahu apakah namanya masuk dalam 51 orang yang sudah tak bisa bergabung dengan KPK alias masuk kategori 'merah'. Ia tak mendapat surat apapun usai Wakil Ketua KPK Alexander Marawata mengumumkan 51 pegawai sudah tak bisa dibina dan 24 lainnya masih mungkin menjadi ASN.
Menurutnya, pimpinan KPK sangat tertutup terhadap hasil TWK. Hotman menyebut sebagai lembaga antikorupsi, KPK seharusnya memberikan contoh kepada instansi lain terkait transparansi.
Hotman mengingatkan korupsi terjadi ketika tak ada transparansi dan akuntabilitas. Ia menganggap wajar muncul kecurigaan TWK alih status menjadi ASN ini untuk menyingkirkan orang-orang tertentu.
"Ini tujuannya apa tes TWK ini dan dalam rangka apa? Apakah ini, misalnya, menyasar orang-orang tertentu? Itu jadi muncul kecurigaan-kecurigaan seperti itu karena ketiadaan informasi yang jelas pada pelaksanaan awal TWK ini," ujarnya.
Menurutnya, pengumuman yang telah dilakukan pimpinan KPK bersama BPK telah menyakitkan para pegawai tak lulus TWK. Selain itu, keputusan terkait 51 pegawai tak bisa dibina dan 24 pegawai masih bisa menjadi ASN lewat pendidikan ulang juga sebagai penghinaan.
"Mereka telah memberikan stempel anti-Pancasila, anti Undang-undang Dasar 45, anti-NKRI, anti-Bhineka Tunggal Ika. Itu dasarnya apa? Ini seperti menghidupkan litsus di zaman Orba dengan menggunakan tes wawasan kebangsaan," ujarnya.
Sementara Fungsional pada Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Benydictus Siumlala menyebut TWK hanya akal-akalan menyingkirkan pegawai yang dianggap membahayakan Firli Bahuri.
Pria yang akrab disapa Beny itu menyebut Firli lah yang ngotot untuk menerapkan TWK dalam alih status pegawai KPK menjadi ASN. Alhasil, kata dia, TWK dipakai untuk memecat pegawai yang dianggap berbahaya.
Beny menyebut sebanyak tujuh dari 14 kepala satuan tugas penyidik independen di KPK tak lulus TWK. Menurutnya, kasatgas ini adalah orang-orang yang selama ini menangani kasus korupsi besar.
"Seperti Simulator SIM, rekening gendut, bansos, benur, dan lain-lain. Jadi, memang, saya pribadi menilai enggak salah kalau kami menilai ini memang sudah setting-an, namanya sudah ada. Tinggal caranya apa, akhirnya mereka nemu lah caranya pakai TWK," katanya.
Beny sudah tak percaya perkataan Firli. Menurutnya, segala ucapan Firli yang mengaku akan membantu 75 pegawai KPK hanya omong kosong. Sampai hari ini tak ada tindakan Firli untuk menyelamatkan pihaknya.
"Jadi, ketika dia bilang di media bahwa dia mau menyelematkan 'adik-adik saya', bagi saya omong kosong aja. Karena semua ini dia yang memulai," ujarnya.
Sementara itu Ketua KPK Firli Bahuri membantah TWK tersebut untuk menyingkirkan sejumlah orang.
"Enggak ada upaya menyingkirkan siapapun," ujarnya, Selasa (1/6) usai pelantikan pegawai KPK sebagai ASN.
Firli mengatakan tes dilakukan dengan instrumen, waktu pekerjaan, pertanyaan dan modul yang sama.
"Hasilnya memenuhi syarat 1.271, yang enggak memenuhi 75. Semua dikatakan sesuai syarat dan mekansime dan prosedur," katanya.