Buku Karl Marx Ragam Kejanggalan Pegawai KPK Lolos TWK

CNN Indonesia
Rabu, 02 Jun 2021 09:01 WIB
Penyidik KPK yang dinyatakan memenuhi syarat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) mengungkapkan kejanggalan dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).
Penyidik KPK lainnya, Mu'adz D'Fahmi menilai pertanyaan dalam TWK justru tak berhubungan dengan wawasan kebangsaan. Ilustrasi (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Wahyu juga turut menerima pertanyaan aneh dari asesor terkait guru dan pengajian yang dirinya ikuti. Ia mengaku bingung dengan pertanyaan tersebut. Wahyu pun menjawab dirinya sekolah Islam sejak Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Hal konyol lainnya adalah ketika membahas mengenai komunisme. Wahyu berkelakar pada momen itu ia seperti menceramahi asesor mengenai Karl Marx.

Karl Marx adalah salah satu pemikir awal yang merumuskan konsep dan teori tentang komunisme. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mulanya, ia menjelaskan perihal pendapatnya tentang PKI yang pada pokoknya sudah dibubarkan melalui keputusan presiden dan dilarang lewat ketetapan MPRS.

Selanjutnya, kata Wahyu, salah seorang asesor mengalihkan dengan menyimpulkan bahwa ia setuju jika buku-buku Karl Marx dilarang di Indonesia.

"Saya bilang, 'enggak bisa, Pak'. Kita harus lihat bahwa ajaran Karl Marx itu bukan hanya tentang komunis. Ada ajaran lain yang menurut saya juga penting buat perkembangan hukum, ekonomi, tidak hanya buat Indonesia bahkan dunia. Kalau kita kesulitan mencari bacaan tentang itu, malah repot," katanya.

"Saya jujur saja pas TWK itu ayah saya baru meninggal. Tes Senin, ayah saya meninggal hari Sabtu, Minggu makamin. Jadi, antara saya capek dan nuansa kebatinan, ya, jadi saya jawabnya, keluarlah kalimat itu, 'Makanya buku itu dibaca pak jangan cuma dibakar'," ujar Wahyu.

Berdasarkan perkembangan yang terus terjadi, ia menilai TWK merupakan alat untuk menyingkirkan orang-orang tertentu di KPK. Ia bahkan tidak mengetahui indikator-indikator apa saja yang menyatakan dirinya memenuhi syarat menjadi ASN.

"Awalnya saya enggak mau curiga cuma makin ke sini arahnya jadi jelas, yang 75 ditarget," katanya.

Terkait Wawasan Kebangsaan Minim

Penyidik KPK lolos TWK lainnya, Mu'adz D'Fahmi mengaku sudah mempersiapkan diri dengan mempelajari materi-materi wawasan kebangsaan di sela menyidik kasus korupsi.

"Saya baca, karena sebelum itu teman-teman nge-share, ada pdf, presentasi lah, sampai 100 halaman lebih pdf-nya," kata Mu'adz saat berbincang dengan CNNINdonesia.com.

Namun, ia merasa bingung ketika dihadapkan langsung dengan TWK yang justru tidak berhubungan dengan wawasan kebangsaan. Menurutnya, tak ada soal yang berkaitan dengan Pancasila.

"Yang saya pahami awal-awal tes psikologi, terakhir kemudian tes esai ini yang agak berbeda. Tes esai itu saya lupa berapa soal, seingat saya yang terkait dengan wawasan kebangsaan cuma satu, tentang Pancasila dan asas bernegara," ujarnya.

Selebihnya, Mu'adz mengaku diminta mengisi pendapat terkait FPI, kasus Rizieq Shihab, narkoba, hingga LGBT. Ia menyimpulkan kalau TWK digunakan untuk mencari nilai radikalisme karena melibatkan Dinas Psikologi TNI AD.

"Saya enggak tahu materi itu apakah masuk tentang wawasan kebangsaan, tapi kalau mencari tentang radikalisme mungkin agak sesuai," kata lulusan jurusan tafsir hadi UIN Syarif Hidayatullah.

Senada dengan cerita pegawai lainnya, ia juga dihadapkan dengan dua asesor yang tidak memperkenalkan diri saat tes wawancara. Pun pelaksanaan wawancara tidak direkam.

Di proses itu, ia mengaku dikejar dengan pertanyaan apakah kecewa dengan revisi Undang-undang KPK dan pimpinan terpilih.

"Kalau saya pribadi ini kan menghadapi orang luar, salah satu kewajiban saya secara pribadi, apa pun kekurangan yang ada, saya harus tutupi," kata Mu'adz.

Ia sangat menentang keputusan pimpinan KPK yang menonaktifkan 75 pegawai karena dinilai tak lolos TWK. Menurutnya, sejumlah nama dari daftar tersebut merupakan mereka yang berintegritas dan penuh dedikasi dalam pekerjaannya memberantas korupsi.

"Kalau masalah integritas, saya kenal betul loh orang-orang macam Novel Baswedan, Sujanarko, Harun Al Rasyid, Giri Suprapdiono. Ini saya kenal betul orang-orang ini. Karena sejak awal-awal KPK berdiri saya sudah mengenal mereka," ujarnya.

"Untuk masalah kebangsaan dan Pancasila, loh mereka itu bekerja demi NKRI dan itu perjuangannya enggak main main, apalagi isunya korupsi," kata Mu'adz.

(ryn/fra)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER