Nadiem Soroti Pekerja dari Kampus, Puan Sindir Menara Gading
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengakui serapan tenaga kerja dari lulusan perguruan tinggi (PT) di Indonesia masih rendah.
Sementara, kata dia, tantangan mulai dari distribusi teknologi, otomatisasi dunia kerja, hingga beragam jenis pekerjaan baru mulai bermunculan di tanah air.
"Kita harus mengakui bahwa tingkat serapan lulusan PT di dunia kerja memang masih rendah. Sampai Februari 2021, komposisi tenaga kerja hasil lulusan dari PT hanya 10,18 persen," kata Nadiem saat memberikan sambutan dalam acara daring yang disiarkan melalui kanal YouTube Universitas Indonesia, Rabu (2/6).
Nadiem pun memahami banyak muncul kekhawatiran dari orang tua dan mahasiswa itu sendiri perihal pekerjaan selepas lulus dari universitas. Untuk itu, ia mengklaim program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang dibesutnya itu mampu membantu menangani masalah itu.
Eks bos GoJek itu menyebut program MBKM secara umum memberikan hak belajar bagi mahasiswa program sarjana dan sarjana terapan selama tiga semester di luar program studi, serta hak belajar di luar kampus selama dua semester.
Menurutnya, mahasiswa akan memiliki keterampilan baru dan kemandirian dalam berpikir dan bertindak. Untuk itu, ia mengajak mahasiswa untuk memanfaatkan program MBKM dengan magang di perusahaan atau NGO, pertukaran pelajar, mengajar di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T).
"Program MBKM menggarisbawahi kemerdekaan peserta didik untuk mengaktualisasi diri secara maksimal sesuai minatnya," kata dia.
Terkait program MBKM, Nadiem sebelumnya juga telah menawarkan bantuan dana hingga ratusan miliar Rupiah untuk perguruan tinggi vokasi yang ingin membangun start up atau perusahaan rintisan bersama industri.
Dana padanan kampus vokasi atau matching fund vokasi termasuk dalam program Kampus Merdeka Vokasi yang Nadiem luncurkan pada Selasa (25/5) lalu.
Dalam acara yang sama, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta perguruan tinggi tidak hanya berada di menara gading. Ia ingin setiap kampus memperhatikan dan berkontribusi untuk masyarakat sekitar di lingkungan asal masing-masing melalui inovasi.
"Kita tidak ingin institusi pendidikan tinggi hanya menjadi seperti pabrik gelar-gelar akademis," kata dia, dalam sambutannya, Rabu (2/6).
Puan lantas meminta setiap mahasiswa dan pengajar untuk kembali meneladani arti yang dimaksud dari Tri Dharma perguruan tinggi. Yakn pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat.
"Institusi PT tidak bisa hidup hanya di dalam batasan dinding-dinding kampung, atau di dalam menara gading. Melainkan harus hidup di tengah masyarakat," imbuhnya.
Puan kemudian mewanti-wanti agar kampus mampu beradaptasi secara cepat dengan perkembangan zaman. Dia mencontohkannya dengan kegiatan di masa pandemi yang banyak dilakukan secara daring.
"Yang terjadi bukan saja pergantian generasi secara biologis, tapi pergantian gaya hidup, jenis kerja, dan pandangan terhadap identitas diri," ujar Puan.
Pembelajaran Hibrida
Terpisah, Universitas Padjadjaran (Unpad) akan menerapkan sistem pembelajaran hibrida alias kombinasi tatap muka dan daring pada semester ganjil 2021/2022.
Rektor Unpad Rina Indiastuti mengatakan hal ini merupakan tahap pertama dalam peta jalan Unpad menuju Hybrid University.
"Kita sedang menyongsong masa depan, digitalisasi di mana-mana. Dalam rangka mengadopsi teknologi informasi, maka Unpad masa depan akan diselenggarakan dengan cara hybrid," kata dia, dalam keterangannya, Selasa (1/6).
Sejalan dengan hasil survei yang dilakukan Direktorat Kemahasiswaan dan Hubungan Alumni Unpad, yaitu sekitar 77,7 persen responden mahasiswa menginginkan untuk berkunjung ke kampus di masa pandemi Covid-19. Sebanyak 68,3 persen responden menginginkan proses pembelajaran tatap muka.
Unpad juga akan membuka kegiatan pembelajaran tatap muka di dalam kampus secara terbatas. Menurut Rina, ada sejumlah kriteria yang ditetapkan.
Yakni, kesediaan dosen pengampu, urgensi mata kuliah yang memerlukan kegiatan tatap muka, hingga kesediaan mahasiswa, kondisi kesehatan mahasiswa, dan izin orang tua menjadi beberapa kriteria yang ditetapkan sebelum menggelar pembelajaran tatap muka.
"Untuk mahasiswa dari luar kota dibolehkan selama kompetensi mata kuliahnya tidak bisa ditinggalkan, kemudian sehat dan ada izin orang tua," ujarnya.
(khr/hyg/arh)