Selama hampir 7 jam Rapat Kerja Komisi I DPR dengan Kementerian Pertahanan berlangsung tertutup pada awal Juni lalu. Sebagian legislator Senayan mempertanyakan Prabowo Subianto, sang Menteri Pertahanan, soal rencana utang asing guna membeli alat utama sistem senjata (alutsista) senilai US$124 miliar atau setara Rp 1.750 triliun.
Saat sesi pemaparan, Prabowo hanya mempresentasikan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) K/L dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) K/L Kementrian Pertahanan tahun 2022. Prabowo tidak menyinggung soal polemik anggaran jumbo alutsista yang terkuak di publik.
Pada sesi pendalaman, barulah anggota Komisi I Fraksi Golkar Nurul Arifin menanyakan rencana belanja alutsista senilai Rp 1.750 triliun yang tertuang dalam draf Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan TNI Tahun 2020-2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara anggota Komisi I Fraksi PAN Farah Puteri Nahlia mempertanyakan mengapa anggaran sebesar itu harus dihabiskan selama 2,5 tahun sampai 2024.
Saat dikonfirmasi CNN Indonesia.com, Farah mengatakan fraksinya menilai anggaran sebesar itu belum terencana secara matang.
"Anggaran tersebut berisiko membuat utang Indonesia bertambah besar. Jadi seharusnya setiap pembiayaan negara perlu dihitung konsekuensi logis dan rasionalisasi penggunaannya," kata dia.
Hal itu yang membuat Fraksi PAN menolak rencana utang tersebut.
Legislator lainnya Effendi Simbolon, dari fraksi PDIP mencecar Prabowo soal dasar hukum skema pinjaman luar negeri melalui Peraturan Presiden (Perpres). Saat dikonfirmasi, Effendi membenarkan hal tersebut.
"Saya tanya ke Menhan pengadaan Alpahankam apakah cukup dengan Perpres menjadi payung hukum selama 25 tahun. Apa jaminannya pemerintahan setelah Pak Jokowi akan mematuhi kebijakan pembayaran utang?"
Menurutnya, Perpres sebagai dasar hukum tidak kuat dan akan membebani pemerintahan berikutnya setelah Presiden. Effendi bahkan mengingatkan jajaran eselon satu Kemhan untuk berhati-hati agar tidak menjerumuskan sang Menteri.
Menjawab pertanyaan itu, Prabowo diketahui memamerkan slide presentasi model pembiayaan pembayaran cicilan dari rencana utang asing tersebut. Di antaranya proyeksi soal cicilan US$55,7 miliar per tahun guna membayar utang asing tersebut.
Dia juga menegaskan modernisasi alat utama sistem persenjataan adalah hal yang mendesak dan harus segera dilakukan. Berbagai peralatan tempur yang digunakan tiga matra pertahanan negara, yakni TNI AL, AU, dan AD sudah cukup tua dan mendesak diganti.
"Banyak alutsista kita sudah tua, sudah saatnya, memang mendesak harus diganti," kata Prabowo.
Di sisi lain, Prabowo juga diduga membandingkan pembiayaan itu dengan model pendanaan MRT.
CNN Indonesia.com telah menghubungi Juru Bicara Menhan Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak namun dia enggan mengkonfirmasi jawaban Prabowo di rapat tersebut.
Sementara Effendi Simbolon membenarkan jawaban Prabowo, namun menurutnya hal tersebut tidak bisa dibandingkan. "Proyek MRT kan proyek infrastruktur, sementara pengadaan alutsista ini kan proyek berbeda. Tidak bisa disamakan begitu."
Di antara anggota Komisi I Fraksi Gerindra, hanya Rachel Maryam yang membela Prabowo.
Menurut Rachel penjelasan Prabowo sudah tepat terkait rencana belanja alutsista senilai Rp 1.750 triliun. Kader Gerindra ini balik mempertanyakan pihak yang sengaja mempermasalahkan rencana pinjaman luar negeri tersebut.
Menurut Rachel, jika skema ini berhasil akan menjadi warisan yang baik dari Prabowo dan Presiden Jokowi.
![]() |
Saat dikonfirmasi, Rachel Maryam membenarkan pernyataannya di dalam rapat. "Semua pasti membela Pak Prabowo tapi kebetulan saya yang mewakili teman teman dari Fraksi Gerindra".
Selain anggaran jumbo alutsista, keberadaan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) turut disorot politikus Senayan. Diketahui, PT TMI mencuat setelah rencana utang asing untuk pembelian senjata mencuat ke permukaan.
Dalam dokumen PT TMI yang diperoleh CNN Indonesia.com tercatat lima nama kader Partai Gerindra menduduki berbagai jabatan penting di perusahaan tersebut. Mereka di antaranya adalah Glenny Kairupan, Yudi Magio Yusuf, Prasetyo Hadi, dan Angga Raka Prabowo.
Walaupun demikian, PT Teknologi Militer Indonesia (PT TMI) membantah keterlibatan mereka dalam rencana Kementerian Pertahanan memborong alutsista senilai seribu triliun rupiah tersebut.
Melalui pernyataan yang disampaikan oleh Corporate Secretary PT TMI Wicaksono Adi, mereka mengatakan tak mendapatkan satu kontrakpun dari Kementerian Pertahanan terkait rencana pengadaan itu.
"PT TMI tidak ditugaskan untuk pembelian atau pengadaan oleh Kementerian Pertahanan," katanya dalam pernyataan yang dikeluarkan di Jakarta, Selasa (1/6) ini.
Sebelum Rapat Kerja Komisi I DPR pada awal Juni, , Prabowo mengundang seluruh Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Komisi I ke kediamannya di Kertanegara Jakarta Selatan, Senin 31 Mei 2021.
Disuguhi menu tongseng wagyu, nasi padang dan kopi hambalang, Prabowo menjamu mitra kerjanya selama 3,5 jam.
Pertemuan tersebut dihadiri Ketua Komisi I Meutya Hafid, Wakil Ketua Komisi Abdul Kharis, Bambang Kristiono dan perwakilan sembilan Kapoksi.
Selain itu hadir pula Wakil Menteri Pertahanan Herindra serta Sekjen Kemenhan.
Prabowo diduga menerangkan rencana skema pembelanjaan alutsista sebesar Rp1.750 triliun.
Anggota Komisi I Fraksi PPP Syaifullah Tamliha yang hadir di kediaman Prabowo membantah pertemuan tersebut sebagai forum lobi antara Kemhan dan Komisi I.
"Itu halal bihalal biasa, kalau ada ngobrol ngobrol sambil makan ya biasa. Justru kami ingin memastikan kepada Pak Prabowo untuk hadir hari Rabu di rapat Komisi I dan menjelaskan ke teman teman anggota yang lain."
Meskipun banyak yang mempertanyakan strategi Prabowo memperkuat alutsista dengan skema utang, Komisi I tetap diketahui mendukung agar Kemhan segera menyerahkan rancangan induk pertahanan untuk penguatan dan peremajaan alutsista.
Di sisi lain, Syaifullah membenarkan hasil kesimpulan rapat tertutup. "Semua fraksi mendukung karena Pak Prabowo kan bagian dari koalisi, tidak ada yang menolak."
(asa)