Sementara itu menanggapi tudingan kisruh di KPK saat ini, terutama TWK, dengan agenda politik 2024, Juru Bicara lembaga antirasuah Ali Fikri itu menyatakan terlalu jauh.
Hal tersebut disampaikan merespons pernyataan mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah yang menyebut pelaksanaan TWK tak terlepas dari agenda politik 2024.
"Terlalu jauh jika mengkaitkan pelaksanaan TWK bagi seluruh pegawai tetap maupun tidak tetap KPK ini dengan kontestasi politik 2024," kata Plt Juru Bocara KPK Ali dalam keterangannya, Senin (7/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ali menyatakan sebagai lembaga penegak hukum, KPK tak akan menabrak ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Menurutnya, independisi merupakan hal mutlak bagi setiap lembaga penegak hukum, tak terkecuali KPK.
"Hingga saat ini Independensi itu masih menjadi prinsip kerja kami sebagaimana amanat UU KPK," ujarnya.
Lebih lanjut, Ali mengatakan KPK tak pernah melihat latar belakang sosial maupun politik dalam menangani kasus korupsi. Menurutnya, penanganan kasus hanya mengacu pada kecukupan alat bukti sesuai aturan hukum.
Selain itu, kata Ali, KPK juga tak hanya menangani penindakan korupsi, tetapi juga memiliki tugas pencegahan, monitoring, koordinasi, supervisi, hingga pendidikan dalam memberantas korupsi.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS), Mardani Ali Sera, menilai analisa yang disampaikan Febri Diansyah bisa dikatakan memang memiliki kebenaran.
Menurut Mardani KPK yang tidak independen bisa menjadi alat yang efektif untuk menjatuhkan kandidat di Pemilu 2024 mendatang.
"Semua analisa punya kemungkinan benar. KPK yang tidak independen dapat menjadi alat yang efektif untuk menjatuhkan satu atau lebih kandidat," kata Mardani kepada CNNIndonesia.com, Senin.
Dia menjelaskan, analisa Febri tersebut berpotensi membuat kontestasi Pemilu 2024 berlangsung tidak adil. Berangkat dari itu, Mardnai menyatakan bahwa upaya menyingkirkan sebanyak 75 pegawai KPK harus dilawan agar tidak menjadi preseden buruk bagi instansi lain.
"Apapun, penyingkiran 75 yang pegawai KPK adalah langkah yang harus dilawan karena bisa jadi preseden dilakukan pada lembaga atau proses di tempat lain," ucapnya.
![]() |
Sementara itu Ketua Majelis Kehormatan Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan Febri memiliki hak berpendapat, dan tudingan bahwa KPK jadi alat politik bukanlah dugaan baru. Dia pun menyinggung saat Anas Urbaningrum yang kala itu Ketua Umum Demokrat menjadi tersangka KPK pada 2013 silam.
"Pak Febri tentu punya hak berpendapat, ini negara demokrasi. Tudingan KPK jadi alat politik bukan hal baru. Waktu Pak Anas Urbaningrum dipersangkakan, juga ada narasi pengusutan tersebut kental nuansa polittik sampai muncul istilah nabok nyilih tangan," kata Habib kepada wartawan, Senin.
Dia yang juga anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra itu mengatakan tidak mau berasumsi hanya berdasarkan prasangka. Habib pun mengajak semua pihak untuk mengawal dan berdoa agar KPK tetap bekerja maksimal seperti setahun terakhir.
Menurutnya, kegiatan KPK seperti pencegahan, edukasi, dan penindakan selama dipimpin Firli Bahuri berjalan dengan baik.
Terkait nasib 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK dalam rangka alih status menjadi ASN, Habiburokhman mengatakan keputusan yang dibuat saat ini belum final. Dia yang juga Waketum Partai Gerindra itu pun berharap kemungkinan untuk merumuskan solusi terkait masalah itu masih terbuka.
"Jika pihak terkait bisa duduk bersama, kita masih berpeluang merumuskan solusi konkret bagaimana menyelamatkan 75 orang tanpa perlu mendiskreditkan pimpinan KPK," tutur Habiburokhman.