Pemerintah Provinsi Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) protes pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua hanya fokus pada dua pasal.
Ketentuan yang dibahas dalam revisi regulasi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua itu terkait dana otsus yang tertuang di Pasal 34 serta pemekaran wilayah di Pulau Papua di Pasal 76.
"Saya anggap sangat sayang momen yang terbaik ini kita hanya memberikan [merevisi] dua pasal," kata Asisten II Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Papua, Mohammad Musa'ad kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut banyak aspek lain dalam RUU Otsus Papua yang harus diperbaiki. Seperti, ia mencontohkan, persoalan infrastruktur, hubungan instansi dari daerah hingga pusat, hingga hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Itulah kepentingan kita datang ke MPR untuk menyampaikan ini, nanti secara tertulis kita sampaikan," ujar dia.
Hal senada disampaikan Ketua MRP, Timotius Murib. Dia bahkan mengusulkan evaluasi harus dilakukan terhadap keseluruhan ketentuan UU Otsus Papua yang berjumlah 79 pasal, sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo.
"Menurut rakyat Papua, semua pasal itu perlu dievaluasi sesuai dengan arahan Presiden pada 11 Februari 2020," kata Timotius.
Selain itu, dia juga mengkritik proses RUU Otsus Papua yang tak melibatkan MRP dan DPRP. Padahal, menurutnya, Pasal 77 UU Otsus Papua menyebutkan bahwa amendemen berdasarkan usulan rakyat Papua melalui MRP dan DPRP.
"MRP mempertanyakan mekanisme yang sedang dilakukan hari ini, menurut MRP melanggar konstitusi kita," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Panitia Khusus Otsus Papua dari DPRP, Thomas Sondegau menegaskan RUU Otsus Papua harus mengedepankan kepentingan rakyat Papua, dan tak boleh hanya mengutamakan kepentingan politik di tingkat pusat.
"Kami tetap warga Republik Indonesia, tetapi mari dulu lihat kepentingan rakyat Papua. Aspirasi dari rakyat Papua tetap kita akan dorong," kata Thomas.
Menyikapi masukan tersebut, senator asal Papua sekaligus Ketua MPR for Papua, Yorris Raweyai menyampaikan pihaknya bakal meneruskan aspirasi tersebut ke pihak terkait. Ia berharap, usulan yang disampaikan MRP dan DPRP didengar oleh para pengambil kebijakan.
"MPR adalah bagaimana bisa memfasilitasi untuk aspirasi ini bisa didengar oleh presiden secara langsung," ujar Yorris.
Sebelumnya, Ketua Pansus RUU Otsus Papua, Komarudin Watubun, mengatakan pihaknya tengah berusaha menyelesaikan RUU Otsus Papua tepat waktu. Menurutnya, RUU Otsus Papua ditargetkan bisa disahkan pada Juli 2021.
"Kalau sesuai jadwal kerja kita, awal Juli itu sudah disahkan [revisi UU Otsus Papua] karena ini ada kaitan dengan regulasi untuk dana APBN 2022," kata Komarudin kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/6).
Ia menerangkan, pihaknya akan mengundang sejumlah kementerian atau lembaga lagi untuk meminta pandangan ihwal implementasi UU Otsus Papua selama ini.
(mts/pmg)