Poin-poin Krusial RKUHP: Hina Presiden hingga Kumpul Kebo

CNN Indonesia
Selasa, 15 Jun 2021 11:42 WIB
Setidaknya ada 12 poin bahasan krusial dalam rancangan UU KUHP yang diusulkan diubah/ dihapus, mulai dari penghinaan terhadap presiden hingga penodaan agama.
Pengunjuk rasa membentangkan bendera merah putih di tengah ricuh gelombang penolakan RUU KUHP pada 2019 di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

6. Pasal tentang Advokat Curang

Menurut Markus, Pasal terkait advokat curang menuai kontroversi karena banyak yang membaca bagian awalnya saja. Di mana ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V menjadi pembuka kalimat.

"Karena rumusan Pasalnya menggunakan ancaman pidana dulu kemudian kualifikasi deliknya atau sifat perbuatannya lalu menjelaskan perbuatan yang dilarang," kata dia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam Pasal 282 KUHP, kualifikasi advokat curang yaitu: a. mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya; atau b. memengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.

7. Pasal Penodaan Agama

Markus menerangkan Pasal terkait penodaan agama menuai kontroversi karena tidak jelas pengertian dari penodaan itu sendiri.

"Ini sudah dicarikan jalan keluar yang dimaksud dengan penodaan agama misalnya menghina keagungan Tuhan, sifat-sifatNya. Sifat-sifat-Nya ini adalah merendahkan sifat Tuhan, kitab suci, nabi atau rasul yang dapat menyebabkan keresahan di lingkungan umat beragama yang bersangkutan. Jadi, saya kira dengan adanya penjelasan soal pengertian penodaan ini, kontroversi sudah bisa diakhiri," imbuh Markus.

Penodaan agama ini diatur dalam Pasal 304 dan Pasal 305 RUU KUHP. Pasal 304 RUU KUHP berbunyi: "Setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V."

Massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jawa Barat bentrok dengan petugas kepolisian saat aksi unjuk rasa di Depan Gedung DPRD Jawa Barat, Senin (23/9/2019). Aksi tersebut menuntut Pemerintah Indonesia khususnya Presiden untuk mencabut UU KPK yang baru, menolak RKHUP, dan RUU Pemasyarakatan yang dianggap mematikan keadilan di Indonesia. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/foc.Massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jawa Barat bentrok dengan petugas kepolisian saat aksi unjuk rasa menolak UU KPK dan RUU KUHP di Depan Gedung DPRD Jawa Barat, Senin (23/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Novrian Arbi

Sedangkan Pasal 305 RUU KUHP, berbunyi:

(1). Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan tulisan atau gambar, atau memperdengarkan suatu rekaman, termasuk menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304, dengan maksud agar isi tulisan, gambar, atau rekaman tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

(2) Jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang sama maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

8. Pasal Penganiayaan Hewan

Pasal tentang ini menimbulkan kontroversi karena tidak jelas perumusan mengenai kodrat hewan. Tim perumus, terang Markus, memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan kodrat adalah kemampuan hewan secara alamiah.

Dalam Pasal 342 ayat (1) disebutkan ancaman pidana satu tahun penjara dan pidana denda paling banyak kategori II bagi setiap orang yang:
a. menggunakan dan memanfaatkan hewan di luar kemampuan kodratnya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan, keselamatan, atau menyebabkan kematian hewan;
b. memberikan bahan atau obat-obatan yang dapat membahayakan kesehatan hewan; atau
c. memanfaatkan bagian tubuh atau organ hewan untuk tujuan yang tidak patut.

Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Sumsel Melawan menyelamatkan diri saat terlibat bentrok dengan aparat keamanan saat melakukan aksi di luar gedung DPRD Sumatera Selatan, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (24/9/2019). Aksi untuk menolak pengesahan RUU KUHP dan menolak UU KPK tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Mushaful Imam/wpa/ama.Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Sumsel Melawan menyelamatkan diri saat terlibat bentrok dengan aparat keamanan saat melakukan aksi protes RUU KUHP di luar gedung DPRD Sumatera Selatan, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (24/9/2019). ANTARA FOTO/Mushaful Imam/wpa/ama.

9. Pasal tentang Alat Penggugur Kandungan

Tim perumus memberikan penjelasan terhadap ketentuan mempertunjukkan alat pencegah kehamilan dan alat pengguguran kandungan yang termuat dalam Pasal 414-Pasal 416 RUU KUHP. Sebab, ketentuan ini dikhawatirkan dapat menjerat relawan yang menggencarkan sosialisasi Keluarga Berencana (KB).

"Kemudian ini diberikan suatu penjelasan bahwa ketentuan Pasal 416 tidak ditujukan bagi orang dewasa melainkan untuk memberikan perlindungan kepada anak agar terbebas dari seks bebas. Jadi, di sini juga ada pengecualian jika dilakukan untuk program KB, pencegahan penyakit menular, kepentingan pendidikan dan untuk ilmu pengetahuan jika dilakukan diatur Pasal 416," ucap Markus.

10. Pasal Perzinahan dan Kumpul Kebo

Markus menerangkan Pasal tentang perzinahan dan kumpul kebo hadir sebagai bentuk penghormatan terhadap lembaga perkawinan. Tidak ada satu pun agama di Indonesia yang membolehkan perzinahan.

"Tidak dikaitkan dengan persoalan perkawinan seperti di KUHP dan dirumuskan sebagai delik aduan. Dan dibatasi hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampaknya yaitu suami-istri atau anaknya," ujarnya.

11. Pasal tentang Gelandangan

Pasal yang mengatur mengenai sanksi bagi gelandangan, menurut Markus, masih tetap dipertahankan.

"Yang dipersoalkan adalah soal sanksinya. kemudian sanksi denda ini bisa dialternatifkan nanti dengan pidana pengawasan/ kerja sosial," tandasnya.

Ini terkait dengan Pasal 431 RUU KUHP yang menyatakan bahwa setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

Ribuan mahasiswa memadati Jalan Gerbang Pemuda menuju depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (30/9/2019)). Aksi mahasiswa ini untuk mendesak DPR membatalkan revisi UU KUHP dan UU KPK..  ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama.Ribuan mahasiswa penolak RUU KUHP memadati Jalan Gerbang Pemuda menuju depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (30/9/2019)). ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama.

12. Pasal Perkosaan

Markus berujar terdapat perluasan terkait dengan perkosaan dalam RUU KUHP. Dalam Pasal 479 ayat 3, disebutkan yang termasuk ke dalam kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, yakni memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain.

Selain itu, ada tambahan pemberatan hukuman berupa pidana 15 tahun penjara jika korban perkosaan adalah anak-anak.

"Pasal 479 juga mengatur mengenai pemberatan apabila korbannya adalah anak-anak, memaksa anak melakukan hubungan seksual dengan orang lain yang mengakibatkan luka berat atau mati," pungkas Markus.

(ryn/gil)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER