HUT DKI JAKARTA KE-494

Ancaman Gunung Sampah Bantar Gebang untuk Jakarta

CNN Indonesia
Selasa, 22 Jun 2021 09:31 WIB
TPST Bantargebang yang makin menggunung dinilai masuk fase kritis, DKI pun diminta menciptakan solusi pengolahan sampah yang tak merusak lingkungan.
Gubernur DKI Anies Baswedan melakukan groundbreaking ITF Sunter, Kamis (20/12/2018). Sejauh ini, pembangunan proyek tersebut mangkrak dari target semula. (Foto: CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati)

Asep menuturkan Pemprov DKI setidaknya memiliki tiga strategi terkait pengelolaan sampah di Jakarta, yakni strategi di hulu, tengah, dan hilir. Tidak ada solusi membuka lahan baru.

Di hulu, Pemprov tengah menggencarkan kampanye kepada masyarakat untuk memilah sampah sejak dari rumah. Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga meluncurkan program Jakarta Sadar Sampah.

"Kita sudah ada Pergub 77 tahun 2020 itu sudah dibentuk lembaga pengelola sampah tingkat RW, dan saat ini sedang dilakukan ujicoba di 147 RW. Jadi di hulu kita gencar ajak masyarakat untuk pilah sampah, membangun bank sampah, ada TPS 3R," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan pengelolaan di hulu, beban sampah yang setiap harinya dibawa ke Bantargebang dapat dikurangi.

"Pilot project di pesanggrahan itu, sekarang sudah hampir 2.500 KK (kepala keluarga) yang melakukan pilah sampah, itu bisa mereduksi sampah sampai 65 persen. Jadi hanya 35 persen yang dibuang ke Bantargebang," ujar Anies.

Strategi di tengah, yakni pembangunan empat fasilitas pengolahan sampah antara (FPSA) atau Intermediate Treatment Facility (ITF).

Pengolahan sampah dilakukan melalui perubahan bentuk, komposisi, karakteristik dan volume sampah dengan menggunakan teknologi pengolahan sampah yang diklaim tepat guna dan ramah lingkungan.

"Mengelola sampahnya jadi listrik. Di Sunter itu mengelola 2.200 ton sampah, menghasilkan listrik 34 megawatt. Dari sampah jadi energi," ujarnya.

Namun hingga 2021, proses pembangunan empat ITF yang direncanakan belum juga dimulai. Jika pun telah dimulai, proses pembangunan diperkirakan memakan waktu tiga tahun.

"Memang strategi di tengah belum jalan, penugasan pak Gubernur pada dua BUMD DKI untuk bangun ITF itu saat ini sedang berproses, belum final, dan memang ini pembangunan ini konstruksi bisa tiga tahun," kata dia.

Selagi menunggu ITF, Pemprov juga akan membangun fasilitas serupa berskala mikro di wilayah Tebet, Jakarta Selatan, yang akan dimulai beberapa bulan ke depan.

"Jadi kita coba mudah-mudahan kalau berhasil bisa direplikasi, paling tidak bisa mulai mengurangi sampah. Model nya sama dengan ITF, cuma kecil. Hanya 50-100 ton per hari. Kalau ITF itu skala di atas 1.000 (ton) semua," ujarnya.

Selanjutnya, lanjut dia, strategi di hilir atau di Bantar Gebang, DKI pada tahun ini akan membangun dua fasilitas pengolahan sampah. Satu fasilitas untuk mengolah sampah lama, dan satu fasilitas lagi untuk mengolah sampah baru.

Strategi ini diharapkan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan menambah ruang baru.

"Tumpukan sampah lama itu kita olah 1.000 ton per hari, dan sampah baru yang masuk sekitar 7.700, kita coba olah 1.000 ton. Diolah jadi Refuse Derived Fuel (RDF) yang bisa dipergunakan untuk pabrik semen sebagai pengganti batu bara," ujarnya.

Untuk pengolahan skala kecil, Asep menyebut Pemprov telah memilikinya. Sementara, fasilitas skala besar tengah disiapkan proses pembangunannya.

"Insyaallah, kalau empat ITF jadi, paling tidak bisa mengelola hampir 7.400-7.800 ton [total sampah warga DKI per hari]," ujar Asep.

Masalah Baru

Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan kian menipisnya lahan di Bantar Gebang merupakan akibat dari pemerintah Provinsi DKI yang tidak bisa mengelola sampah.

"Betul memang bahwa Bantar Gebang itu kapasitas sudah tidak mumpuni, dan wacana itu sudah disampaikan oleh pemerintah. Tetapi kan wacana ini disampaikan, tujuan pemerintah agar membangun ITF," kata dia.

Pihaknya menolak rencana pembangunan ITF lantaran itu akan memunculkan masalah baru di Jakarta, yaitu pencemaran udara. Selain itu, juga menyalahi undang-undang.

Infografis Perjanjian DKI dan Kota Bekasi soal TPST BantargebangInfografis Perjanjian DKI dan Kota Bekasi soal TPST Bantargebang. (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

"ITF itu bukan hasil pengelolaan sampah sesuai Undang-Undang, karena sampah di UU dilarang dibakar, ITF kan dibakar. Walaupun dimasukkan Perda DKI itu dipaksain sama mereka," ujar Tubagus.

Pasal 29 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk "membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah."

Ia lebih lanjut merekomendasikan sejumlah hal kepada Pemprov DKI. Di antaranya, perbaikan tempat penampungan sampah (TPS) yang menggunakan sistem reuse, reduce, recyle atau TPS 3R di hulu.

"Kan mereka (Pemprov) sudah punya kebijakan larangan kantong plastik sekali pakai, nah, itu dievaluasi dong sama mereka, bagaimana prosesnya," ucap dia.

Pemerintah  pun, katanya, harus mendorong agar pengelolaan sampah dibebankan pada produsen sampah itu sendiri.

"Di pusat, ada peraturan tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen, meskipun itu tidak ambisius. Harusnya pemerintah mendorong supaya produsen itu tidak lagi menggunakan pembungkus produk yang dari bahan plastik, mulai gunakan ramah lingkungan atau mereka kelola," tutup dia.

(yoa/arh)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER