Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy tak menampik pemerintah akan menggunakan pendekatan paksaan atau coercive power dalam penanganan pandemi covid-19 perlu dilakukan kepada masyarakat.
"Adakalanya pendekatan coercive (paksaan) juga perlu, masyarakat harus ditegasi dulu agar bisa menumbuhkan kesadaran," kata Muhadjir dalam keterangan tertulis, Selasa (22/6).
Coercive Power (kekuasaan paksa), selama ini kerap diartikan sebagai kekuasaan yang didasari karena kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, kata dia, tak selalu penanganan coercive ini mesti diterapkan. Pendekatan dengan cara menumbuhkan kesadaran dengan perlahan juga tak kalah penting dilakukan.
Yang jelas, kata dia, dua pendekatan ini yakni pendekatan paksaan dan kesadaran akan lebih baik jika diterapkan secara beriringan.
"Bagus itu penyadaran, tapi dua-duanya tentu harus beriringan," katanya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini juga menyebut perubahan paradigma dan pembentukan karakter memang perlu dilakukan dengan pendekatan yang tepat.
Pandemi Covid-19 menurut Muhadjir juga bisa menjadi momentum untuk mengubah paradigma masyarakat ini. Selain mampu meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan, juga dapat membentuk karakter, terutama jiwa kedisiplinan.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu pun mengklaim telah banyak perilaku positif yang dilakukan masyarakat seiring dengan pandemi yang belum juga berakhir. Meski memang di lapangan masih ada segelintir orang yang tidak taat dengan protokol kesehatan.
"Memang masih ada di lapangan yang tidak disiplin prokes (protokol kesehatan), tidak mau taat peraturan, protes, itu perlu waktu," kata dia.
Jumlah kasus Covid di Indonesia terus mengalami lonjakan. Hingga Senin (21/6) jumlah kasus Covid di Indonesia menembus angka di atas dua juta. Pemerintah mengambil keputusan untuk memperketat kebijakan PPKM mikro untuk menghalau laju penularan Covid.