Alasan Positivity Rate Antigen Lebih Rendah dari PCR

CNN Indonesia
Kamis, 24 Jun 2021 08:13 WIB
Satgas menyebut alasan positivity rate dengan antigen lebih rendah dari PCR karena tak semua daerah memakai antigen untuk deteksi kasus
Petugas mengambil sampel tes antigen. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menjelaskan alasan positivity rate atau rasio kasus positif warga terpapar covid-19 melalui rapid test antigen jauh lebih rendah dari hasil pemeriksaan tes polymerase chain reaction (PCR) alias tes swab.

Anggota Bidang Tracking Satgas Penanganan Covid Masdalina Pane mengatakan, rendahnya positivity rate lantaran tak semua daerah di Indonesia menggunakan rapid test antigen sebagai alat diagnostik kasus covid-19. Artinya, data yang dilaporkan hanya dari daerah yang menggunakan rapid test antigen sebagai alat diagnostik kasus.

"Jadi rapid test antigen sebenarnya pada wilayah A dan B bukan merupakan alat diagnostik," kata Masdalina saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (23/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data per 22 Juni 2021 menunjukkan, dari jumlah pemeriksaan sebanyak 70.742 orang dengan rincian 24.987 PCR, 45.250 rapid test antigen, dan 505 Tes Cepat Molekuler (TCM). Didapatkan 12.076 kasus positif harian datang dari pemeriksaan PCR, 509 dari antigen, dan 248 dari TCM.

Dari temuan itu, dilihat bahwa persentase PCR menemukan kasus positif covid-19 sebanyak 51,62 persen. Sementara rapid test antigen yang jumlahnya lebih banyak hanya menyumbang 1,12 persen temuan kasus warga positif covid-19.

Masdalina menjelaskan bahwa sejauh ini ada tiga kategori wilayah yang ditetapkan, yakni A, B, dan C.

Wilayah yang masuk pada kategori A merupakan daerah yang laboratoriumnya memiliki kemampuan mengeluarkan hasil PCR kurang dari 1 x 24 jam. Kemudian wilayah B yang kemampuan hasil PCR nya 2 x 24 jam dan wilayah C yang hasil PCR nya melebihi 2 x 24 jam.

Untuk wilayah A, tes diagnostik yang digunakan adalah PCR. Wilayah B diagnostik menggunakan rapid test antigen, dan apabila reaktif dilanjutkan PCR tes.

Kemudian wilayah C diagnostik cukup menggunakan rapid test antigen sebanyak dua kali untuk memastikan warga tersebut positif covid-19 atau tidak.

Dengan kategori itu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil positif covid-19 menggunakan PCR lebih banyak daripada rapid test antigen. Lantaran hanya wilayah C yang menggunakan rapid test antigen sebagai alat diagnostik yang tercatat dalam data.

"Jadi yang positivity rate antigen itu per orang, bukan per tes, dan saya yakin itu berasal dari daerah kategori C itu, jadi dua kali rapid ketemunya satu kasus. Karena positivity rate menghitungnya orang maka yang ditulis satu pasien apabila positif," jelasnya.

Lebih lanjut, Masdalina mengatakan bahwa rapid test antigen yang dilakukan dalam sehari lebih banyak dari yang dilaporkan pada data harian.

Penyebabnya sama, yakni karena daerah A tidak menggunakan rapid test antigen, sementara daerah B menggunakan rapid test antigen untuk skrining awal dan tetap dilanjutkan dengan PCR.

"Kita sudah testing selalu di atas 100 ribu, tapi kalau dihitung orang ya sekitar 60-70 ribu per hari," pungkasnya.

(khr/psp)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER