Cemas Guru dan Siswa Jelang PTM di Tengah Lonjakan Covid-19

CNN Indonesia
Kamis, 24 Jun 2021 13:17 WIB
Guru dan siswa dirundung kecemasan dengan kebijakan pembelajaran tatap muka. ( ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia --

Siswa dan guru dirundung dilema dengan kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) di tengah covid-19.

Beberapa di antara mereka merasakan kebutuhan belajar mengajar langsung di kelas. Namun lonjakan kasus covid-19 memunculkan kekhawatiran akan keamanan sekolah dibuka.

Kei, remaja berusia 15 tahun yang tahun ajaran baru nanti duduk di kelas X SMA mengaku bingung akan keputusan yang harus diambil mendekati Juli 2021. Kemendikbudristek diketahui memutuskan membuka sekolah tatap muka pada Juli mendatang. 

Berdomisili di DKI Jakarta, kondisi peningkatan kasus covid-19 di lingkungannya tergolong mengkhawatirkan. Namun di sisi lain, ia akan memasuki jenjang sekolah baru dengan teman dan lingkungan yang baru.

"Aku inginnya sih masuk sekolah, karena kalau [belajar] daring susah nangkep pelajarannya. Kalau masuk sekolah juga bisa bersosialisasi dengan teman-teman yang lain," keluh Kei kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/6).

"Tapi karena covid makin hari makin meninggi, jadi aku prefer di rumah dulu saja," tambahnya.

Kei bercerita jika sekolahnya nanti dibuka, sebenarnya ia sudah mendapat izin orang tua untuk kembali PTM selama menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.

Ia sudah membayangkan tak perlu lagi bersedih hati karena tak bisa bertemu teman dan menahan emosi ketika jaringan internet berulah sehingga membuat proses belajar terhambat.

Namun dengan kondisi covid-19 di ibu kota saat ini, tak mengikuti kegiatan langsung di sekolah merupakan keputusan yang tepat dan aman.

(Foto: CNN Indonesia/Fajrian)

Keraguan juga dirasakan oleh Ridwan Syarif, guru SMPN 3 Pandeglang, Banten. Ia mengatakan, di daerahnya, suara orang tua terbelah antara yang menginginkan PTM segera dilaksanakan dan yang lebih memilih siswa belajar di rumah.

"Sebenarnya ini seperti buah simalakama. Kalau tidak tatap muka, banyak anak-anak yang nanti putus sekolah. Karena dari sekolah saya saja sudah banyak anak-anak yang drop out karena tidak mau sekolah. Tapi kalau harus tatap muka, kendalanya kesehatan, belum aman," tuturnya.

Secara pribadi, Ridwan sebenarnya setuju PTM tetap dilaksanakan di tengah pandemi. Namun ia menegaskan sekolah harus benar-benar mempersiapkan protokol kesehatan dan pemerintah harus mengawasi penerapannya.

Ia mengatakan, ketakutan terkait pembukaan sekolah masih menghantui guru meskipun sudah divaksin. Terlebih kekhawatiran terhadap siswa yang belum bisa menerima vaksin.

"Teman-teman saya, kebanyakan guru di daerah Banten, apalagi di Tangerang yang zona merah, yang di zona kuning pun ketakutan. Karena yang vaksin pun belum tentu tidak bisa kena covid-19," kata Ridwan.

Sementara itu Abdul Rahman, guru SMK Diponegoro 1 Jakarta, menilai pengawasan protokol kesehatan dan keamanan penerapan PTM akan sulit dilakukan guru dan kepala sekolah.

Ia mempertanyakan bagaimana guru bisa menjamin perilaku siswa dan orang tua di luar sekolah dalam penerapan protokol kesehatan.

"Pada saat pulang sekolah, ini yang berat. Guru tidak bisa awasi. Kalau di dalam sekolah kan bisa diawasi. Kalau sudah pulang untuk memastikannya itu berat," pungkasnya.

Menurut Rahman, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam penerapan PTM. Ia mengatakan pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil keputusan ini.

"Dengan adanya kasus covid-19 yang sedang naik, tolong dipertimbangkan kembali [memutuskan PTM] karena covd sudah menular ke anak-anak," tambah dia.

(pris/fey/pris)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK