Sebanyak 44 BEM dan organisasi masyarakat sipil, yang di antaranya Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Greenpeace Indonesia, dan Pusako Fakultas Hukum Universitas Andalas. Menurut mereka, pihak Rektorat UI telah mengerdilkan kebebasan sipil.
"Dengan adanya surat pemanggilan oleh birokrat UI mengindikasikan bahwa hari ini kebebasan sipil semakin dikerdilkan oleh negara dengan sistematis," tulis pernyataan solidaritas tersebut, Senin (28/6).
Kelompok BEM dan masyarakat sipil menilai konten yang dipublikasikan BEM UI sesuai dengan kondisi kebebasan sipil dan berpendapat di Tanah Air saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka menilai kebebasan sipil diberangus melalui represifitas aparat terhadap massa aksi, kebebasan berpendapat dibungkam melalui pasal karet UU ITE, pelemahan KPK terjadi secara sistematis, dan ada intervensi presiden terhadap supremasi hukum.
Berkaca pada insiden tersebut, kelompok BEM dan masyarakat sipil mengecem dan mendesak pemerintah menjamin kebebasan berpendapat berdasarkan peraturan yang berlaku.
Mereka juga mendesak birokrat UI menjamin kebebasan berpendapat yang dilakukan oleh mahasiswa UI dan mengajak seluruh elemen masyarakat bersolidaritas mengawal kasus kebebasan berpendapat BEM UI.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra menyatakan langkah kampus menertibkan kebebasan mahasiswa untuk beraspirasi dan mengkritik penguasa kontraproduktif bagi kehidupan Indonesia pada masa mendatang.
Menurutnya, kritik sebagaimana yang disampaikan BEM UI merupakan imbauan dan kekuatan moral yang semakin langka keluar dari menara gading.
"Kita memerlukan semakin banyak kritisme di tengah disrupsi dan disorientasi oligarki politik dinastik nepotis dewasa ini," kata Azyumardi sebagaimana dikutip dari akun Twitter miliknya, @Prof_Azyumardi.
Terpisah, Gusdurian Network Indonesia (GNI) menyatakan bahwa kritik kepada penguasa adalah hal yang lazim dan harus ada di negara demokrasi. Mereka mengingatkan bahwa konstitusi Indonesia menjamin kebebasan berpendapat dan berpikir.
"Kampus sebagai salah satu elemen penting demokrasi (dan miniaturnya) harus menjadi contoh praktik baik demokrasi, bukan sebaliknya," kata GNI lewat akun Twitter @GUSDURians.
BEM UI mengkritik sekaligus menjuluki Jokowi sebagai The King of Lip Service alias Raja Membual lantaran sering mengobral janji manis yang kerap tidak direalisasikan.
Namun, Rektorat UI merespons itu dengan memanggil sejumlah pengurus BEM UI lewat surat nomor: 915/UN2.RI.KMHS/PDP.00.04.00/2021 yang ditandatangani oleh Direktur Kemahasiswaan UI, Tito Latif Indra.
Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra mengaku diminta keterangan terkait maksud dan tujuan kritik sebagaimana yang dimuat di media sosial BEM UI. Leon pun memastikan tak akan menghapus kritik tersebut.
"Jadi, kami lebih banyak memberikan keterangan dan menegaskan postingan tersebut tidak akan kami take down," kata Leon kepada CNNIndonesia.com, Minggu (27/6).
Sementara itu, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dan Tenaga Ahli KSP Ali Mochtar Ngabalin mengatakan pemanggilan pengurus BEM UI terkait kritik terhadap Jokowi menjadi urusan internal UI. Mereka tak mau berkomentar lebih lanjut.
(mts/fra)