Fadli Zon: Semoga Bukan Vaksin Hibah yang Diperjualbelikan

CNN Indonesia
Senin, 12 Jul 2021 16:07 WIB
Sejatinya pelaksanaan vaksin berbayar yang bisa dibeli individu di jaringan Kimia Farma dimulai hari ini, 12 Juli, namun ditunda.
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, mengkritik langkah pemerintah yang membuka akses masyarakat umum untuk bisa mendapatkan vaksin Covid-19 secara berbayar di jaringan klinik Kimia Farma. Kimia Farma diketahui sebagai bagian dari holding BUMN farmasi Indonesia.

Fadli mengingatkan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan bentuk intervensi negara untuk melayani rakyat, bukan untuk mencari untung dari rakyat.

Berangkat dari itu, mantan Wakil Ketua DPR RI itu meminta agar pemerintah membatalkan langkah membuka akses masyarakat umum untuk bisa mendapatkan vaksin Covid-19 secara berbayar di jaringan klinik Kimia Farma.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Vaksin Gotong Royong [berbayar] harusnya dibatalkan, bukan ditunda. Uang membeli vaksin pakai uang rakyat terus dijual lagi ke rakyat," kata Fadli lewat akun Twitter miliknya, @fadlizon, Senin (12/7).

Fadli berharap, jenis vaksin yang diperjualbelikan lewat Kimia Farma itu nantinya bukan barang hibah dari negara lain.

"Semoga juga bukan vaksin hibah negara sahabat yang diperjualbelikan," kata dia.

Bukan hanya Fadli, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Abdul Rachman Thaha, pun mengkritik langkah pemerintah yang membuka akses masyarakat umum untuk bisa mendapatkan vaksin Covid-19 secara berbayar di jaringan klinik Kimia Farma.

Menurutnya langkah pemerintah mengomersialisasi vaksin Covid-19 aneh karena dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19 yang semakin memburuk di Indonesia.

"Ketika target satu juta orang divaksin per harinya masih belum tercapai, termasuk akibat keterbatasan pasokan vaksin, sungguh aneh bahwa sebagian vaksin justru dialokasikan tidak untuk mencapai target itu," tutur Abdul dalam keterangannya, Senin.

Menurutnya pemerintah RI semestinya meniru langkah Malaysia dan Filipina yang kukuh tidak melakukan komersialisasi dan menyatakan bahwa perdagangan vaksin Covid-19 sebagai perbuatan ilegal di mana pelakunya bisa dijatuhi pidana.

Lebih lanjut, Abdul mempertanyakan sistem prioritas pemberian vaksin Covid-19 masih bisa dipertanggungjawabkan keberlanjutannya. Menurut dia, informasi tentang kelompok yang hendak diprioritaskan pemerintah dalam pemberian vaksin Covid-19 tidak terdengar lagi saat ini.

"Dulu yang diprioritaskan adalah tenaga kesehatan dan petugas layanan publik. Lalu manula. Prioritas berikutnya orang dengan gangguan jiwa. Saya tak menangkap informasi tentang prioritas-prioritas berikutnya," ujarnya.

Oleh karena itu, ia mencurigai perdagangan vaksin via Kimia Farma semakin kuat mengindikasikan bahwa pemerintah sudah abai terhadap sistem prioritas yang pernah dibuat. Menurutnya, hal itu bisa diuji dengan melihat persentase orang-orang dari kelompok prioritas yang telah menerima vaksin Covid-19.

"Sajikan data, berapa persen orang-orang dari kelompok prioritas yang telah divaksin. Lalu tanyakan ke pemerintah, bagaimana komersialisasi vaksin bisa mempercepat tuntasnya vaksinasi bagi seluruh anggota kelompok-kelompok prioritas tersebut." ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS) menyebut vaksinasi Gotong Royong harus diperluas agar perusahaan-perusahaan kecil dapat juga memberikan vaksinasi kepada para pegawainya.

BGS mengatakan lewat vaksinasi Gotong Royong berbayar sampai lingkup individu ini dapat memperluas cakupan pemberian vaksin corona di Indonesia.

"Kenapa diperluas melalui individu? karena banyak pengusaha-pengusaha yang melakukan kegiatannya dan belum bisa mendapatkan akses melalui program vaksin gotong royongnya Kadin," kata Budi dalam jumpa pers daring di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Senin.

Selain itu, ia juga menyebut program vaksinasi Gotong Royong individu ini juga dibuka untuk menjawab kebutuhan vaksinasi warga negara asing (WNA) di Indonesia. Ia menyebut banyak WNA di Indonesia yang belum mendapatkan vaksinasi.

Pemerintah menargetkan 181 juta penduduk Indonesia mendapat vaksinasi untuk membentuk kekebalan komunitas (herd immunity). Untuk mewujudkan itu pemerintah menjalankan program vaksinasi nasional secara gratis.

Hingga 11 Juli, sudah ada 32. 267.019 orang yang mendapat vaksinasi dosis pertama dalam vaksinasi nasional secara gratis. Kemudian 15.011.538 orang mendapat vaksinasi dosis kedua.

(mts/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER