Elegi 'Kuda Makan Kuda' Saat Blokade Malioboro PPKM Darurat
Bagus Imam (17) termenung di atas andong yang menjadi alatnya mencari nafkah di kawasan Malioboro, Yogyakarta, 3 Juli 2021. Dari pagi hingga matahari di ubun kepala, belum satu pun penumpang didapatinya.
"Biasanya jam segitu sudah narik padahal," imbuh Bagus saat ditemui di kawasan Malioboro beberapa waktu lalu.
Bagus memang punya firasat tak baik sejak hari pertama pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa Bali. Kebijakan itu ia rasakan bak hantaman palu godam di ladangnya mencari nafkah. Hal yang sama, kata Bagus, dirasakan hampir mayoritas kusir andong di DI Yogyakarta.
Selama kebijakan pembatasan mobilitas ini para kusir hari demi hari bergulat dengan kerasnya hidup. Apalagi sejak Malioboro, kawasan wisata di Kota Yogyakarta yang menjadi lahan mereka mencari nafkah ditutup aksesnya per 4 Juli kemarin. Kendaraan bermotor tak diizinkan melintas, termasuk andong dan becak.
Dengan ditutupnya akses Malioboro, Bagus mengaku ia dan para kusir lain sudah nihil pemasukan dari usaha menarik andong. Bagus putar otak demi bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya. Sementara ia juga harus memikirkan bagaimana kuda-kudanya tetap bisa makan.
Alhasil, ia terpaksa melego salah satu kudanya. Uang hasil penjualan dipakai untuk kebutuhannya dan modal pakan kuda-kuda lain yang masih muda atau belum layak jual.
"Kalau keadaan kaya gini terus, kuda makan kuda," keluh Bagus yang merupakan warga Kotagede, Kota Yogyakarta itu.
Bagus menceritakan sehari sebelum Malioboro diblokade dalam rangka PPKM darurat itu sendiri telah membuat wisatawan/warga beraktivitas di sana. Padahal, sambungnya, saat masih pemberlakuan PPKM mikro masih ada segelintir wisatawan yang menyewa jasanya. Meskipun sering cuma sekali sehari.
Melego Andong Hingga Banting Setir
Ketua Paguyuban Kusir Andong DIY Purwanto menyebut, para kusir tak hanya sebatas menjual kuda tapi juga andong sebagai jaminan hidup selama belum bisa narik.
"Kuda makan kuda itu faktanya ada, jual kuda untuk beli makan kuda. Jual andong juga ada," kata Purwanto saat dihubungi, Selasa (13/7).
Namun untuk angka pastinya, dia mengaku belum mengantongi datanya. Selain itu, sebagai Ketua Paguyuban cukup riskan baginya untuk bertatap muka dan menanyakan secara langsung kondisi para kusir di tengah masa pandemi Covid-19 ini.
Beruntung, pangsa pasar penjualan kuda cukup luas bahkan di wilayah luar DIY.
"Kalau andong biasanya dijual ke orang punya rumah besar, hotel dipajang gitu. Kisarannya Rp40 juta, tapi pasarnya lebih sedikit daripada kuda," urainya.
Meski nominalnya cukup besar, Purwanto memastikan uang-uang itu terkuras untuk menghidupi keluarga para kusir beserta kuda-kuda ternak lainnya yang kelak dipakai untuk narik kembali.
Sepenuturan Purwanto, para kusir juga tak punya banyak opsi untuk mengupayakan dapur masing-masing tetap ngebul. Umumnya, para kusir mencari rumput sendiri untuk makan kuda. Pemasukan sebagai kusir saban hari dipakai belanja bahan campuran pakan berupa dedak.
Dari data yang dimiliki Purwanto, jumlah anggota Paguyuban Kusir Andong DIY berkurang drastis sejak masa pandemi Covid-19.
Sekitar 6 tahun lalu, tercatat ada 536 anggota aktif di bawah naungan Paguyuban Kusir Andong DIY. Saat pandemi Covid-19 melanda atau tahun 2020 kemarin jumlahnya tinggal 474 orang. Terakhir, dua bulan lalu anggota hanya tersisa 385 orang saja yang masih aktif.
"Andong yang aktif tinggal 385, tapi anggota masih 470an," sebutnya.
Di satu sisi, dia mengklaim, uluran tangan pemerintah daerah belum terasa sampai ke para kusir. Padahal, pihaknya sudah sekian kali mengajukannya.
"Padahal kita pelestari budaya kendaraan tradisional berupa andong ini mendukung pariwisata Kota Yogyakarta. Kita baru mendapat insentif dari bantuan presiden lewat Kapolri, lewat Kakorlantas Polri Rp1,8 juta. Tapi ya sudah setahun lalu," bebernya.
Sisanya, paguyuban kusir terpaksa 'mengemis' bantuan seperti ke Dinas Perhubungan DIY salah satunya. Walau pun tak mencukupi, para kusir tetap bersyukur menerimanya. Paguyuban kusir pernah memohon insentif ke Dinas Pariwisata DIY. Namun, dari pengajuan untuk 474 orang hanya tembus 200 saja.
Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Rahardjo mengklaim pihaknya telah menyalurkan bantuan Kementerian Pariwisata-Polri untuk para kusir andong pada 2020 lalu. Insentif dari provinsi termasuk di dalamnya.
Mekanisme penyalurannya dari provinsi ke polres kemudian diserahkan lewat polsek. "Waktu itu door to door. Jumlah tepatnya saya lupa, tapi kalau nggak salah ada 400 sasaran," klaim Singgih saat dihubungi, Selasa.
Sementara insentif berikutnya akan dibarengkan dengan bantuan sosial (bansos) yang diadakan selama masa PPKM darurat. Dinas Pariwisata DIY tengah melakukan pendataan dan verifikasi ulang.