Pemerintah Indonesia berencana mengebut program vaksinasi covid-19 guna mengejar kekebalan kelompok atau herd immunity. Rencana itu dinilai sejumlah pihak terbilang sulit karena masih banyak persoalan.
Di antaranya persoalan pasokan vaksin yang belum mencukupi hingga pemerataan vaksin untuk daerah-daerah di luar Pulau Jawa.
Secara keseluruhan, Indonesia telah menerima 137.611.540 dosis vaksin. Terbaru, pada Senin (12/7), Indonesia telah mendapatkan 10.000.280 dosis vaksin Sinovac dalam bentuk curah atau bahan baku. Kemudian pada Selasa (13/7), terdapat kurang lebih1.408.000 dosis vaksin jadi Sinopharm.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo mengatakan percepatan vaksinasi menjadi poin utama untuk mencapai herd immunity. Namun, sampai saat ini, baru ada 37.031.826 warga (17,78 persen) penerima vaksin dosis pertama dan 15.254.221 warga (7,32 persen) penerima vaksin dosis kedua. Masih jauh dari target untuk menyuntik ratusan juta warga.
Terlebih, Indonesia dalam hal ini bukan menjadi negara yang memproduksi vaksin alias masih mengandalkan bantuan negara lain. Program vaksinasi Indonesia, menurut Windhu, saat ini sedang berpacu dengan waktu untuk mewujudkan herd immunity.
"Untuk mencapai herd immunity perlu kecepatan karena kita kan belum tahu sampai hari ini berapa lama antibodi dari efek vaksin setelah dua dosis itu bisa bertahan di dalam tubuh," ujar Windhu kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (14/7).
![]() |
Pemerintah memulai program vaksinasi pada awal Januari 2021. Orang yang pertama kali disuntik vaksin buatan Sinovac adalah Presiden Joko Widodo.
"Katakanlah andaikan itu [antibodi] hanya satu tahun bertahannya, maka herd immunity harus bisa dicapai dalam satu tahun. Kalau lebih dari satu tahun vaksinasinya, kita tidak akan pernah mencapai herd immunity sampai kapan pun," sambungnya.
Ketersediaan vaksin di daerah luar Pulau Jawa juga menjadi sorotan saat pemerintah berencana menggapai herd immunity. Misal di Sumatera Barat, Gubernur Mahyeldi Ansharullah mengeluhkan stok vaksin di daerahnya. Kepada CNNIndonesia.com,Kamis (8/7), ia berujar Sumatera Barat baru menerima sekitar 1 juta dosis vaksin hingga saat ini.
Menurut dia, sekitar 900 ribu dosis telah disuntikkan ke warga di berbagai kabupaten/kota. Sisa stok vaksin puluhan ribu, kemungkinan akan habis dalam hitungan hari.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per tanggal 13 Juli 2021 pukul 18.00 WIB, sejauh ini baru ada 445.249 warga (10,10 persen) di Sumatera Barat yang menerima vaksin untuk dosis pertama dan 169.386 warga (3,84 persen) penerima vaksin dosis kedua. Jauh dari sasaran vaksinasi yang mencapai 4.408.509 orang.
Pun begitu dengan Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satu faktor yang membuat angka vaksinasi di NTT rendah adalah ketersediaan vaksin. Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi, pada Jumat (9/7), meminta pemerintah pusat agar memberikan perhatian ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa dalam hal pemberian stok vaksin.
Josef menuturkan NTT sudah mendapatkan total 112.670 vial vaksin. Namun, jumlah tersebut masih belum mencukupi target vaksinasi hampir empat juta warga di NTT guna membentuk herd immunity.
Keadaan inilah, menurut Windhu, yang juga penting untuk diperhatikan oleh pemerintah Indonesia.
"Jadi, masih jauh untuk herd immunity kalau kecepatan vaksinasi tidak tinggi, vaksin yang berada di Indonesia baru sepertiga, kan. Sekitar 130 juta dosis saja dari yang seharusnya 380-an juta dosis. Itu pun yang sudah masuk ke tubuh warga kurang lebih baru 55 juta sampai hari ini," ucap Windhu.