Pansus Jelaskan Muasal 17 Pasal Tambahan di UU Otsus Papua
Anggota Panitia Khusus (Pansus) UU Otsus Papua, My Esti Wijayati, beralasan pertambahan pasal yang direvisi dalam RUU Otsus dari semula 3 pasal menjadi 20 karena selama dua dekade otsus berjalan di Papua belum menghasilkan perkembangan baik bagi masyarakat setempat.
Semula pemerintah memang diketahui hanya mengajukan revisi pada tiga pasal terkait ketentuan umum, dana otsus, dan pemekaran wilayah.
"Bahwa setelah 20 tahun dengan anggaran yang tidak sedikit, ternyata tidak menghasilkan sesuatu yang bisa kita gambarkan sebagai sebuah perkembangan, untuk bicara mengenai indeks pembangunan manusia, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya, itu dikemukakan langsung," kata Esti dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (17/7).
Politikus PDI Perjuangan ini juga mengklaim banyak daerah di Papua yang masih tertinggal, jika merujuk pada data yang disampaikan pemerintah.
"Termasuk 30 dari 62 wilayah tertinggal (di Indonesia) berada di wilayah Papua dan Papua Barat," ujarnya
Karenanya, DPR beranggapan bahwa masih banyak ketentuan dalam UU Otsus itu yang tidak dijalankan dengan benar.
Ia mengklaim pelebaran pembahasan dilakukan berdasarkan aspirasi dari Majelis Rakyat Papua (MRP) hingga dan tokoh masyarakat Papua, akhirnya, pansus dan pemerintah.
"Intinya, penekanan kami adalah bagaimana kita bisa mengangkat harkat dan martabat hidup masyarakat Papua dengan perubahan otsus yang bisa dilebarkan dan disepakati bersama tidak hanya untuk tiga pasal yang diajukan pemerintah," ujarnya.
DPR resmi mengesahkan RUU Otsus Papua menjadi UU lewat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (15/7).
Beberapa pasal dalam revisi itu disebut sebagai pasal siluman, salah satunya oleh Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan Christian Warunussy.
Yan menyampaikan RUU Otsus Papua hanya berisi tiga pasal saat draf diserahkan ke DPR RI. Namun, ada 17 pasal baru yang ditambahkan ke revisi undang-undang tersebut sebelum disahkan.
"Ini jadi pertanyaan besar bagi kita, karena kita tahu hanya fokus kepada 3 pasal, kok melebar jadi kurang lebih 20 pasal? Ini bisa dibilang semacam inisiatif siluman yang muncul," kata Yan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (15/7).
Selain itu, sebanyak 714.066 orang Papua dan 112 organisasi yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) diklaim menolak pengesahan Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 21 Tahun 2001 tersebut.
(tim/yoi/vws)