Ia meminta publik menunggu hasil uji klinik Ivermectin yang saat ini dilakukan di 8 rumah sakit di sejumlah daerah. Masyarakat agar tidak sembarangan membeli Ivermectin tanpa rekomendasi dokter.
Windhu mengingatkan bahwa BPOM sebelumnya telah mengatakan Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
"Karena harus ada standar terapi, EUA, bagi dokter dalam melakukan diagnosis terapi itu agar tidak terjadi malpraktik. Jadi jangan sampai dokter yang melakukan kesalahan karena itu, nanti dituntut," tandasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PT Harsen melalui Presiden Direktur Haryoseno lewat iklan pengumuman di harian Kompas akhir pekan lalu telah mengakui ada klaim berlebihan sejumlah perwakilan perusahaannya di sejumlah media massa, terkait Ivermectin bagi pasien Covid.
Haryoseno mengakui pernyataan-pernyataan anak buahnya di berbagai media massa telah merugikan integritas dan nama baik BPOM. Melalui pernyataan permintaan maaf tersebut, PT Harsen juga memastikan akan menjalankan rekomendasi dan sanksi yang diberikan BPOM. Poin ini menindaklanjuti hasil inspeksi BPOM di salah satu fasilitas produksi Ivermectin, beberapa waktu lalu.
Dalam polemik Ivermectin, sejumlah pejabat pemerintah tercatat pernah mempromosikan obat tersebut sebagai obat terapi covid-19. Misalnya, pada 21 Juni, Menteri BUMN Erick Thohir mempromosikan Ivermectin sebagai obat terapi Covid-19 yang menurutnya sudah mendapat izin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM.
Senada, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengaku sudah berkali-kali mengkonsumsi Ivermectin, yang sebenarnya merupakan obat cacing parasit, untuk menangkal Covid-19. Padahal, BPOM sejauh ini mengaku belum menerbitkan EUA Ivermectin sebagai obat terapi Covid-19.
(khr/wis)