Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap delapan tersangka terkait sindikat pinjaman online (pinjol) ilegal pada perusahaan PT SCA yang meneror peminjamnya dengan tuduhan palsu.
Dalam perkara ini, terdapat peminjam yang difitnah sebagai bandar narkoba oleh penagih hutang (debt collector) secara daring di media sosial.
"Mereka membuat pesan-pesan, tulisannya yang mungkin sifatnya sudah mencemarkan nama baik. Contohnya, adalah dibuat seolah-olah bahwa borrower (peminjam) itu adalah bandar sabu, bandar narkoba," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Helmy Santika di Jakarta, Kamis (29/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Selain itu, kata dia, pelaku juga mengedit foto-foto dari peminjam perempuan untuk kemudian ditempelkan pada gambar yang tidak senonoh. Kemudian disebarkan ke media sosial, mencemarkan nama baik peminjam dan menjadi modus dalam penagihan utang.
"Itu yang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Ini sudah kami lakukan penangkapan dan akan terus kami kembangkan ke jaringan-jaringan lain," tambah dia.
Dalam kasus tersebut, Helmy mengatakan ada sejumlah pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pinjol ilegal itu.
Bukan hanya melakukan pencemaran nama baik, tetapi kepolisian juga menduga bahwa perusahaan tersebut memalsukan data kependudukan, sehingga memiliki banyak nomor telepon untuk melakukan sms blasting.
Kemudian, perusahaan diduga mengakses data-data pribadi milik nasabah secara ilegal. Dengan begitu, mereka dapat melakukan promosi pinjaman tersebut secara masif.
Dalam perkara ini, para tersangka ditangkap di beberapa tempat berbeda, yakni Jakarta Utara dan Medan, Sumatera Utara.
Polisi turut mengamankan beberapa barang bukti seperti ribuan SIM card, modem pool untuk mengirim SMS blasting, handphone, serta laptop yang berfungsi untuk melihat alur transaksi komunikasi dari para pelaku.
Selain itu, Helmy mengatakan polisi masih memburu dua tersangka lain yang merupakan warga negara asing (WNA).
"Ada beberapa tersangka yang masih dilalukan pengejaran WNA. Ini sudah kita lakukan pencekalan dan mengirimkan DPO kepada kedua orang ini," terang Helmy.
Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 45 Ayat 3 UU ITE, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 311 KUHP. Mereka terancam hukuman 5 tahun penjara.
(mjo/bmw)