Alumni IAIN Madura Tuntut Perusak Fasilitas Kampus Dihukum
Sejumlah alumni kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur mendesak aparat kepolisian untuk mengusut peserta demo hingga memicu tindakan anarkis dengan merusak dan membakar sejumlah fasilitas kampus.
"Melakukan unjuk rasa di muka umum sah-sah saja. Tapi kalau caranya sampai anarki merusak sejumlah fasilitas umum ini tidak bisa dibiarkan. Polisi harus memproses hukum agar tidak ada kejadian serupa di belakang hari," kata Alumni IAIN Madura Sulaisi Abdurrazaq, Jumat (30/7).
Sulaisi menegaskan, tindakan anarkistis itu jelas melanggar aturan hukum, antara lain bisa melanggar Pasal 406 KUHP, dan 178 KUHP, atau jika berkaitan dengan hasutan bisa tersandung Pasal 160 KUHP.
"Ini jelas tidak pidana, kalau kampus bertindak tegas dan melaporkan, mereka pedemo bisa diusut," ungkap Ketua Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Wilayah Jawa Timur tersebut.
Hal senada disampaikan alumni lain Moh Sakir Ransa. Ia menyesalkan demo dalam menyampaikan pendapat justru berujung perusakan sejumlah fasilitas. Apapun alasannya, perbuatan tidak terpuji tersebut tidak bisa ditolerir.
"Pihak kampus juga harus peka, jangan sampai mahasiswanya melakukan demo akibat kebijakan yang dikeluarkan. Sebab kalau kebijakan tidak bertentangan, kami yakin tidak akan berbuat demikian," kata pria yang menjabat Dosen di perguruan tinggi di Bekasi itu.
Pernyataan serupa disampaikan Ismail. Alumnus yang jadi anggota DPRD Pamekasan tersebut menyesalkan demo yang berujung perusakan fasilitas. Menurutnya aspirasi demo sah-sah saja disampaikan, tapi jangan sampai ada perbuatan yang tidak menyenangkan.
"Kalau sampai merusak fasilitas kampus itu tidak benar. Mahasiswa bagian dari kampus. Sementara kampus di dentik dengan dunia akademik. Jadi jangan tunjukkan sikap kekerasan dan anarkis, itu tidak benar," kata Politisi Partai Demokrat tersebut.
Sebelumnya, Rektor IAIN Madura Mohammad Kosim menyesal dengan tindakan anarkisme mahasiswa hingga merusak sejumlah fasilitas kampus. Diakui atau tidak, kata Kosim, video amatir yang menyebar tersebut sudah menyebar ke seluruh nusantara.
"Hal ini secara tidak langsung sudah merusak citra Madura," kata dia
Persoalan uang kuliah, Kosim sudah melakukan penurunan uang kuliah tunggal (UKT), persentasenya dinilai sudah cukup tinggi bila dibandingkan dengan kampus lain di Indonesia, yakni sudah mencapai 20 persen sampai 25 persen.
"Saya tidak menemui mereka, karena sakit. Saya sudah tugaskan Wakil Rektor untuk menemui, tapi mereka malah yang menolaknya," ungkapnya.
Kosim pun menemui peserta demo setelah ditelepon polisi. Menurutnya ada tujuh tuntutan yang disampaikan mahasiswa. Semuanya dijawab, kecuali persoalan UKT.
(nrs/ain)