Pada 18 Desember 2018, Pusat Warisan Dunia mengirim surat kepada Pemerintah Indonesia untuk meminta klarifikasi tentang proyek jalan Trans Papua yang berpotensi membahayakan OUV.
Namun, hingga pertemuan di Fuzhao pada bulan lalu, UNESCO menyatakan belum menerima klarifikasi yang memuaskan sampai saat ini. Konflik keamanan di Papua pun didapati mengganggu langkah-langkah mitigasi yang diupayakan di Jalan Wamena-Habema-Kenyam.
"Sangat disesalkan bahwa negara pihak belum memberikan penjelasan lebih lanjut klarifikasi tentang proyek ini, seperti yang diminta Pusat Warisan Dunia pada Desember 2019. Dan sangat memprihatinkan bahwa 190 kilometer jalan melintasi properti telah selesai," demikian ditulis dokumen yang bisa diakses di laman WHC UNESCO tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu dalam dokumen tersebut, WHC UNESCO meminta pemerintah RI segera menyerahkan rincian proyek Trans Papua dan mendorong upaya mitigasi di wilayah tersebut. WHC UNESCO mengatakan analisa potensi dampak pembangunan terhadap OUV juga harus diupayakan.
"Meminta Negara Pihak untuk menyerahkan kepada Pusat Warisan Dunia, selambat-lambatnya 1 Februari 2022, laporan terbaru tentang status konservasi properti dan pelaksanaannya di atas, untuk diperiksa oleh Komite Warisan Dunia pada sesi ke-45 di 2022," demikian penutup untuk seksi khusus TN Lorentz di dokumen tersebut.
Merespons dokumen WHC UNESCO tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan belum ada bukti yang menyatakan kematian tumbuhan Nothofagus dikarenakan pembangunan jalan.
"Dikhawatirkan [dalam dokumen UNESCO] isu dieback dari Nothofagus. Dan itu juga belum ada bukti-bukti itu dampak dari jalan," kata Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno kepada CNNIndonesia.com, Rabu (4/8).
Wiratno menyebut pembangunan jalan di Taman Nasional Lorentz juga tidak menyalahi aturan. Ia menjelaskan pembangunan di kawasan konservasi diperbolehkan melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. P.85/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Menurut Wiratno, pembangunan di kawasan konservasi baru mengkhawatirkan jika menyebabkan perambahan. Namun ia meyakini hal ini tidak terjadi di kasus Taman Nasional Lorentz.
"Kalau pembangunan di sekitar kawasan konservasi atau jalan-jalan banyak sekali di kawasan konservasi," tuturnya.
![]() |
Lihat Juga : |
Sebelumnya dalam dokumen yang sama, UNESCO juga menyinggung pembangunan proyek pariwisata di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam rekomendasinya, UNESCO meminta pemerintah RI menyetop proyek tersebut.
Namun KLHK mengatakan hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena proyek sudah hampir rampung. KLHK juga meyakini pembangunan tidak mengganggu ekosistem komodo di Pulau Rinca.
Sementara itu, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Arief Rachman saat dihubungi mengonfirmasi mengenai dokumen terkait komodo yang diperbincangkan dalam pertemuan WHC UNESCO tersebut. Namun, katanya, itu masih berupa draf, dan ia belum tahu lagi kelanjutan pascapertemuan tersebut.
"Belum ada informasi [sudah diputuskan]. Biasanya kalau sudah jadi keputusan mereka beri tahu saya," kata Arief kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (3/8).
Lihat Juga : |
Sebagai catatan, TN Lorentz ini berada di 10 Kabupaten Provinsi Papua yaitu Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Ndua dan Kabupaten Asmat.
Kawasan ini membentang pada gletser khatulistiwa di jajaran pegunungan tinggi di Asia Tenggara melalui spektrum lengkap ekosistem mulai dari ekosistem pesisir pantai sampai pada Pegunungan Alpin.
Kawasan ini merupakan keterwakilan gradasi ekosistem dengan ketinggian antara 0 hingga 4.884 mdpl dengan puncak tertinggi Cartenz dan salju abadinya. Pada sisi sebelah Utara dari TN. Lorentz terbentang jajaran pegunungan tinggi di Pulau Papua yang menjadikan kawasan ini merupakan kekayaan alam unik dan langka di dunia.
Letak dan keunikan bentangan alam inilah yang menjadikan TN. Lorentz sebagai kawasan konservasi dengan ekosistem terlengkap di Indonesia, bahkan di Asia tenggara dan dikenal sebagai benteng terakhir yang memiliki hutan belantara.
Mengutip dari situs KLHK, jalur Trans Papua khususnya Ruas Wamena-Habema-Kenyam dengan total panjang sepanjang 284,3 Km, dan yang melintasi kawasan TN Lorentz yang berstatus 'Situs Alam Warisan Dunia' sepanjang 178,327 Km.
Dalam rilisnya pada akhir Juli lalu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan proyek jalan Trans Papua dengan total panjang keseluruhan 3.462 km itu dilakukan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua salah satunya dilakukan dengan membuka keterisolasian wilayah dan meningkatkan akses serta konektivitas dari darat maupun multimoda.
"Dari total panjang tersebut, saat ini jalan yang telah tembus sepanjang 3.446 km, dengan kondisi teraspal sepanjang 1.733 km, belum teraspal 1.712 km dan belum tembus 16 km. Pada tahun 2021 penanganan Jalan Trans Papua di Papua yakni sepanjang 139 km dan Papua Barat 120 km meliputi pembangunan baru, pembukaan jalan dan peningkatan struktur/perkerasan," kata Basuki dalam rilis Kementerian PUPR akhir bulan lalu.
(fey/kid)