Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat 640 dokter meninggal selama pandemi virus corona (Covid-19) Kematian dokter tertinggi terjadi pada Juli 2021 atau selama gelombang kedua penularan virus corona.
"Paling tinggi kematian dokter 65 orang pada Januari. Bulan Juli 199. Dengan total sekarang adalah 640 dokter yang meninggal," ujar Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi, Kamis (5/8).
Adib menjelaskan, tingginya angka kematian dokter, terutama pada Juli, karena fasilitas kesehatan kala itu sempat kolaps. Bukan saja rumah sakit, puskesmas maupun klinik juga sempat kewalahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah rumah sakit bahkan memanfaatkan ruang bangsal hingga mendirikan tenda di luar bangunan. Kondisi itu, kata Adib, membuat tingkat penularan semakin rentan terhadap para tenaga kesehatan.
"Kalau kondisi overload, pasien meningkat di puskesmas di RS, maka risiko paparan itu tinggi, pada siapa? Teman tenaga medis, tenaga kesehatan," ujarnya.
IDI mencatat angka kematian pada dokter paling tinggi terjadi pada dokter umum. Artinya, kondisi itu membuktikan angka penularan justru banyak terjadi pada dokter di fasilitas kesehatan level bawah seperti klinik dan puskesmas.
Adib pun mengusulkan sistem pemantauan pasien lewat telemedicine. Dengan begitu, pasien bergejala ringan atau tanpa gejala tak perlu ke rumah sakit.
Mereka pun dibolehkan melakukan isolasi mandiri, namun dengan pemantauan.
Namun, kata Adib, tak semua masyarakat memahami model perawatan tersebut. Menurutnya, sebagian masyarakat juga tak sedikit melakukan diagnosa hingga perawatan mandiri tanpa anjuran dokter atau tenaga medis.
"Nah bahasa isoman yang terpantau ini yang tidak kemudian dilaksanakan atau tidak, masyarakat pun juga masih belum paham," kata Adib.
Lebih lanjut, Adib menyebut kondisi warga yang yang tak terpantau dengan baik saat melaksanakan isoman, membuat kondisi yang bersangkutan terus menurun hingga akhirnya meninggal dunia.
"Itu yang kemudian akhirnya banyak kasus Jateng Jogja, melaporkan kasus isoman tinggi. Karena mereka tidak terakses dengan telemedicine," ujarnya.
(thr/fra)