Jakarta, CNN Indonesia --
Pemasangan baliho yang dilakukan oleh Puan Maharani dinilai telah mendongkrak popularitas PDIP itu di media sosial, meski disertai sentimen negatif. Meski ada cibiran, massif baliho politik ternyata tak cuma bisa berbuah popularitas tapi juga berpotensi pada elektabilitas. Tapi hal itu masih dipengaruhi sejumlah faktor.
Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi menjelaskan popularitas Puan terkait isu baliho tidak hanya menunjukkan sentimen positif, namun juga dipengaruhi sentimen negatif.
Menurut Ismail, popularitas merupakan gabungan percakapan yang bernada positif, negatif, dan netral. Tak peduli apapun sentimennya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kajian Drone Emprit menemukan perbincangan di media sosial terkait Puan Maharani meningkat, terutama terkait baliho bergambar dirinya marak terpasang di sejumlah daerah.
Ismail Fahmi dalam utas diakun twitter miliknya pada 8 Agustus lalu menyatakan tren dalam satu bulan terakhir popularitas Puan meningkat meskipun bernada negatif.
"Tren dalam satu bulan terakhir, popularitas Puan meningkat meski banyak sentimen negatif (sindiran)," ujar Ismail yang telah mengizinkan CNNIndonesia.com untuk mengutip utas tersebut, Senin (9/8).
Ismail menjelaskan dari popularitas itu diharapkan bisa meningkatkan favorabilitas-nya lalu dikapitalisasi jadi elektabiltas.
"Anies paling banyak diserang di medsos, popularitasnya selalu tertinggi. Puan juga makin populer, lewat baliho yang banyak disindir dan jadi meme netizen," imbuhnya.
Kendati demikian, kata Ismail, teori itu pun berhadapan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi di kenyataan lapangan.
"Populer saja tidak cukup, apalagi populer karena hal yang negatif dan tidak ada positifnya. Harus ada bukti kerja dan prestasi yang bisa digunakan untuk menaikkan tren positif," kata dia.
Dari pantauan Drone Emprit yang dilampirkan Ismail dalam utasnya terlihat bahwa periode Juli hingga awal Agustus tren Ganjar di atas Puan. Puan kemudian baru menyalip mulai 5 Agustus lalu. Meningkatnya popularitas Puan itu, berdasarkan kajian Drone Emprit berhasil menyaingi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, meskipun masih di bawah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Bukan hanya Puan, sejumlah politikus juga mulai menggunakan baliho secara massif seperti Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Ada pula Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
Spanduk politik ini diakui bisa meningkatkan popularitas namun tak secara langsung berpengaruh pada elektabilitas.
Pada awal pekan lalu, Selasa (3/8), Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai masifnya pemasangan billboard dan baliho Puan hanya efektif mendongkrak popularitas dan belum tentu akan berpengaruh pada tingkat elektabilitas.
Menurut Adi, dalam kancah politik, baliho memang menjadi alat untuk meningkatkan popularitas. Dengan melihat sosok Puan di baliho, masyarakat akan semakin mengenalnya.
"Baliho itu memang alat paling ampuh yang bisa dilihat oleh publik untuk mengenal sosok tertentu," ujar Adi kala itu.
Adi menambahkan, terlepas baliho itu mendapat penilaian positif atau negatif, yang jelas secara perlahan memori publik sudah memasukkan nama politikus seperti Puan dalam instrumen ingatan mereka sebagai salah satu tokoh yang berpeluang maju dalam Pilpres2024.
Meskipun demikian, menurut Adi, dalam politik, popularitas tidak bisa menjadi satu-satunya acuan mereka akan memenangi pemilihan. Selain itu, tingkat popularitas tidak otomatis bisa meningkatkan elektabilitas.
"Dalam politik popularitas itu tidak bisa otomatis dikonversi menjadi elektabilitas. Orang populer itu belum tentu dan otomatis akan dipilih, masih ada PR lanjutan,"tuturnya.
Menurut dia, harus ada kerja-kerja nyata oleh Puan yang langsung menyentuh persoalan masyarakat. Apalagi saat ini banyak masyarakat yang terkena dampak pandemi, baik itu dari sektor kesehatan maupun ekonomi.
Dari sejumlah hasil survei, tingkat elektabilitas putri Megawati Soekarnoputri tu memang masih rendah. Misalnya, dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 1 April menyatakan jika tingkat elektabilitas Puan masih berada di angka 1,7 persen.
Kemudian, dari hasil survei Charta Politika pada 29 Maret, tingkat elektabilitas Puan 1,2 persen. Bahkan, hasil sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 22 Februari menyatakan bahwa tingkat elektabilitas Puan berada di angka 0,1 persen.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi, menilai baliho atau billboard memberikan "efek oh" untuk pengenalan awal seorang tokoh politik.
"Efek oh itu, maksudnya oh ada menteri namanya ini, oh ternyata ada ketua DPR yang namanya ini," kata Hasan.
Dijelaskan pula bahwa "efek oh" diperlukan sebagai awal, pengenalan, dari seorang tokoh, kemudian sisanya sang tokoh sendiri yang harus melengkapinya menjadi elektabilitas.
Menurut Hasan elektabilitas tidak mungkin didapat tanpa pengenalan. Oleh karena itu, teknik konvensional lewat baliho bisa menjadi pembuka untuk pengenalan, kemudian dilanjutkan dengan teknik lain yang lebih canggih.
"Jadi, (baliho) menurut saya sah-sah saja dicoba," ujarnya.
Sementara itu Politikus PDIP Hendrawan Supratikno membantah keberadaan baliho Puan bagian dari kampanye pencalonan presiden 2024.
Hendrawan menyebut, partainya saat ini belum berbicara soal agenda politik Pilpres 2024. Ia mengatakan, PDIP saat ini masih fokus membantu pemerintah menghadapi pandemi Covid-19.
"Kami belum berpikir soal 2024. Masih jauh. Yang menjadi fokus sekarang adalah soal penanganan pandemi," kata Hendrawan kepada CNNIndonesia.com, Kamis (5/8).
Sementara Golkar melalui Wakil Ketua Umum Golkar Nurul Arifin mengakui baliho Airlangga terkait 2024. Menurutnya Golkar telah menetapkan Airlangga Hartarto sebagai calon presiden di 2024. Karenanya, sosialisasi kepada masyarakat mulai dilakukan meski pilpres masih tiga tahun lagi.
"Itu keputusan munas dan rapimnas yang menyatakan bahwa Bapak Ketua Umum sebagai kandidat capres yang diusung kader daerah. Pemasangan baliho dan billboard itu salah satu bentuk untuk merealisasikan keputusan itu," kata Nurul Arifin saat dihubungi, Kamis (5/8).