Koalisi Ibukota: Kualitas Udara Jakarta Memburuk selama PPKM

CNN Indonesia
Selasa, 10 Agu 2021 21:24 WIB
Polusi udara di Jakarta disebut meningkat enam kali lipat selama PPKM Darurat Hingga PPKM Level 4.
Arus lalu lintas kendaraan di masa PPKM tetap ramai. (Foto: CNN Indonesia/Thohirin)
Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi Ibukota, yang merupakan kerja sama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), menyatakan bahwa penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat hingga Level 4 tidak membawa perubahan yang signifikan pada kualitas udara kota Jakarta.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, mengatakan bahwa udara kotor di DKI Jakarta meningkat antara empat hingga enam kali lipat selama penerapan kebijakan PPKM yang dimulai sejak 3 Juli 2021.

Menurutnya, hal itu terlihat dari Particular Matter (PM) 2,5 harian pada stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) milik DKI Jakarta dan Kedutaan Besar Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 yang berlaku sejak Februari lalu, status Baku Mutu Udara Ambient (BMUA) PM 2.5 harian pada SPKU milik DKI dan US Embassy, sepanjang bulan Juli menunjukkan peningkatan empat hingga enam kali lipat dibanding pada bulan Juni," ujar Bondan dalam Media Briefing Koalisi Ibukota yang digelar secara daring, Selasa (10/8).

Diketahui, pemerintah menerapkan PPKM Darurat pada 3-20 Juli. Kebijakan itu diganti dengan PPKM Level 4 pada 20-25 Juli, diperpanjang untuk periode 26 Juli-2 Agustus, 3-9 Agustus.

Terbaru, PPKM level berlaku pada 10-16 Agustus di Jawa-Bali, dan 10-23 Agustus untuk di luar Jawa-Bali.

Infografis Catatan Merah PPKM Level 4Infografis Catatan Merah PPKM Level 4. (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian)

Dia menjelaskan, konsentrasi PM 2.5 saat PPKM Darurat masih lebih tinggi dibandingkan saat penerapan PPKM Mikro periode 3 hingga 20 Juni 2021 dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 2020.

Pemerintah, katanya, sudah seharusnya membuka data konsentrasi dari SPKU ke publik secara berkala. Bahkan, menurutnya, langkah ini juga dilakukan oleh daerah lain.

Selain itu, Bondan juga menyatakan bahwa jumlah SPKU harus diperbanyak yakni menjadi 10 alat pemantau untuk setiap 3 juta populasi. Pun demikian dengan riset sumber pencemar udara harus dilakukan berkala oleh seluruh kota dan daerah.

"Lebih penting lagi adalah pengakuan dari pemerintah bahwa udara DKI Jakarta sudah tercemar dan melebihi BMUA. Perlu langkah nyata untuk mengendalikan sumber pencemar udara secara menyeluruh dan lintas batas yang berdasar pada data saintifik," ujar Bondan.

Pada kesempatan yang sama, perwakilan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Feni Fitriani Taufik, menyatakan bahwa pihaknya sudah memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk menyikapi masalah pencemaran polusi udara Jakarta.

Bentuknya, peraturan pengendalian polusi udara, koordinasi lintas sektoral melalui kajian dan penelitian.

"Perlu juga melakukan upaya-upaya seperti pemantauan polusi yang berasal dari industri, mendorong pembukaan pembangkit listrik tenaga alternatif, membuat sarana transportasi massal yang aman, nyaman dan ramah lingkungan, hingga meningkatkan penanaman pohon dan menambah area hijau di seluruh wilayah untuk menambah paru-paru kota," kata Feni.

"Kalau bicara tentang polusi udara dengan Covid-19, menurut saya, polusi udara saja sudah mengganggu pertahanan tubuh tanpa adanya Covid. Sekarang sudah banyak diteliti juga bahwa polusi itu menurunkan pertahanan tubuh dalam melawan virus," imbuhnya.

Sebelumnya, sejumlah pihak menyoroti aturan PPKM yang memberi beberapa kelonggaran. Alhasil, lalu lintas kendaraan pun terpantau tetap ramai.

(mts/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER