Namun Rasuna tak kembali menghuni jeruji penjara. Kala itu, Jepang lebih fokus terhadap aktivitas militer ketika Sekutu mulai melakukan ekspansi ke Asia Tenggara. Rasuna aman dari hukuman.
Masyarakat pun semakin tahu reputasi Rasuna. Kapasitasnya sebagai tokoh terdidik membuat banyak kalangan suka terhadapnya. Tak sedikit yang mengadukan kejanggalan kepada Rasuna. Seiring waktu, dia mendapat kepercayaan lebih untuk menyuarakan aspirasi di lembaga negara.
Rasuna Said bergabung dengan Badan Penerangan Pemuda Indonesia (BPPI) Kota padang pada 1945. Setelah Indonesia merdeka, Rasuna tergabung dalam Panitia Pembentukan Dewan Perwakilan Nagari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dewan ini kemudian melahirkan Dewan Perwakilan Sumatera pada 1946. Rasuna punya peran penting di sana selaku perwakilan anggota.
Ia juga ditunjuk bergabung dengan Komite Nasional Indonesia Daerah Sumatera Barat (KNID-SB). Karena pengaruhnya yang kuat di Sumatera, Rasuna kemudian diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR-RIS) Sumatera Barat.
"Sejauh ini belum ada literasi yang mengangkat kiprah politik Rasuna Said di DPR-RIS, tapi kita tahu bagaimana dia begitu punya pengaruh besar di Sumatera Barat sehingga ditunjuk sebagai anggota DPR-RIS di sana," kata sejarawan Andi Achdian.
Hajjah Rangkayo Rasuna Said adalah anak bangsawan. Lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat pada 14 September 1910. Ayahnya Haji Muhammad Said adalah pengusaha sekaligus aktivis pergerakan di Sumatera Barat.
Meski berdarah biru, Rasuna tak canggung berada di tengah-tengah masyarakat kecil dan memperjuangkan hak-hak mereka akibat tekanan pemerintah kolonial.
Lulus dari sekolah agama Islam tingkat dasar, ia menuntut ilmu di pesantren Ar-Rasyidiyah, kemudian melanjutkan sekolah di Madrasah Diniyah Putri di Padang Panjang.
Kesadaran akan bentuk-bentuk penjajahan, perbudakan, dan kolonialisme mulai tumbuh saat dia bergabung dengan Sekolah Thawalib di Maninjau. Sekolah Islam Modern yang masih berdiri hingga saat ini itu dikenal melahirkan kaum pelajar yang kritis dan progresif.
Berawal dari pendidikannya di Thawalib, Rasuna Said mulai tak hanya melawan kolonialisme tapi juga adat bangsanya yang merendahkan martabat perempuan.
Kala itu adat masyarakat Minang mewajarkan praktik poligami, nikah muda, dan mendiskreditkan peran perempuan di bidang politik dan sosial. Meski dikenal dengan sistem maternal dari garis keturunan ibu, tak menjadikan posisi perempuan di Sumatera Barat kala itu setara dengan laki-laki.
"Rasuna Said tak hanya melawan penjajah, tapi juga adat budaya yang merendahkan martabat perempuan, dia berjuang supaya perempuan mendapat pendidikan di zaman itu," tutur Sejarawan Andi Achdian.
Rasuna Said wafat di usia 55 tahun karena penyakit kanker pada 2 November 1965. Diangkat menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 084/TK/1974 pada 13 Desember 1974.
Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta. Namanya diabadikan sebagai jalan protokol di Jakarta Selatan dan di Padang, Sumatera Barat.
(mln/bmw)