Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengungkapkan terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko S Tjandra tidak pernah melakukan pelanggaran selama menjalani masa tahanan di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Itulah yang kemudian menjadi salah satu indikator yang digunakan Kemenkumham untuk menilai Djoko Tjandra berkelakuan baik sehingga mendapatkan remisi pada HUT ke-76 Republik Indonesia.
"Indikatornya kan dia berkelakuan baik selama di lapas, tidak pernah ada pelanggaran. Selama di lapas Djoko Tjandra tidak pernah ada tindak indisipliner," kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Senin (23/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rika menjelaskan pihaknya menilai kelakuan Djoko Tjandra terhitung sejak ia ditahan di lapas. Sebab, Kemenkumham berada pada posisi pembinaan di mana tindakan ini baru dimulai saat napi ditahan.
Sehingga, terlepas Djoko Tjandra pernah menjadi buron selama 11 tahun sejak 2009 dalam perkara kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, menurut Rika, selama menjalani masa tahanan di rutan Salemba, Djoko Tjandra tidak melakukan pelanggaran.
"Jadi yang dihitung saat sudah dieksekusi dan ditempatkan di lapas Salemba mengikuti proses pemasyarakatan salah satunya pembinaan," kata Rika.
"Karena kami posisinya pembinaan. Pembinaan ada di mana? Di lapas," tambah Rika.
Dengan demikian, menurut Rika, Djoko Tjandra telah memenuhi syarat untuk menerima remisi. Sebab, selain sudah berkelakuan baik, Djoko Tjandra telah menjalani dua per tiga masa tahanan.
Hal ini sebagaimana diatur dalam PP PP Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
"Dia sudah melewati sepertiga dari bulan Juli 2020 sampai ini kan dua per tiga dari 2 tahun itu 8 bulan," ujarnya.
Lihat Juga : |
Rika menegaskan, pemberian remisi tersebut karena vonis dari perkara yang membuat Djoko Tjandra ditahan selama dua tahun ini dijatuhkan pada 2009. Sehingga, pihaknya mengacu pada PP Nomor 28 Tahun 2006.
Sementara, untuk kasus kedua dan ketiga yang menjerat Djoko Tjandra, pihaknya akan memberlakukan PP Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam PP tersebut, disebutkan syarat lain bagi terpidana kejahatan luar biasa. Salah satunya adalah bahwa mereka harus bersedia melakukan kerjasama dengan penegak hukum terkait dalam membongkar kejahatan yang ia lakukan.
"Sekali lagi ini di kasus pertamanya, kalau kasus kedua dan ketiga masih berproses belum dieksekusi oleh kejaksaan," kata Rika.
Sebelumnya, pemberian remisi dua bulan terhadap terpidana korupsi kasus hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra menjadi sorotan. Sebab, Djoko telah menjadi buron selama 11 tahun.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mempertanyakan pemberian remisi umum terhadap Djoko Tjandra.
Menurutnya, kebijakan ini janggal mengingat Djoko Tjandra pernah menyandang status buron 11 tahun.
"Tentu hal ini janggal. Sebab, bagaimana mungkin seorang buronan yang telah melarikan diri selama sebelas tahun dapat diberikan akses pengurangan masa pemidanaan," jelasnya, Jumat (20/8).