Dalam prosesnya, ia mengatakan pada Oktober 2020, pihaknya mendapatkan lampu terang dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 1021 Tahun 2021 tentang Persetujuan Pemanfaatan Barang Milik Daerah Berupa Tanah yang Terletak di Taman Villa Meruya Kepada Panitia Pembangunan Masjid At Tabayyun.
Dalam SK yang diterbitkan Anies, salah satu isinya adalah menyetujui pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa tanah seluas 1.078 meter persegi kepada Panitia Pembangunan Masjid At Tabayyun Taman Villa Meruya. Pemanfaatan itu, diberikan dalam bentuk sewa menyewa untuk jangka waktu 5 tahun.
"Bayar awalnya Rp36 juta untuk 5 tahun tapi kami enggak mampu, akhirnya buat surat ke Gubernur disetujui bayar Rp18 juta. Kita patungan," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski telah mendapatkan SK, proses pembangunan tak bisa serta merta dilakukan. Menurut Marah, pihaknya harus mengikuti sejumlah prosedur yang diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 83 Tahun 2021 tentang Prosedur Pemberian Persetujuan Pembangunan Rumah Ibadat.
Dalam aturan itu, ada persyaratan khusus yang diatur untuk membangun rumah ibadah mulai dari daftar nama dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk calon pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang, dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang termasuk di dalamnya ada tokoh masyarakat.
Selain itu juga rekomendasi tertulis Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama, rekomendasi tertulis FKUB tingkat Provinsi dan rekomendasi tertulis Walikota/Bupati.
Syarat itu, juga diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepada Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.
"Semuanya kami penuhi (syarat) yang 90, kami dapatkan 105, yang dukungan 60, kami dapatkan 65. Awalnya banyak, tapi diverifikasi lagi," katanya.
Menurut Marah, dengan kondisi seperti itu, beberapa Ketua RT yang awalnya kontra, mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Gugatan itu bernomor 76/G/2021/PTUN.JKT.
Salah satu petitumnya adalah meminta Majelis Hakim menyatakan batal atau tidak sah SK Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1021 Tahun 2020 tentang pembangunan Masjid At Tabayyun Taman Villa Meruya.
"Mereka permasalahkan SK-nya itu mereka anggap langgar aturan lingkungan. Karena dianggap itu adalah RTH, sebelum Gubernur keluarkan izin ini udah reposisi dulu, alih fungsi," katanya.
Padahal menurut Marah, kekhawatiran tentang hilangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan kompek juga telah dipertimbangkan oleh pihak pembangunan masjid.
Ia menuturkan, dari area lahan sebesar 1.078 m2, hanya 40 persen saja atau sekitar 400 m2 yang digunakan sebagai lahan masjid. Sementara sisanya akan tetap difungsikan sebagai taman hijau.
"Ini juga sudah sesuai dengan aturan yang ada, tetap ada RTH-nya. Tapi mereka enggak mau juga," katanya.