Pakar Wanti-wanti Risiko Covid Saat PTM Jenjang 3-12 Tahun
Ketua Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menilai tidak diwajibkannya vaksinasi sebagai syarat PTM pada siswa meningkatkan risiko penularan Covid-19 pada anak. Terlebih pada kelompok anak usia 3-12 tahun.
Hermawan mengatakan, keputusan pemerintah yang mewajibkan syarat vaksin hanya kepada para guru dan tenaga pendidik di sekolah dapat berbahaya bagi keselamatan anak-anak. Dia meminta agar pemerintah tidak gegabah dengan langsung membuka PTM pada seluruh tingkatan, terutama pada usia sekolah dasar.
"Karena bagaimana pun tetap berisiko terhadap anak yang berusia di bawah 12 tahun. Meskipun para pengajar telah divaksin dan terjadi penurunan kasus bukan berarti bahayanya sudah hilang," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (30/8).
Pertimbangan tersebut menurutnya juga harus diperhatikan oleh pemerintah mengingat kasus kesakitan bahkan kematian pada anak-anak cukup tinggi di sepanjang tahun ini. Hermawan mengingatkan, berdasarkan temuan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) per 5 Juli, kasus Covid-19 pada anak berusia 0-18 tahun mencapai 12,5 persen atau sekitar 250.000 anak.
Proporsi terbesar berada pada kelompok usia 7-12 tahun (28,02 persen), diikuti oleh kelompok usia 16-18 tahun (25,23 persen) dan 13-15 tahun (19,92 persen). Namun, berdasarkan persentase angka kematian, yang tertinggi justru berada pada kelompok umur 0-2 tahun (0,81 persen), diikuti oleh kelompok usia 16-18 tahun (0,22 persen) dan 3-6 tahun (0,19 persen).
"Data IDAI juga menunjukkan case mortality (tingkat kematian) mencapai 3 persen - 5 persen, jadi kita memiliki tingkat kematian tertinggi di dunia. Jadi risiko anak terpapar dan risiko pemberatan kasus Covid-19 sangat besar," tuturnya.
Dia menilai seharusnya persyaratan vaksinasi juga menjadi kaidah yang harusnya diupayakan pada anak. Meskipun diakuinya saat ini memang belum banyak vaksin yang tersedia untuk kelompok ini.
"Pemerintah sendiri saat ini sedang mengampanyekan penggunaan sertifikat vaksin untuk tempat-tempat umum seperti mal. Lantas kenapa pendidikan tidak didorong untuk itu juga. Artinya pemerintah harus konsisten, kalau memang vaksin itu menjadi orientasi yang serius maka untuk siswa juga harus dilihat cakupannya sejauh mana," ujarnya.
Di sisi lain, Hermawan juga mengatakan pemerintah tidak dapat memukul rata risiko penularan Covid-19 di tiap jenjang sekolah. Sekalipun, kata dia, pihak sekolah maupun pemangku kebijakan telah membuat segudang protokol kesehatan serta protokol teknis pelaksanaan tatap muka di sekolah.
"Yang paling riskan adalah sekolah dasar mulai dari PAUD, TK. dan SD karena mereka belum memiliki otonomi berpikir dan bersikap ketika pandemi. Orientasi mereka ketika sekolah ya untuk bertemu dan bermain. Sementara tidak ada vaksin yang ready untuk kelompok ini ya risiko akan cukup tinggi," jelasnya.
Apalagi langkah yang diambil Dinas Pendidikan untuk mengatasi persoalan tersebut dengan turut melibatkan para orang tua siswa justru dikhawatirkan akan menimbulkan potensi kerumunan baru yang juga berbahaya di masa pandemi Covid-19.