Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai NasDem Lestari Moedijat mempertanyakan urgensi amandemen UUD 1945 saat pandemi Covid-19. Rerie, panggilan Lestari, mengingatkan pandemi Covid-19 belum berakhir. Ia bertanya apakah amandemen jadi hal yang dikehendaki rakyat saat ini.
"Bagaimana publik menyikapi ini? Apakah publik tahu dan merasakan ada kepentingan dan manfaat?" katanya.
Di sisi lain, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid menyebut melaksanakan konstitusi secara konsisten lebih mendesak dibanding melakukan amandemen UUD 1945 sekalipun secara terbatas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan menyatakan pihaknya menolak rencana amendemen UUD 1945. Menurutnya, yang paling penting saat ini seluruh lembaga negara melaksanakan ketentuan UUD 1945 yang belum terwujud.
"Lebih baik kalau lembaga-lembaga negara dan energi bangsa ini difokuskan untuk bergotong-royong melaksanakan ketentuan UUD 1945 yang mendesak dan belum terpenuhi. Seperti menyelamatkan dan melindungi seluruh bangsa Indonesia dari dampak negatif pandemi Covid-19," ujarnya.
Syarief lantas mempertanyakan sikap Jokowi ihwal rencana amendemen UUD 1945. Dulu, kata dia, Jokowi pernah lantang menolak amendemen karena bisa melebar ke sejumlah pasal di luar PPHN.
"Apakah sikap Pak Presiden sekarang masih sama seperti dulu menolak?" kata Syarief.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN Zulkifli Hasan alias Zulhas mendorong evaluasi hasil amendemen UUD 1945 yang telah berusia 23 tahun. Bahkan, menurutnya, demokrasi Indonesia juga perlu dievaluasi.
"Jadi setelah 23 tahun hasil amandemen itu, menurut saya, memang perlu dievaluasi. Termasuk, demokrasi kita ini, kita mau ke mana, perlu dievaluasi," ucap Zulhas.
Terakhir, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani menyatakan bahwa amendemen UUD 1945 baru sebatas wacana.
Menurutnya, pimpinan MPR belum membuat keputusan untuk mendorong amendemen UUDD 1945 segera dilakukan hingga saat ini.
"Baru mewacanakan, belum ada keputusan pimpinan MPR untuk mendorong amendemen itu sendiri," kata Arsul.
Ia menegaskan pimpinan MPR tidak memiliki fungsi untuk memutuskan amendemen UUD 1945 terjadi atau tidak. Menurutnya, keputusan melakukan amendemen UUD 1945 sebagaimana diatur di Pasal 37 UUD 1945 tergantung pada seluruh anggota MPR.
Lihat Juga : |
Wakil Ketua MPR dari unsur DPD, Fadel Muhammad beberapa waktu lalu menyatakan MPR sedang menggodok perubahan atau amendemen kelima UUD 1945. Perubahan dilakukan karena MPR melihat keadaan atau situasi dan kondisi sekarang sudah berbeda dengan sebelumnya.
"Saat ini, bapak-bapak yang kami hormati, Pak Panglima, kami sedang menggodok perubahan yang kelima dari UUD 1945, karena kita merasakan bahwa yaitu dewasa ini terasa berbeda dengan masa-masa yang lalu," kata Fadel Muhammad di Bali, Rabu 9 Juni lalu, dikutip Detik.com.
Fadel menyebut dalam amendemen ini akan dihidupkan PPHN. Ia menargetkan PPHN selesai pada 2023. Pada tahun ini pihaknya datang ke barbagai perguruan tinggi guna berdiskusi dan meminta masukan terkait PPHN.
"Kita ingin memiliki pokok-pokok haluan negara. Pokok-pokok pikiran ini kita harapkan telah selesai pada tahun 2023. Sehingga nanti 2024 pemilihan presiden yang baru kita serahkan inilah pokok-pokok haluan negara," ujarnya.
(mts/fra)