Padang, CNN Indonesia --
LBH Padang mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat terkait susahnya mendapatkan data terkait dana untuk penanganan dan penanggulangan Covid-19 di wilayah provinsi tersebut.
Sebelumnya, LBH Padang bersama Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar beberapa waktu lalu meminta informasi, dan data penggunaan dana Covid-19 Provinsi Sumbar oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) langsung ke instansi tersebut. Namun, data itu tak bisa diberikan BPBD Sumbar, dengan alasan menghambat proses jalannya penyelidikan dan penyidikan.
Kemudian karena tidak diperoleh informasi dan data yang dimintakan, maka LBH Padang mengirimkan surat keberatan dengan Nomor: 97/SK-E/LBH-PDG/VII/2021 tertanggal 6 Juli 2021 Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi selaku Ketua Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Sumbar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur LBH Padang, Indira Suryani, mengatakan hingga kini data tersebut belum diberikan oleh pihak-pihak terkait itu. Permintaan informasi dan data penggunaan dana Covid-19 di Sumbar, katannya merupakan ikhtiar untuk mengawal dan membongkar kasus dugaan tindak pidana korupsi Covid-19 di provinsi ini.
"Saat pandemi Covid-19 kita bersama benar-benar harus mengawal uang rakyat agar tidak dicuri, dirampok dan dirampas oleh segelintir orang ataupun golongan," katanya, Kamis (2/9).
Indira menyayangkan sikap instansi yang tidak transparansi terhadap penggunaan dana, padahal sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Menurutnya, transparansi penting untuk mencegah terjadinya perampokan dan pencurian uang rakyat di masa Pandemi Covid-19. Dengan tidak diberikannya data terakit penggunaan dana Covid-19 tersebut oleh BPBD Sumbar, maka LBH Padang mengambil langkah menyengketakan keterbukaan informasi tersebut ke Komisi Informasi Sumbar.
"Kami berharap Komisi Informasi Sumbar dapat mengabulkan permintaan data dan informasi yang kami ajukan," ujarnya.
Pihaknya pun menyatakan akan tetap mengawal dan memonitoring penegakan hukum dugaan korupsi dana Covid-19 Sumatera Barat (Sumbar) yang sempat dihentikan
Berikut Data yang Diminta LBH Padang:
1.Rincian Anggaran Dana Penanggulangan Covid-19 di BPBD Sumatera Barat tahun 2020 dan 2021 beserta peruntukan dan sumber pendanaan;
2.Informasi dan data realisasi anggaran dana penanggulangan Covid-19 di Sumatera Barat tahun 2020;
3.Informasi dan data perusahaan penerima penggadaan barang dan jasa untuk penanggulangan Covid-19 di Sumatera Barat;
4.Keputusan Kepala pelaksana BPBD Nomor: 900/142/SET/2020 tentang penunjukan Aparatur Sipil Negara sebagai Tim penanggulangan Covid-19 untuk penggadaan barang/jasa pada BPBD TA 2020 tanggal 1 April 2020;
5.Dokumen kontrak penggadaan barang hanstanitaizer 100 ml Nomor: 112/SP/PLBPBD/IX/2020 tanggal 4 September 2020 (CV BTL)
6.Dokumen kontrak pengadaan barang hanstanitaizer 100 ml Nomor: 80/SP/PL-BPBD/VII/2020 tertanggal 23 Juli 2020 (CV CBB);
7.Kontrak penggadaan barang hanstanitaizer 500 ml Nomor: 72/SP/PLBPBD/VII/2020 kontrak tanggal 10 Juli 2020;
8.Kontrak penggadaan barang hand sanitaizer 500 ml Nomor: 105/SP/PLBPBD/VIII/2020 tanggal 24 Agustus 2020;
9.Kontrak untuk melaksanakan paket pekerjaan penggadaan barang belanja logistik kebencanaan Nomor 23/SP/PLKL/VI/2020 tanggal 3 Juni 2020 dengan CV BTL.
Hingga berita ini ditulis belum ada tanggapan dari Komisi Informasi Sumbar maupun dari pihak terkait soal informasi yang dimintakan tersebut.
Aji dan LBH Pers Padang kompak kecam sikap Staf dan Ajudan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) yang menghalang-halangi wartawan ketika bertanya mengenai surat permintaan sumbangan bertandatangan sang kepala daerah beberapa hari belakangan.
Sebelumnya, pada Selasa, 31 Agustus 2021, sejumlah wartawan yang ingin bertanya mengenai surat permintaan sumbangan kepada Gubernur di Ruang Rapat Paripurna DPRD Sumbar mendapat penolakan dan dihalang-halangi ajudan gubernur.
Terlihat, beberapa ajudan Gubernur mengatakan tidak akan memperbolehkan wartawan bertanya mengenai surat sumbangan bertandatangan Gubernur dan mobil dinas.
"Kalau pertanyaannya surat dan mobil saya cut (potong) ya," sebut salah satu Ajudan.
Atas tindakan tersebut, AJI Padang dan LBH pers Padang memberi respons dan pengecaman. Mereka kompak mengatakan tindakan tersebut termasuk ke dalam tindakan mencederai kemerdekaan pers dan membatasi hak atas penerimaan informasi.
"Sikap Ajudan dan Staf Gubernur Sumbar yang Mengintervensi Jurnalis, Terindikasi Mencederai Kemerdekaan Pers, Melanggar Hukum, dan Hak atas Informasi," Kata Direktur LBH Pers Padang Aulia Rizal kepada wartawan, Kamis (2/9).
Aulia Rizal mengatakan pihaknya mendapatkan sejumlah temuan terkait adanya upaya menghalang-halangi, mendikte, mengintervensi, dan atau menghambat wartawan dalam menjalankan kegiatan jurnalistik yang diduga dilakukan oleh staf dan ajudan Gubernur Sumbar.
"Bahkan, kasus menghalang-halangi wartawan menjalankan kegiatan jurnalistik ini terjadi secara berulang dalam dua pekan terakhir," jelas Aulia.
Selanjutnya, Aulia menyebut temuan itu ia dasari dari beberapa media yang menyebut Staf dan Ajudan Gubernur Sumbar belakangan sering membatas-batasi pertanyaan yang akan diajukan wartawan, dan hanya memperbolehkan bertanya seputar acara yang sedang berlangsung saja.
Tindakan tersebut, kata Aulia bukan hanya terindikasi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, namun juga telah mencederai Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya Hak atas Informasi serta kemerdekaan pers.
Ia mengatakan terdapat beberapa pelanggaran serius yang tercantum dalam beberapa pasal, diantaranya Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Kemudian, Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyebut setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan Tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000. Dan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia untuk menerima informasi.
Ketua AJI Padang Aidil Ichlas menegaskan kebijakan atau sikap Gubernur Sumbar untuk tidak berkomentar atau pun bungkam, adalah haknya sebagai narasumber.
Namun, dikte yang dilakukan bawahannya dengan cara mengatur-atur apa yang akan ditanyakan jurnalis kepada narasumber, adalah pelanggaran serius UU Pers No. 40 Tahun 1999.
"Apa yang akan ditanyakan dan apa tidak tidak ditanyakan jurnalis, merupakan bagian dari otoritas ruang redaksi. Kalau ada pihak di luar redaksi mengatur-atur itu, sama dengan mencampuri independensi ruang redaksi, sehingga berpotensi melanggar Pasal 18 ayat 1 UU Pers, serta menggerus demokrasi yang berlaku di negara ini," kata Aidil Ichlas.
Oleh karena itu, AJI Padang meminta Gubernur Sumbar untuk menegur bawahannya, dan memastikan upaya penghalangan jurnalis yang sedang bertugas tidak terulang, karena jurnalis yang dalam tugas peliputan dilindungi undang-undang.
"Tindakan penghalang-halangan itu juga akan mempertontonkan penggerusan ekosistem demokrasi di Sumbar, sehingga jangan sampai terjadi lagi di waktu yang akan datang," kata Aidil.
Hingga berita ini ditulis belum ada pernyataan resmi dari pihak gubernur maupun protokoler gubernur Sumbar.