SUARA ARUS BAWAH

Amendemen UUD 1945, Warga Tolak Pilpres di MPR & Sindir Elite

CNN Indonesia
Sabtu, 04 Sep 2021 08:10 WIB
Beberapa warga menolak amendemen UUD '45 karena bisa menghilangkap Pilpres langsung, warga lainnya mendukung karena bisa menghemat biaya politik.
Pedagang bakso Yanto menilai Pilpres oleh MPR bisa membuat Presiden diberhentikan jika kinerjanya buruk. (Foto: CNN Indonesia/Taufiq Hidayatullah)

Ilham Hermansyah (21), menyatakan tak ada kegentingan untuk mengubah UUD 1945 di mata warga saat ini. Ia pun meminta para pejabat publik fokus pada kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19.

"Kalau urgensinya aja enggak ada, dan bahkan nantinya bisa berdampak ke kewenangan perpanjangan masa jabatan presiden, akan bikin kacau saja. Lebih baik ngurusin hal-hal lain yang lebih penting buat kebutuhan masyarakat," cetus dia.

Ia, yang merupakan penulis lepas itu, pun menyimpulkan bahwa agenda amandemen UUD 1945 hanya lah akal-akalan elite politik saja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ilham Hermansyah (21)Ilham Hermansyah (21) menilai agenda amandemen UUD 1945 hanya akal-akalan elite. (Foto: CNN Indonesia/Taufiq Hidayatullah)

"Soalnya Undang-undang kan untuk diimplementasikan kepada kepentingan publik. Kalau dari publik aja enggak ada kepentingan yang mendesak, ya bisa dibilang ini cuma buang-buang waktu dan cuma akal-akalan elite aja," ujarnya.

Terlebih, salah satu dampak dari penambahan kewenangan MPR adalah membuat lembaga ini dapat memilih presiden serta memperpanjang masa jabatannya.

Di sisi lain, mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Adhiva Windra Maulana (20) menilai tak ada yang salah dalam upaya untuk menghadirkan PPHN selama itu dapat dipertanggungjawabkan untuk pembangunan nasional.

Mahasiswa Universita Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Adhiva Windra Maulana (20)Mahasiswa UPN Veteran Jakarta Adhiva Windra Maulana (20) percaya PPHN bisa menjadi panduan pembangunan. (Foto: CNN Indonesia/Taufiq Hidayatullah)

"Gue percaya selama isi PPHN-nya jelas dan pemerintah bisa menjalankannya pasti maju ini negara. Gue setuju sih sama konsep PPHN," jelasnya.

Ihwal kemungkinan penambahan periode masa jabatan presiden sebagai konsekuensi penambahan wewenang MPR, Adhiva menganggapnya masih bisa diterima.

Pasalnya, masa jabatan presiden saat ini sangat terbatas. Sehingga, banyak kebijakan yang akhirnya pupus atau berhenti di tengah jalan. Hanya saja, ia menegaskan presiden tetap harus dipilih secara langsung oleh rakyat.

"Enggak setuju lah kalau MPR jadi bisa memilih presiden. Karena kan sistem negara kita berdemokrasi ya, harus ada kita dong rakyat yang milih," ujarnya.

Yanto, seorang pedagang bakso di Matraman, Jakarta Timur, mengaku setuju dengan wacana yang digaungkan Bamsoet tersebut selama tujuannya betul-betul untuk rakyat.

Pria 63 tahun itu juga mengaku tak ambil pusing soal kemungkinan pemilihan presiden oleh MPR. Menurutnya, hal tersebut justru dapat menghemat uang negara.

"Enggak apa-apa [presiden] dipilih [MPR] dan periode [jabatan]-nya diperpanjang, asalkan memang bagus dan berdampak kepada masyarakat, karena kalau dipilih gitu berarti bisa diberhentikan juga kan kalau kinerjanya buruk," tandas dia.

(tfq/arh)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER