Kedaluwarsa 2022, Perkara Munir Didesak Jadi Kasus HAM Berat

CNN Indonesia
Selasa, 07 Sep 2021 20:43 WIB
Pembunuhan aktivis Munir pada 7 September 2004 silam didesak ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat untuk mencegah kedaluwarsa kasus pada tahun depan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komnas HAM diminta menetapkan kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib berstatus pelanggaran HAM berat demi mencegah kedaluwarsa alias daluwarsa penuntutan secara pidana. 

Kasus ini sendiri sudah berusia 17 tahun pada hari ini, Selasa (7/9). Kasus itu terancam kedaluwarsa mengingat pembunuhan terhadap Munir belum dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat alias masih sebatas tindak pidana biasa.

Artinya, ada batas waktu 18 tahun penyelesaian sebagaimana ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Ini yang menjadi ancaman ketika kemudian penegak hukum hanya melihat kasus Cak Munir sebagai kasus pembunuhan biasa. Itu tidak tepat," ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana, dalam diskusi daring.

Arif merupakan bagian dari Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM). Komite itu sudah menyerahkan legal opinion ke Komnas HAM pada tahun 2020. Mereka meminta Komnas HAM menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat.

"Kami menyimpulkan sudah semestinya Komnas HAM yang memiliki kewenangan berdasarkan Pasal 18 UU Pengadilan HAM untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus pelanggaran HAM untuk segera menetapkan kasus Cak Munir sebagai kasus pelanggaran HAM berat," kata dia.

Menurutnya, kasus pembunuhan Munir terjadi secara sistematis. Ada unsur institusi negara yakni Badan Intelijen Negara (BIN) dan BUMN yakni Garuda Indonesia yang melakukan pemufakatan jahat dalam peristiwa pembunuhan dimaksud.

Baginya, kasus pembunuhan Munir sudah dapat dikategorikan sebagai extrajudicial killing yang dilakukan dengan penyiksaan terlebih dahulu yaitu dengan menggunakan racun arsenik.

"Dan sesuai ketentuan Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, termasuk Pasal 46 UU Pengadilan HAM, dikatakan kalau sebuah kasus hukum, sebuah kejahatan masuk kategori kejahatan kemanusiaan sebagai pelanggaran HAM berat, tidak lagi dikenal yang namanya daluwarsa, tidak boleh kemudian dihentikan atas nama daluwarsa," terang Arif.

Arif khawatir jika kasus Munir tidak ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat, para pelaku yang diduga terlibat akan terus memperoleh impunitas dan korban kehilangan keadilan.

Infografis Kelanjutan Kasus Pelanggaran HAM Berat. (CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

"Jika tidak [ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat], kami khawatir bahwa kasus ini kemudian berhenti proses penegakannya dan para pelaku berlindung di balik impunitas, di balik dalil daluwarsa," ucap dia.

Sementara itu, Komnas HAM telah membentuk tim untuk mengkaji penentuan kasus pembunuhan Munir itu ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.

17 tahun lalu, tepatnya pada 7 September 2004, Munir dibunuh. Munir mengembuskan napas terakhir di dalam pesawat Garuda Indonesia yang membawanya ke Amsterdam, Belanda. Hasil otopsi menyimpulkan bahwa Munir tewas karena racun arsenik.

Sejumlah orang sudah diproses hukum, termasuk mendiang Pollycarpus Budihari Prijanto. Namun banyak pihak yang menilai pengusutan kasus belum tuntas lantaran aktor intelektual belum diproses. Misalnya, mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono.

Berdasarkan Pasal 78 ayat (1) butir 3 KUHP, penuntutan pidana hapus setelah 18 tahun untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup, seperti pembunuhan berencana.

(ryn/arh)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK