Palembang, CNN Indonesia --
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan daftar baru 19 ikan yang dilindungi karena terancam punah, salah satunya ikan Belida Sumatra (Chitala hypselionatus).
Ikan yang sempat menjadi bahan baku utama pembuatan pempek khas Palembang tersebut nyaris punah akibat ekosistem yang rusak.
Peneliti Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan Palembang Dina Muthmainnah menerangkan Belida Sumatra berhabitat hampir di seluruh anak Sungai Musi, yakni Sungai Ogan, Lematang, Pangkalan Lampam, dan Sungai Belido yang ada di Muara Enim. Sebagai informasi, Belida Sumatra menjadi bahan baku utama pempek hingga tahun 2000-an, populasinya terancam karena kerusakan rawa dan penangkapan berlebihan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tempat menaruh telur Belida Sumatra ini biasanya di rawa. Sekarang banyak lingkungan rawa yang terdegradasi, jadi sulit dia [belida menaruh telurnya]," ujar Dina, Selasa (7/9).
Kerusakan Rawa dan Upaya Penyelamatan Belida
Kerusakan rawa, jelas Dina, disebabkan beberapa hal seperti pembangunan yang semakin meluas serta penimbunan di area rawa yang dialihfungsikan jadi pemukiman atau penggunaan lainnya.
Kisah sedih dari terancam punahnya ikan belida karena habitat yang terus tergerus itu pun didorong pula, sulitnya peneliti menemukan cara untuk mengembangbiakan secara budidaya pada hewan endemik tersebut.
Dina mengatakan pihaknya sudah beberapa kali melakukan penelitian untuk mencari indukan Belida, namun sulit didapat.
"Populasi belida juga terancam karena faktor biologi ikan itu sendiri. Faktor biologi ini dimana jumlah telur yang dihasilkan Belida semakin sedikit. Kita juga saat ini terus melakukan pencarian induk Belida untuk proses pembibitan. Namun dari komposisi ikan yang didapat, Belida sangat jarang bahkan terkadang tidak dapat," kata Dina.
Upaya meningkatkan populasi Belida sudah dilakukan pihak Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan. Pihaknya berhasil melakukan budidaya skala kecil di laboratorium namun untuk skala besar masih sangat sulit dilakukan.
Belum berhasilnya upaya pembenihan yang selama ini sudah dilakukan pun menyebabkan semakin menurunnya populasi Belida.
Belida merupakan ikan yang kerap bermigrasi dari sungai ke perairan rawa untuk mencari makan ataupun pergi untuk kawin. Karakteristik rawa yang dipengaruhi pasang surut air di kawasan Sumsel memaksa Belida selalu berpindah-pindah. Ketika kemarau tiba, biasanya Belida akan kembali ke sungai.
Selama ini, para pembudidaya Belida mengaku sangat kesulitan melakukan budidaya lantaran ikan tersebut merupakan ikan karnivora. Pakan ikan tersebut bisa berupa ikan kecil, udang, hingga serangga. Hal ini yang kerap dianggap tidak ekonomis.
"Makanannya karnivora jadi lumayan mahal dan secara ekonomi tidak menguntungkan. Kalaupun untung, sangat kecil. Makanya kebanyakan pembudidaya tidak bertahan lama. Kalau pun nanti bakal ada yang berupaya membudidayakan Belida lagi, kita akan bantu dengan menyediakan bibitnya," ungkap dia.
Menurut Dina Muthmainah selaku Peneliti Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan Palembang, Kepmen KKP nomor 1 tahun 2021 tersebut menjadi salah satu solusi awal untuk menyelamatkan populasi ikan yang dilindungi.
Setelahnya, pemerintah bisa menggalakkan budidaya 19 ikan yang dilindungi tersebut, termasuk Belida Sumatra, agar tidak punah.
Jika kondisi terkini masih terjadi, Dina mengaku pihaknya masih belum bisa memprediksi kapan ikan ini akan punah di Sumsel. Belum ada penelitian lebih lanjut soal populasi Belida di Sumsel. Namun, jika berkaca dari Riau yang juga menjadi salah satu habitat Belida Sumatra, terdapat penurunan jumlah tangkapan dari 50,2 ton di 2003, menjadi 7,6 ton pada 2007. Atau 60 persen penurunan dalam waktu empat tahun.
"Solusi ke depan, kegiatan budidaya harus dilakukan dan digalakkan oleh pemerintah. Larangan mengkonsumsi ikan belida ini bisa jadi pemicu agar ikan ini tidak punah," kata dia.
Terpisah, Kepala Dinas kelautan dan Perikanan Sumsel Widada Sutrisna membenarkan adanya penurunan populasi Belida Sumatra setiap tahunnya di Sumsel. Dari hasil tangkapan perikanan perairan umum, jumlah Belida diperkirakan rata-rata hanya 10 persennya saja.
Pembenihan Belida Sumatra yang dilakukan sejauh ini, dirinya mengaku, belum pernah ada yang berhasil dilakukan baik oleh pemerintah daerah maupun pusat.
"Saya coba belajar di UPT pembenihan pusat Mandi Angin Kalimantan Selatan juga belum ada yang berhasil. Dari pembenihan, baru sekitar 20-30 persen yang bertahan hidup," ujar dia.
Menurutnya, saat ini banyak pengusaha kuliner di Palembang yang mengubah jenis ikan untuk kuliner pempek. Mulai dari gabus, tenggiri, hingga putak atau Belida Jawa yang mendekati olahan Belida Sumatra. Selama ini Belida yang dikonsumsi di Sumsel berasal dari perairan Riau dan Kalimantan Selatan ataupun Tengah, hal ini dikarenakan Belida tidak terlalu dikonsumsi di sana.
"Memang akhir-akhir ini ikan belida tidak diambil di Sumsel, tapi disuplai dari Kalimantan dan Riau. Di tempat asalnya, belida tidak dikonsumsi, malah dibuang-buang. Makanya kita yang ambil untuk jadi pempek," ujar dia.
Meski begitu, dirinya mengaku kecewa terkait Kepmen KKP yang dikeluarkan terkait larangan tersebut. Selain untuk pempek, ikan belida pun biasa diolah menjadi pindang. Kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap variasi kuliner pempek dan pindang yang ada di Sumsel.
Pemprov Sumsel akan berkonsultasi dengan pihak kementerian agar aturan ini bisa dikecualikan di wilayah Palembang. Namun jika keputusan ini tidak bisa diubah lagi, pihaknya akan tetap melakukan sosialisasi kepada pihak pengusaha dan mengganti bahan baku dengan ikan jenis lain.
"Penggantian bahan baku ikan ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya pempek menggunakan ikan tangkeleso (Scleropages formosus) sebelum diganti belida karena keterbatasan sumber daya. Sekarang kalau harus diubah lagi, para pengusaha pempek pun sudah mulai mengganti sejak lama jadi tidak masalah dari segi ekonominya," kata dia.